Oleh: Iverdixon Tinungki
VII.
PENUTUP
VII.1.
Evaluasi
Selang 13 tahun sejak
ditahbiskan sebagai jemaat otonom pada 12 Maret 2000 dan terpilihnya ketua
jemaat pertama Pnt. Welly Areros pada 20 Maret 2000, jemaat GMIM Gunung Hermon
Tuminting telah siap menuju jemaat
dewasa. Salah satu penanda perkembangan dan kemajuan yang bisa disaksikan
dikurun yang relatif singkat itu yaitu sebuah bangunan gereja permanen sedang
dalam tahap perampungan dibangun dengan desain modern yang terbilang artistik
menaungi jemaat yang awal mulanya hanya 33 KK itu, kini telah berkembang
menjadi 3 kolom.
Sebanyak 5 ketua jemaat
mewarnai periode pelayanan sejak tahun 2000 hingga 2013. Kalau ditilik dari
periode perintisan menuju sebuah jemaat otonom -- (1996-2000), kita pun
diperhadapkan dengan realitas dimana
gereja ini tumbuh dari carut marut konflik, dan berhasil menepis
konflik, kemudian kini berdiri megah menjadi tempat perwujudan persekutuan umat
Allah. Pergulatan panjang dan dramatis dari kisah berdirinya jemaat ini tentu
tak saja menjadi buah renung tapi sekaligus kabar baik menuju keselamatan dalam
Yesus Kristus Tuhan yang tiba dengan gemilang dan tumbuh menjadi pohon
pelayanan yang berbuah baik, lebat, dan
subur hingga saat ini karena penyertaanNya.
Bila melihat sejenak
rentetan peristiwa dan perkembangan jemaat ini, pada kurun awal, cikal bakal
berdirinya Jemaat Gunung Hermon sendiri tak lepas dari sejarah besar jemaat Nazaret Tuminting sebagai induknya.
Tapi uniknya, tak seperti lazimnya pemekaran sebuah jemaat, proses menuju
terbentuknya Jemaat Gunung Hermon justru tercipta dari friksi di seputar rencana pemekaran satu jemaat otonom yang terdiri dari beberapa kolom di Nazaret
(kolom, 16,17,18,19) pada tahun 1996
yang memicu kemelut sekaligus menciptakan kelokan berliku
dalam penyelesaiannya yang akhirnya berakhir pada terbentuknya dua jemaat Otonom yakni Jemaat
Gunung Hermon dan Jemaat Tunggul Isai.
Bila merefleksi nilai
historiografis peristiwa dramatis yang bermula pada 1996 tersebut hingga
masa-masa pelayanan Jemaat Gunung Hermon saat ini, kita ternyata diperhadapkan
dengan suatu realitas transeden dimana konflik di kurun awal itu laiknya sebuah viadolorosa menuju kemenangan
Kristiani yang berasal dari pertarungan tiada henti hingga terbentuknya suatu
jemaat. Bila muncul pertanyaan siapa yang membentuk jemaat ini? Apakah jemaat
ini terbentuk semata-mata karena perjuangan
33 Kepala Keluarga di kolom 19 dan 18
yang merupakan para pendukung fanatik pembangunan Kanisah di atas bukit
kolom 19 yang menyatakan niat untuk melepaskan diri dari Jemaat Nazaret
Tuminting untuk berdiri sendiri sebagai sebuah jemaat otonom di tengah kemelut
yang berlangsung sejak tahun 1996?
Ataukah terbentuknya jemaat ini atas kehendak Kristus sendiri sebagai Kepala
Gereja? Landasan yang kuat sebagai refleksi teologis yang dapat diinklinasikan guna
menjawab pertanyaan di atas adalah kehadiran gereja sebagai pertanggungjawaban
iman kepada Allah yang menempatkan warga jemaat ke dalam dunia sebagai
komunitas iman. Gereja sebagai sebuah komunitas iman dapat dipastikan akan
berhadapan dengan tantangan berupa ujian kristis terhadap iman (critical testing of faith) yang menuntun
kita kepada kenyataan bahwa gereja akhirnya menemukan dan membuktikan dirinya
sebagai “Victorius Church” , Gereja
yang Menang. Dengan demikian kita bisa dengan optimis mengatakan bahwa gereja
dan kepemimpinan Kristen dapat mewujudkan pengaruhnya sebagai garam dan terang
bagi dunia ini.
Sebagai
jemaat baru di tengah aras pelayanan GMIM, jemaat Gunung Hermon dalam
sejarahnya sebagai sebuah organisasi pelayanan, telah mampu mewujudkan
integritasnya dan tanggap terhadap perubahan yang demikian cepat yang
berlangsung di sekitarnya. Hal ini terefleksi dengan adanya sejumlah kemajuan
yang telah diikwali sejak masa sebelum berintegrasi ke
Getsemani Sumompo pada Mei 1999 dimana ketika
keberadaan kepemilikkan tanah dipertanyakan karena tanah yang dipakai untuk
membangun Kanisah pertama yang diruntuhkan adalah tanah milik jemaat Nasaret.
Pada saat itu warga jemaat secara spontan mengumpulkan uang untuk membeli tanah
seluas 301 M2 seharga Rp Rp.
2.500.000 tanggal 8 Agustus 1998 pada
Bpk Hani Singkho, yang bersebelahan dengan tanah yang dibeli oleh jemaat
Nasaret pada 1996 sebagai lahan pembangunan Kanisah kedua jemaat itu. Peristiwa
ini sangat jelas menunjukkan dimana gereja selalu menemukan dan membuktikan
dirinya sebagai pemenang menghadapi persoalan yang menghadangnya. Di atas tanah
yang dibeli dari usaha sendiri jemaat Gunung Hermon mula-mula itu kini berdiri
bangunan gereja permanen, ditambah dengan lahan milik jemaat Nazaret yang pada 12 Juni 2000 lahar bersertifikat nomor 773 oleh
sebuah keputusan Sinode GMIM diserahkan kepada jemaat Gunung Hermon.
Pada tahun 2000 dimasa
kepemimpinan Ketua Jemaat Pertama Pnt. Welly Areros, jemaat ini berhasil
mengadakan sebidang tanah lagi untuk lahan pekuburan jemaat. Dimasa
kepemimpinan Pdt. Agustina E Talu, STh sebagai ketua jemaat kedua Jemaat Gunung
Hermon yang terletak di atas bukit itu berhasil mengadakan sarana air bersih
yang merupakan kebutuhan vital bagi
jemaatnya. Dengan segala daya upaya bersama jemaatnya akhirnya proyek air
bersih itu berhasil dibangunnya dan diresmikan pada bulan November 2001 oleh Ketua
Badan Pekerja Wilayah Manado Utara II Pdt. Jopy Lontoh, STh.
Pada masa kepemimpinan Pendeta
Ransun Palansalaeng, STh sebagai Ketua Jemaat ke empat tahun 2003, jemaat
Gunung Hermon tercatat memulai membangun bangunan gereja permanen untuk
menggantikan bangunan kanisah kedua yang dibangun pada 12 Juni 1999. Di masa
ketua jemaat ke lima jemaat Gunung Hermon berhasil lagi membangun bangunan
pastori yang megah pada 2010.
VII.1.1.
Perkembangan Anggota Jemaat
Jemaat ini dari namanya
mengesankan sebuah bukit atau puncak , dan memang terletak di atas bukit yang
memagari kawasan Tuminting. Di lembah bagian selatan Jemaat ini berbatasan
dengan Jemaat Tunggul Isai. Sejak tahun 1996, kawasan lembah selatan ini terus
mengalami kepadatan jumlah penduduk. Bangunan-bangunan pergudangan dan pabrik
menghimpit areal pemukiman. Kalau dulu satu-satunya akses ke jemaat ini adalah
melalui tangga di tebing selatan dalam kondisi yang relatif curam dan tinggi,
kini sebuh jalan aspal telah dibangun di bagian ujung dari sisi bukit yang
bermula di tikungan jalan Dua Saudara. Pembangunan jalan ini tentu menjadi
jawaban terhadap kekhawatiran masa lalu tentang sulitnya aksesibilitas ke
jemaat ini. Saat ini tak ada lagi
kesulitan aksesibilitas ke atas lokasi gereja
karena sudah ada jalan yang baik yang bisa dilalui kendaraan bermotor.
Di sebelah Utara, adalah
kawasan pelayanan jemaat Getsemani Sumompo. Jemaat yang sempat menjadi
tumpangan sementara dimasa 33 Kepala Keluarga di Kanisah atas bukit ketika memisahkan
diri dari pelayanan Jemaat Nazaret Tuminting. Di sebelah Barat, kompleks
Lembaga Pemasyarakatan Manado (LP Manado). Di dalam LP Manado itu ada sebuah
gereja bagi para narapidana. Di sebelah timur adalah kawasan perumahan dan
pekeburan tua.
Sejak cikal bakal pemekarannya
pada 17 tahun lampau itu, dimaksudkan untuk efektifitas pelayan di jemaat
Nazaret yang teritorial pelayanannya cukup luas. Berbagai persiapan pun dilakukan diantaranya
penyiapan lahan untuk pembangunan Kanisah sejak rencana awal akan dibangun di
atas bukit, yang saat ini menjadi Gereja Jemaat Gunung Hermon yang dibeli oleh
jemaat Nazaret pada tahun 1996 dan lahan yang dibeli oleh jemaat Gunung Hermon
mula-mula pada tahun 1998. Di kemudian waktu rencana itu bergeser karena Nazaret membangun sebuah Kanisah yang
letaknya di lembah yang saat ini menjadi Jemaat Tunggul Isai.
Peralihan
tempat berdirinya Kanisah inilah pada kurun itu menjadi pokok persoalan yang
memicu perpecahan kolom-kolom pemekaran itu, terutama kolom 19. Dari perpecahan
itulah kini berdiri dua jemaat Mandiri yakni Jemaat Tunggul Isai dan Jemaat
Gunung Hermon di masa kini.
Jemaat Tunggul Isai baru
disahkan secara resmi oleh BPS GMIM sebagai jemaat otonom pada 19 Desember 2004
sekaligus dengan penempatan Pendeta pertama H. C. Manitik, STh. Artinya jemaat
Gunung Hermon meski terlontar dari pangkuan pelayanan Jemaat induk Nazaret
Tuminting justru lebih dahulu 4 tahun diresmikan, dibanding jemaat Tunggul Isai
yang justru mendapatkan dukungan Nazaret.
Dengan ditetapkannya kedua
jemaat itu sebagai jemaat otonom maka konflik tentang Kanisah di Bukit itu pun redah. Kini kedua jemaat terus tumbuh
dan berkembang menuju jemaat-jemaat yang dewasa. Pembangunan fisik di kedua
jemaat meningkat pesat. Kolom-kolom di Jemaat Tunggul Isai yang awalnya hanya 4
Kolom kini berkemang menjadi 7 kolom. Sedang di Jemaat Gunung Hermon yang
awalnya hanya terdiri dari 33 KK yang bertahan untuk berpisah dengan Nazaret
kini berkembang menjadi 3 kolom dengan jumlah KK 48 dan 170 jiwa.
VII.1.2. Prestasi Bidang
Pelayanan
Selain prestasi
dibidang pembangunan fisik, jemaat
Gunung Hermon di usia ke 17 tahun pelayanan, juga meraih sejumlah
prestasi di bidang pembangunan iman dan pelayanan non fisik yang patut
dijadikan bahan refleksi dan evaluasi.
Di masa ketua jemaat
pertama Pnt. Welly Areros, jemaat ini lebih memfokuskan diri menyatukan
persepsi jemaatnya dalam menghadapi
tantangan baru pasca menjadi jemaat otonom. Pnt. Welly Areros benar-benar
berhasil meletakkan rasa kebersamaan dan sepenanggungan dalam membangun bagi jemaat yang baru terlepas dari belitan
sujumlah persoalan dan pergumulan, sebagai dasar yang kokoh.
Pada periode
berikutnya, Pdt. Agustina E Talu, STh selaku Ketua Jemaat kedua membuka ruang
yang luas dalam aspek pelayanan diantaranya memberi dorongan ke berbagai
potensi jemaat untuk ikut aktif dalam kegiatan wilayah dan sinodal. Berbagai kegiatan lomba diikuti oleh pemuda
remaja dan anak sekolah minnggu dan berhasil meraih prestasi maksimal dengan
menjuarai sejumlah kegiatan yang diikuti. Visi misi pelayan periode ini yakni
“Melayani Dengan Sungguh”. Ia menjadikan
aspek “Pelayanan” sebagai dasar iman.
Di masa Ketua Jemaat
Ketiga
Pendeta J. Lontoh lebih memberikan warna pada aspek
kepemimpinan di jemaat yang perlu menjadi bahan pembelajaran bagi generasi
pelayan berikutnya yakni sebagaimana dipesankannya seorang pemimpin pelayanan
haruslah selalu bermohon kepada Yesus Kristus akan tuntunan dan kekuatan.
Seorang pemimpin Kristiani ditekankannya harus rendah hati. Dalam mengahadapi
masalah dalam pelayanan para pelayan atau pemimpin kristiani itu harus
menjumpai para tokoh jemaat untuk bertukar fikiran dalam mencari pemecahan
masalah, serta menempatkan Yesus Kristus sebagai kepala gereja di tengah jemaat
Gunung Hermon.
Kepemimpinan Pendeta Ransun Palansalaeng,
STh sebagai Ketua Jemaat keempat, ia metetapkan Visi Misi pelayanan bagi jemaat di
atas bukit itu yakni: “Menjadikan Jemaat Yang Misioner”.
Ia selalu percaya bahwa doa adalah hal
yang utama yang harus dilakukkan jemaatnya dalam membangun jemaat yang
senantiasa terbelit konflik ini. Untuk itu ia meluncurkan program ibadah Senin
berdoa.
Banyak keberhasilan yang dicapainya
selang 6 tahun menjadi ketua jemaat. Program PBTK cukup berhasil dilaksanakan. Ia menggagas
pembangunan Gedung gereja baru dalam bentuk permanen. Di bidang sentralisasi, Jemaat
Gunung Hermon mendapat rangking ke 7 tingkat Sinode dalam sentralisasi jemaat.
Pada masa Ketua Jemaat kelima Pdt. Fonny Welmina Mamanuah, STh, selain memberi penekanan yang serius pada
pembangunan fisik, ia juga mengedepankan pembangunan iman dalam pelayanan.
Pertumbuhan iman jemaat kian baik terbukti dengan ucapan syukur dan perpuluhan serta
partisipasi jemaat lainnya untuk pelayanan terus meningkat hingga kini.
Guna mempertajam pembangunan iman, ia
menggagas sejumlah seminar bagi jemaatnya dengan tema-tema beragam yang menyentuh
kebutuhan jemaat seperti seminar tentang “Roh Kudus” dan “Keselamatan”, dengan
menghadirkan para pembicara dari Sinode GMIM. Ia juga mengadakan konven Pelsus
dan UPK. Belajar Alkitab bagi pemuda dan remaja.Mengubah pundi persembahan
dengan optimis dan keyakinan penuh dari 3 pundi menjadi 1 pundi. Dengan semua
kebijakannya itu RAP (Recana Anggaran Pendapatan) meningkat setiap tahun untuk
menopang pelayanan di jemaat yang dipimpinnya.
Tidak sedikit jumlah prestasi jemaat Gunung Hermon dalam
lomba tingkat Sinode dan wilayah. Berikut beberapa prestasi yang sempat dirangkum
Tim Penulis:
1.Juara
I pesta seni Remaja GMIM Bintang Vokalia Putra umur 12 – 14 tahun atas nama
“HENDRA KATILIK” tahun 2002.
2.Juara
I Karaoke Putri Festival seni Natal Remaja – Pemuda wilayah Manado Utara II
tahun 2001 atas nama NOVA MANURAT.
3.Juara
I sepak bola wanita, HUT RI tahun 2000.
4.Juara
I Karaoke kelurahan Tuminting tahun 2000.
5.Juara
I Lomba Tarian Anak Sekolah Minggu wilayah Manado Utara II.
6.Juara
I Lomba Bintang Vokalia kategori pemuda atas nama “MENTARI LAHENGKING” tahun
2010 sewilayah Manado Utara II.
7.Juara
I Lomba kwartet sewilayah Manado Utara II.
8.Juara
I lomba CCA Pemuda Remaja 2011 sewilayah Manado Utara II.
9.Juara
I Lomba Bintang Vokalia Putri Kategori pemuda tahun 2012 atas nama MENTARI
LAHENGKING.
10.Juara
I baca puisi putri atas nama Chika Nayoan tahun 2001.
11.Juara
II Lomba Administrasi wilayah Manado Utara II.
12.Juara
II CCA anak tahun 2011 wilayah Manado Utara II.
13.Juara
III CCCA anak tahun 2011 wilayah Manado utara II.
14.Juara
II Sepak bola pria kelurahan Tuminting
tahun 2000.
15.Juara
II Karaoke putra remaja – pemuda wilayah Manado utara II 2001 atas nama Hendra
Katilik.
16.Juara
II Bintang Vokalia Kategori bapak atas nama Deddy Wadja tahun 2012 wilayah
Manado Utara II
17.Juara
III Lomba administrasi wilayah Manado Utara II tahun 2012.
18.Juara
III Poco-Poco anak WiLAYAH Manado utara II.
19.Juara
III Bintang Vokalia anak 2010 atas nama Anggi Singal wilayah Manado Utara II.
20.Juara
III lomba volley ball putri wilayah Manado Utara II 2011.
21.Juara
III lomba poco-poco.
22.Juara
III Bintang Vocalia kategori Ibu 2 Juli 2010 atas nama HELPRICE.
23.Juara
III lomba trio wilayah Manado Utara III 2011.
24.Juara
III lomba bintang vocalia ketegori pemuda 2011.
25.Harapan
III lomba taman Paskah 2008.
26.Juara
III lomba taman Paskah 2013 Manado Utara II.
27.Juara
III Bintang Vocalia kategori Wanita Kaum Ibu tahun 2012.
28.Juara
I Koor Pelsus tahun 2012.
29.Juara
I Bintang Vocalia Pemuda tahun 2012.
30.Juara
II Bintang Vocalia kategori Pria Kaum bapa tahun 2012.
VII.1.3. Kongkritisasi
Sebuah evaluasi guna
kongkritisasi penelusuran sejarah Jemaat Gunung Hermon dapat dipilah dalam dua babakan penting yang saling lingkait yaitu:
Pertama, masa 4 tahun (1996-2000)
sebagai periode perintisan oleh jemaat Nazaret menuju berdirinya jemaat Gunung
Hermon yang otonom. Berawal pada 1996
masa pelayanan Pendeta Ny. D. Montolalu-Pelleng, STh selaku BPMJ Nazaret
Tuminting munculnya wacana pemekaran 4 kolom di Nazaret yakni: Kolom 16,17,18,19
untuk menjadi jemaat otonom. Pada 5
Februari 1996 dalam rapat sidi jemaat di gedung gereja Jemaat Nazaret mencuat usulan
kongkrit
lokasi tanah lahan Kanisah terletak di atas bukit kolom 19. Sebagian
Pelsus tidak menyetujui lokasi di atas bukit, mereka mengusulkan lahan tanah
terletak di lembah di sekitar jemaat kolom 16. Tanggal 21 April 1996 rapat sidi
jemaat di rumah keluarga Tamungku
Kalapis, buntu tidak membuahkan hasil karena kedua kubu mempertahankan usulan
masing-masing. Pada 10 Juli 1996 Sidang Pleno Majelis Jemaat Nazaret
Tuminting voting suara yang dimenangkan
oleh sebagian besar Pelsus yang menyetujui lokasi Kanisah di atas bukit di
kolom 19. Pdt. Ny. D. Montolalu- Peleng selaku Ketua Jemaat, dan Pnt. E.
V. Kapal selaku sekretaris Jemaat secara
resmi menanda tangani hasil Keputusan Sidang Pleno Majelis Jemaat Nazaret
Tuminting, tertanggal 10 Juli 1996, tegas menetapkan lokasi yang akan digunakan
sebagai lahan Kanisah di atas bukit Kolom 19. Pada 10 Juli 1996, Sym. Ny. Lutia Madelu sebagai
bendahara Jemaat Nasaret Tuminting waktu itu bersama Komisi Pembangunan
membayar tanah milik keluarga Wellem Rubai seluas 15 x 20 meter yang terletak
di atas bukit kolom 19 sebagai lokasi
bangunan Kanisah bagi 4 kolom yang telah disiapkan untuk dimekarkan. Pdt.
Agustinus Antou, STh tahun 1997 mengetuk
palu keputusan yang baru dimana lokasi Kanisah di pindahkan ke lokasi yang baru
di kolom 16. Pada 12 Juni 1997 Kanisah pertama di bukit kolom 19 berdiri. Pada
8 Desember 1997, Bagunan Kanisah pertama dirobohkan secara paksa dan persoalan
merebak ke rana hukum. Pada 6 Mei 1998 BP Sinode mencabut laporan aksi
perusakkan kanisah di bukit kolom 19. Pada
17 Februari 1999 BPMJ Nazaret
Tuminting menonaktikan pelayan khusus kolom 19 dan penempatan caretaker Pnt. A.
M. Tuwonaung sebagai Pelsus untuk melayani anggota jemaat kolom 19. Kolom 19 menjadi dua kelompok yakni kolom 19a
dan kolom 19b. Kolom 19a adalah kelompok yang tetap mendukung Pelsus lama, sedangkan
kolom 19b adalah mereka yang mendukung Pnt. A. M. Tuwonaung sebagai caretaker.
Pada 17 April 1999 kubu kolom 19a yang terdiri dari 32 Kepala Keluarga pun
menyepakati sebuah sikap untuk keluar dari jemaat Nazaret Tuminting. Tanggal 20
April 1999, 32 Kepala Keluarga di atas bukit meminta sebuah rekomendasi menjadi
jemaat mandiri. Mei 1999 eksodus ke Jemaat
Getsemani Sumompo. Kebijakan Sinode lewat Bandan Pimpinan Majelis Wilayah
(BPMW) Manado Utara II tentang penggabungan Para pendukung Kanisah di atas
bukit dengan pelayanan Jemaat GMIM Getsemani Sumompo. Akhir Mei 1999 hasil
sidang majelis jemaat Getsemani Sumompo menerima jemaat sebagian kolom 19 dan
sebagian kolom 18 menjadi kolom 14 jemaat Getsemani Sumompo. Pada 12 Juni 1999, Kanisah kedua di bangun di
atas bukit. Pada tanggal 30 Juni 1999, Sym. A. Adrian
pun melakukan penyetoran Uang Persembahan kolom 14 yang pertama kali ke Bendahara Jemaat
Getsemani Sumompo. Jemaat eksodus di kolom 14 pada Oktober 1999 dimekarkan
menjadi 2 kolom yakni menjadi kolom 14 dan kolom 15. Pada 12 Maret 2000, dua kolom jemaat eksodus
dari Nazaret ditetapkan dan diresmikan menjadi jemaat otonom dengan nama Jemaat
GMIM Gunung Hermon Tuminting.
Kedua,
periode urutan kepemimpinan Jemaat Gunung Hermon (2000-2013). Ketua Jemaat pertama Pnt.
Welly Areros terpilih sebagai ketua jemaat Gunung Hermon pada 20 Maret 2000. Kepemimpinan
Areros berhasil mendapatkan lahan pekuburan bagi jemaatnya yang baru berdiri. Pada
tgl 16 April 2001 beliau meninggal dunia. Pada tanggal 23 Februari 2001 Pdt. Agustina
E Talu, STh menjadi pejabat ketua jemaat kedua menggantikan Bpk Welly Areros. Ia
berhasil mengusahakan pengadaan air besih bagi jemaat yang terletak di atas
bukit itu. Pada bulan Juli 2002 Pdt. Kunia F Talu, STh pindah dari jemaat Gunung Hermon dan Pdt. J.J
Lontoh,STh menjadi PJS Ketua jemaat sekaligus sebagai Ketua jemaat ketiga sampai
Februari 2003. Setelah masa kepemimpinan Pendeta J.J. Lontoh, STh, pada tanggal
1 Maret 2003 Pendeta Ransun Palansalaeng, STh ditempatkan
di Jemaat Gunung Hermon sebagai Ketua Jemaat ke empat. ia bertugas kurang lebih
6 tahun hingga tahun 2009. Di masa kepemimpinanya Jemaat Gunung Hermon memulai
pembangunan gedung gereja permanen.
Setelah masa pelayanan Pendeta Ransun Palansalaeng, STh posisi Ketua
jemaat Gunung Hermon diisi oleh Pendeta Fonny Welmina Mamanuah, STh terhitung 1 Mei 2009. Ia
berhasil membangun Pastori yang
cukup megah dan akses jalan aspal di
bagian ujung dari sisi bukit yang bermula di tikungan jalan Dua Saudara.
VII.2. Sebuah Refleksi
Merefleksi
carut-marut persoalan di kurun awal
serta perkembangan dan kemajuan yang diraih di kurun berikutnya, kita melihat
dimana pada setiap kelokan sejarahnya, Tuhan senantiasa mempunyai rencana indah
menuju keesaan umatNya dan berdirinya gereja Gunung Hermon.
Kemelut
sekuat apa pun ternyata tak lebih dari sekadar jalan menuju indahnya pelayanan
lain yang lebih lebar dan menakjubkan. Dan dua jemaat kini telah berdiri kokoh
sebagai saksiNya baik bagi mereka yang di lembah, dan jemaatnya di puncak bukit
sana. Tak ada lagi kata salah benar atas peristiwa-peristiwa sebelumnya, sebab
semua konflik di masa lalu benar-benar telah membawa hikmah tersendiri bagi kenyataan saat ini dimana sebuah gereja
telah tumbuh di atas carut marut konflik itu.
Demikian sebenarnya akar dan sejarah perkembangan pelayanan Jemaat
Gunung Hermon beserta romantikanya dari kurun awal hingga kurun berikutnya.
Sebuah
pertanyaan mendasar yakni bagaimana dan penyesuaian apa yang dapat dilakukan
oleh gereja untuk bisa bertahan dan bertumbuh? Inilah pertanyaan menarik di bab
akhir dari penulisan Gunung Hermon, 17 Tahun Pelayanan: Sebuah Catatan Sejarah ini sebagai sebuah evaluasi.
Bila
kita bertanya dari mana cikal bakal Gunung Hermon di masa lalu, maka dari aspek
historis kita bisa sekaligus menjawab berasal dari pemekaran jemaat Nazaret
Tuminting dan dari pemekaran jemaat Getsemani Sumompo. Merefleksi
kelokan sejarah berdirinya jemaat Gunung Hermon ini disini kita diperhadapkan
dengan pemahaman dimana gereja sebagai hasil dari sebuah perubahan. Sebagai
hasil dari sebuah perubahan gereja memiliki sejarah dan terus berkembang
seiring perjalanan waktu. Ahli sejarah gereja Th. Van den End mengatakan
sejarah gereja adalah kisah tentang perkembangan-perkembangan dan perubahan
yang dialami oleh gereja selama di dunia ini. Yaitu kisah tentang pergumulan
antara Injil dengan bentuk-bentuk yang dipakai untuk mengabarkan Injil serta
pengorganisasiannya. End menganalogikan gereja sebagai sebuah pohon yang
awalnya merupakan sebuah tunas kecil, kemudian tumbuh dengan batang yang besar
dengan dahan, cabang dan ranting yang banyak, tidak sama ukurannya dan
bentuknya. Begitu pula halnya dengan gereja-gereja yang lahir dari jemaat
pertama yang berlainan: dalam hal tata gereja, tata kebaktian, dan ajaran
(teologinya). Tetapi semuanya itu berakar dalam tanah yang sama.” Sejak zaman pantekosta berlangsung,
gereja mengalami perubahan yang sangat pesat, baik dari segi jumlah
pengikutnya, tata caranya, organisasinya dan juga ajaran-ajarannya.
Dari
aspek teologi gereja dipandang berasal dari Kristus. Gereja adalah tubuh
Kristus di dunia. Gereja sebagai tubuh Kristus dalam perkembangannya, gereja
bukan hanya bertahan membangun dirinya dari dalam, juga mempertahankan dirinya
dari berbagai musuh yang secara sistematis berniat menghancurkan gereja
terutama dalam menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran
Alkitab. Fakta sejarah membuktikan, gereja mampu bertahan dari gejolak-gejolak
yang berlangsung secara internal. Setiap masa yang berbeda akan menghasilkan
tantangan dan persoalan yang berbeda pula.
Demikian
juga di abad ke 21, yang dicirikan sebagai sebuah masa dimana orang akan
semakin pragmatis, rasional dan empiris, gereja akan menghadapi tantangan
tersendiri yang menuntut respon gereja untuk mempersiapkan diri menghadapi
semua itu. Injil yang menjadi sentra pemberitaan gereja tentu akan banyak
mengalami gugatan dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan pendekatan
rasionalistik. Hal ini juga sekaligus merupakan tantangan bagi gereja untuk
semakin aktual dan mewujudkan perannya secara nyata, di tengah masyarakat
modern yang justru sedang bergerak ke arah sekular.
Dari perspektif ini, dapatlah dikatakan bahwa
gereja tidak dapat menghalangi tantangan atau sumber tantangan yang menghadang,
tetapi gereja dapat dan perlu mengambil sikap untuk menghadapi serta memberi
jawaban terhadap setiap tantangan yang ada.
Kesaksian-kesaksian di atas
merupakan sebuah kenyataan empiris betapa mencengangkan perkembangan jemaat
Gunung Hermon sejak masa mula-mula hingga masa-masa pelayanan saat ini.
Penyertaan dan kasih sayang Tuhan bagi umatNya senantiasa mengalir dan tak
berbatas. Tuhan telah mengutus para perintis dan para klerus untuk memenangkan
umatnya. Umat di kawasan bebukitan ini pun dimenangkan dalam Kristus melalui
hamba-hambaNya yang terutus dalam misi pelayanan mula-mula hingga pelayanan
gereja hari ini.
Pada
Bab sebelumnya juga kita dipertemukan dengan fragmentasi-fragmentasi dari
konflik organisatoris dan kepemimpinan dalam interen jemaat atau dalam tubuh
organisasi Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ), antar BPMJ dengan Badan Pekerja
Wilayah (BPW), dan Sinode telah menjadi tuas yang kuat dalam perputaran system
berorganisasi menuju jemaat dan gereja
yang dewasa mengarifi zaman.
Jemaat
dan jumlah kolom yang terus tumbuh seiring dimensi perkembangan kota dan
pertumbuhan penduduk, menjadi tantangan tersendiri dalam penyiapan rumah
peribadatan yang representatif, yang mencerminkan citra zaman di tengah kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang berat dan penuh pergumulan.
Tugas
dan panggilan gereja di jemaat ini pada
setiap kurun waktu dan kurun kepemimpinan tak saja menampilkan dinamika di
tengah usaha penjabaran dan pencapaian esensi religiusnya, tapi telah bergerak
pula ke padang-padang pengejawantahan esensi filantrofismenya. Dalam artian
gereja yang bertugas membangun hubungan mesra antara manusia dengan Tuhan, dan
relasi sosial antar manusia dengan manusia.
Dalam
serentetan kurun waktu terlihat bagaimana formulasi policy yang berpadu dengan
sikap kerendahan hati yang sejati yang dipancarkan gereja dan jemaat yang terus tumbuh dan
bersimpuh di hadapan Allah dan membiarkan dengan sabar perkembangan demi
perkembangan diayomi oleh FirmanNya dalam keyakinan bahwa ia dapat membimbing
gereja dan jemaat ke suatu kesadaran bersama yang kokoh.
VII.3. Harapan dan Tantangan ke Depan
Menarik mencermati hasil
SWOT analis dalam strategi pelayan Jemaat Gunung Hermon periode pelayanan 2010
s/d 2013 yang terpapar pada Bab VI. Dari sisi ancaman (Threats), jemaat Gunung
Hermon, seperti juga jemaat-jemaat GMIM lainnya diperhadapkan dengan sejumlah
persoalan global yang menjadi ciri khas pergumulan gereja di abad 21
diantaranya: Pertama, dosa dan kuasa jahat (ancaman yang bersifat abstrak),
Kedua, gerakan dan kelompok-kelompok parachurch yang tidak sehat. Ketiga, pengaruh
eksternal dan internal dan pluralisme baik dalam tataran pemahaman (Mis: Semua agama sama) maupun pada tataran
praksis (berpindah gereja). Keempat, dampak negatif budaya modern dan post
modern yang menggiring pola pikir dan prilaku yang tidak Alkitabiah seperti:
Hedonisme, individualisme, materialisme, okultisme, dan penyangkalan terhadap
realitas kebenaran mutlak dan universal. Kelima, lemahnya pemahaman terhadap
ajaran-ajaran gereja. Keenam, budaya free sex: Seks di luar nikah, selingkuh,
seks bebas remaja, komersialisasi seks. Ketujuh, kemiskinan dan pengangguran.
Menghadapi persoalan di atas
maka gereja kedepan dituntut untuk bisa memposisikan diri dalam beberapa hal
diantaranya melahirkan kepemimpinan Kristen yang unggul. Visi kepemimpinan GMIM saat ini menempatkan kepemimpinan gereja
sebagai kepemimpinan yang secara sungguh-sungguh masuk ke dalam
pergumulan jemaat-jemaat dan merasakan apa yang dirasakan jemaat, mendukung upaya-upaya
perjuangan hidup anggota jemaat dan memberikan motivasi hingga menculnya semangat dalam menjalani
kehidupan yang serba berat itu.
Pemimpin Kristen
melaksanakan tanggung jawab kepemimpinannya sedemikian rupa sebagai “garam dan
terang” dunia yang dapat menggarami dan menerangi dunia dengan pengaruh serta
nilai positif sebagai pertanggungjawaban iman kepada Allah yang menempatkan
warga jemaat ke dalam dunia sebagai komunitas iman.
Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa oleh rahmat Allah, kepemimpinan Kristen dapat mengungguli
tantangan di abad 21 ini dengan membawa pengaruh positif, karena didasarkan
atas kebenaran: Pertama, pemimpin Kristen terpanggil oleh Allah dengan
integritas kepemimpinan yang lengkap untuk memimpin. Kedua, pemimpin Kristen diteguhkan
oleh Allah dengan kapasitas kepemimpinan yang tangguh untuk memimpin. Ketiga,
pemimpin Kristen dijamin oleh Allah dengan kapabilitas kepemimpinan yang penuh
untuk memimpin.
Panggilan Allah kepada
seseorang untuk menjadi pemimpin adalah bersifat mutlak (Yohanes 3:27), bahwa
panggilan Allah merupakan dasar kepemimpinan seorang pemimpin. Karena Allah
memanggil, maka mereka yang terpanggil menemukan diri mereka terpanggil pada
tugas kepemimpinan. Panggilan Allah ini adalah panggilan khusus, Ia oleh rahmat-Nya
memanggil seseorang menjadi pemimpin, yang diawali dengan panggilan. (Yohanes
15:16; 10:28, 29; Roma 12:8; Efesus 4:11-16; Keluaran 18:17-21; dan Kisah Para
Rasul 6:1-7).
Panggilan
untuk masuk dalam karya penyelamatan Allah memberi dasar bagi integritas dan
kredibilitas diri seorang pemimpin. Dengan integritas dan kredibilitas yang
tinggi, maka hidup rohani, etis, dan moral pemimpin akan menunjukkan karakter
yang agung. Ia dapat disebut sebagai figur yang memimpin seperti Kristus —
seorang pemimpin yang memiliki kehidupan yang menempatkan Kristus sebagai pusat
dan di atas segala-galanya seperti yang telah disinggung di atas, yaitu
pemimpin yang memahami hakikat dan tanggung jawabnya sebagai landasan untuk
berkiprah dalam kepemimpinan Kristen.
Tantangan diseputar dogma
dan ajaran serta perkembangan teologia abad 21 perlu pula mendapatkan cermatan
tersendiri mengingat kian pesatnya perkembangan berbagai denominasi gereja yang
dengan sendirinya memberikan dampak pada pelayanan.
Abad
21 adalah salah satu abad yang menantang pemikiran manusia terutama dalam
memahami dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Teknologi
seolah-olah telah menjadi jawaban bagi semua kebutuhan manusia modern. Ruang
dan waktu tidak lagi menjadi batasan antar manusia untuk saling membangun
hubungan. Informasi bergerak dengan cepat melalui sambungan internet. Dunia
yang semula tersekat oleh politik, budaya dan batas teritorial berubah menjadi
global dan menyatu dalam gerak dinamis teknologi yang semakin merasuk di dalam
segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan tersebut memperlihatkan tanggap
positif di satu sisi selama teknologi itu digunakan untuk mempermudah kehidupan
manusia. Tetapi tanggap negatif akan muncul manakala semua kemajuan tersebut,
ternyata berbalik menjadikan manusia sebagai objeknya, tersandera oleh hasil
pikirannya sendiri melalui sejumlah produk teknologi dan justru mereduksi makna
Allah yang transenden.
Salah
satu contohnya adalah, kecenderungan manusia untuk semakin berpikir praktis
(pragmatisme), berorientasi pada pengetahuan atau akalnya (rasionalisme) dan
meringkas berbagai kerumitan. Orientasi manusia berubah karena mengarah pada
hal-hal yang bisa dibuktikan, melibatkan pengalaman dan hasil pengamatan yang
otentik (empirisme). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dua aliran filsafat
yang pernah muncul di abad pertengahan (rasionalisme dan empirisme) dan satu
aliran filsafat abad sembilan belas (pragmatisme), seolah kembali mendapat
tempat di dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Inilah yang kelak
membentuk kecenderungan baru teologi abad ke-21 yang berusaha menyingkirkan
Tuhan dari panggung aktifitas manusia dan membawa pengaruh signifikan bagi
pembentukan serta perkembangan teologi abad ke-21.
Perkembangan
teologi Kristen di dekade awal abad 21. Sesuatu yang menguat akan mengarah pada
sebuah kecenderungan. Jika kecenderungan manusia abad 21 mengarah pada kekuatan
pikirannya, pengalamannya dan hal-hal yang praktis di dalam hidupnya, maka
paling tidak hal itu akan mempengaruhi cara pandang mereka dan rancang bangun
teologis yang mereka buat.
Paling
tidak ada dua hal yang perlu dilakukan gereja dalam menanggapi perubahan masa
kini. Pertama penyesuaian strategis, untuk merubah apa yang dipandang perlu
dalam hal ajaran, tata cara, organisasi dan strategi pemberitaan Injil; dan
kedua, penyesuaian yang bersifat konsolidatif, sebuah usaha untuk merapatkan
barisan dan memperkokoh ajaran gereja (Injil) di tengah situasi dan alam
pikiran manusia yang secara tegas menarik batas antara hal-hal dunia dengan
hal-hal rohani yang dianggap abstrak dan tidak nalar. Untuk hal yang kedua ini,
gereja perlu membangun kembali satu teologi yang benar-benar berdiri atas
kebenaran firman.
Dengan
melihat kecenderungan di atas, bagaimana sebaiknya gereja membangun suatu
rancang bangun teologi di tengah berbagai tantangan dan derasnya konsekuensi
akibat kemajuan zaman di abad ke-21.
Jawabannya,
gereja perlu membangun kembali teologi Kristen abad ke-21 yang memberikan jalan
keluar terhadap berbagai perkembangan
dan kemajuan di dalam penelitian Alkitab. Dalam hal ini, gereja tidak perlu
takut goncang ataupun terintimidasi. Fakta sejarah selalu membuktikan bahwa
Allah ikut membela gereja-Nya dan itulah yang akhirnya membuat gereja bisa
bertahan di sepanjang sejarah yang penuh dengan pergolakan. Jika pada masa-masa
sebelumnya pernah terjadi usaha para bapa Apologetik membela imannya, maka
tantangan kontroversial yang mengguncang iman Kristen di abad ke-21 ini hanya
dapat dihadapi dengan kontruksi ajaran yang benar dan usaha untuk tetap berdiri
di atas ajaran itu.
Sebagai
Gereja di aras pelayanan perkotaan
Jemaat Gunung Hermon menghadapi
masalah-masalah heterogenitas seperti: Masalah-masalah sosial; moral; tindak
kekerasan; pola baru dalam bekerja; persoalan-persoalan ekonomi; masalah
keluarga; membesarkan anak; stress dan depresi; masalah-masalah politik;
hubungan lintas agama; ledakan penduduk dan heterogenitas masyarakat. Di
sinilah para pemimpin Gereja harus dapat memberi jawab akan persoalan -
persoalan tersebut, sehingga kehadiran gereja masih dianggap relevan dan
merupakan kebutuhan.
Gereja-gereja yang statis dan tidak bergerak
mulai ditinggalkan dengan alasan bahwa gereja yang bersangkutan tidak dapat
memberi jawab atas persoalan-
persoalan hidup yang dihadapi. Bahkan saat ini ada gejala gereja yang dianggap
statis mulai ditinggalkan karena anggotanya berpindah kepada gereja yang dianggap mampu membawanya kepada pertumbuhan rohani.
persoalan hidup yang dihadapi. Bahkan saat ini ada gejala gereja yang dianggap
statis mulai ditinggalkan karena anggotanya berpindah kepada gereja yang dianggap mampu membawanya kepada pertumbuhan rohani.
Dinamika kehidupan masyarakat kota yang
kompleks pada akhirnya juga menimbulkan tantangan pelayanan yang kompleks bagi
gereja. Sebagaimana telah diketahui bahwa masyarakat kota terbentuk
melalui arus urbanisasi yang mana urbanisasi itu sendiri adalah masalah yang
cukup serius. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan
kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa
didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat
penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan tentu akan menimbulkan
masalah-masalah yang pelik di kemudian hari. Dan masalah-masalah itu pada
gilirannya menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi gereja yang melayani
masyarakat perkotaan.
Persoalan-persoalan
kehidupan berjemaat itu secara impresif mulai terlihat juga di jemaat Gunung
Hermon. Peran para pelayan khusus penting artinya dan harus senantiasa menekankan aspek pendalaman
teologi yang benar, hingga dalam melayani jemaat kita bisa dan mampu menjawab
dan mampu memberi pencerahan atas pergumulan yang dihadapi angota-anggota
jemaat kita itu.
Tentang
beberapa kasus perpindahan anggota jemaat GMIM ke denominasi lain lebih dipengaruhi oleh kelemahan para pelayan
kita dalam menghadapi serangan-serangan dari aspek teologis oleh denominasi
lain sehingga anggota jemaat kita terpengaruh dan melakukan aksi lompat pagar
itu.
Gereja
ada dengan maksud untuk menghadirkan ‘shalom’ ke dalam dunia. Kata
‘shalom’ mencakup tiga ide: “Untuk
membuat sesuatu menjadi lengkap, atau untuk membuat sesuatu menjadi menyeluruh.
Arti dasar shalom adalah kesejahteraan material dan jasmani. Shalom adalah
sebuah konsep sosial yang lebih melihat kemakmuran untuk kelompok daripada
untuk individu atau yang melihat kesejahteraan
sebuah komunitas atau sebuah bangsa lebih utama daripada seseorang.
Beberapa ayat yang menggarmbarkan shalom: a. Shalom dalam hubungan (Ul.
6:5); b. Shalom dalam keluarga (Kej. 2:24); c. Shalom dalam komunitas (Kel. 20:12-17).
Beberapa ayat yang menggarmbarkan shalom: a. Shalom dalam hubungan (Ul.
6:5); b. Shalom dalam keluarga (Kej. 2:24); c. Shalom dalam komunitas (Kel. 20:12-17).
Karena
itu, tantangan yang begitu hebat di tengah-tengah masyarakat perkotaan justru
adalah juga sekaligus peluang bagi gereja untuk menghadirkan shalom bagi
masyarakat perkotaan. Gereja tidak cukup hanya menggeluti upaya-upaya
pelayanan yang bersifat ke dalam. Gereja juga perlu melihat ke luar dan
di tengah-tengah tantangan yang besar di perkotaan kita.
Kendati
demikian, Gereja akan terus bertumbuh dan memberi dampak pada masyarakat karena
di dalam dirinya sendiri ada kehadiran dan intervensi Allah, gereja mempunyai
potensi untuk bertumbuh yang diistilahkan dengan “pertumbuhan gereja
alamiah”. Gereja mempunyai potensi untuk bertumbuh dengan sendirinya,
karena Allah-lah yang memberi pertumbuhan (1 Kor. 3:7). Potensi untuk
bertumbuh dengan sendirinya ini dapat kita lihat dan pelajari juga dalam
organisme yang lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai upaya yang
diberikan Allah untuk mempertahankan kelangsungan hidup
Istilah “potensi pertumbuhan dengan sendirinya
yang bersumber dari Allah”
berada pada inti dari definisi kita mengenai “pertumbuhan gereja yang
alamiah”. Konsep alkitabiah di balik istilah ini digambarkan paling baik dengan
firman Allah dalam Markus 4:26-29: Lalu kata Yesus:
berada pada inti dari definisi kita mengenai “pertumbuhan gereja yang
alamiah”. Konsep alkitabiah di balik istilah ini digambarkan paling baik dengan
firman Allah dalam Markus 4:26-29: Lalu kata Yesus:
“Beginilah hal kerajaan Allah itu: seumpama orang yang
menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia
bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana
terjadinya tidak diketahui orang itu.
Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak,orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudahtiba.”
Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak,orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudahtiba.”
Istilah
yang digunakan dalam bahasa Yunani adalah automate – secara
harafiah diterjemahkan sebagai “dengan sendirinya.” Jadi kutipan dari Markus
ini secara eksplisit berbicara tentang “potensi pertumbuhan ‘dengan sendirinya !”
harafiah diterjemahkan sebagai “dengan sendirinya.” Jadi kutipan dari Markus
ini secara eksplisit berbicara tentang “potensi pertumbuhan ‘dengan sendirinya !”
Dalam
konteks perumpamaan tersebut, kata ini hanya berarti “dikerjakan oleh
Allah Sendiri.” Dalam menerapkan ide ini pada kehidupan jemaat, terlihat
bahwa pertumbuhan tertentu kelihatannya terjadi “dengan sendirinya,” atau
“secara otomatis.” Akan tetapi, orang Kristen tahu – walaupun tidak dapat
dibuktikan secara nyata – bahwa buah yang kelihatannya bertumbuh dengan
sendirinya sebenarnya adalah pekerjaan Allah.” Campur tangan Allah membuat gereja dapat memberi dampak pada kotanya.
Allah Sendiri.” Dalam menerapkan ide ini pada kehidupan jemaat, terlihat
bahwa pertumbuhan tertentu kelihatannya terjadi “dengan sendirinya,” atau
“secara otomatis.” Akan tetapi, orang Kristen tahu – walaupun tidak dapat
dibuktikan secara nyata – bahwa buah yang kelihatannya bertumbuh dengan
sendirinya sebenarnya adalah pekerjaan Allah.” Campur tangan Allah membuat gereja dapat memberi dampak pada kotanya.
Semua
itu menunjukkan bahwa gereja tidak cukup hanya memperhatikan pelayanan yang
bersifat ke dalam tetapi juga ikut mengusahakan kesejahteraan masyarakat
melalui pelayanan yang bersifat holistik.
Gereja
yang melayani masyarakat perkotaan seyogyanya adalah gereja yang mempunyai
pelayanan yang menyangkut banyak aspek (holistik) yang dapat menjawab
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat perkotaan.
Artinya, ruang lingkup pelayanan gereja yang melayani masyarakat perkotaan
haruslah seluas dinamika dan persoalan yang dirasakan oleh masyarakat perkotaan
itu sendiri. Dan jika gereja hendak memberi dampak kepada masyarakat perkotaan
maka gereja tidak cukup hanya menyelenggarakan ibadah, gereja juga harus
berperan aktif dan kreatif untuk turut mewarnai hidup masyarakat agar dapat
terjadi pembaharuan. Untuk itu pelayanan gereja pada masyarakat perkotaan harus
menyentuh masalah-masalah: (1) ketimpangan sosial, (2) pendidikan, (3) keluarga
(4) moral, (5) stress dan depresi (6) penggunaan narkotika (7) pemberdayaan
ekonomi (8) politik dan pemerintahan, dan dalam pelayanan tersebut gereja di
perkotaan dituntut untuk juga memanfaatkan media informasi dan tekonologi
seluas-luasnya.
VII.4.
Rekomendasi HUT
1. Hanya oleh karena kasih
karunia Allah dalam Yesus Kristus Tuhan dan penyertaan Roh Kudus maka Jemaat
Gunung Hermon Tuminting sebagai
sebuah aras pelayanan GMIM telah melewati kelokan sejarah yang indah dalam masa
17 tahun pelayanan (1996-2013).
2. Hal itu berlangsung sejak
masa perintisan jemaat, penetapan peresmian Jemaat Gunung Hermon Tuminting
sebagai sebuah jemaat otonom pada 12 Maret 2000 berdasarkan Surat Keputusan Badan Pekerja
Sinode GMIM tgl 12 No. 191, dan kurun kepemimpinan 5 ketua jemaat.
3. Dengan memperhatikan
dokumen penting menyangkut penetapan Jemaat Gunung Hermon Tuminting sebagai
jemaat otonom, maka Penulis dan TIM Penyusun Buku Sejarah Jemaat Gunung Hermon I
menyepakati dan merekomendasi penetapan Hari Ulang Tahun (HUT) Jemaat Gunung
Hermon Tuminting yakni pada tanggal 12 (Dua Belas) bulan 3 (Maret), yang
dimulai pada 12 Maret 2000.
4. Kiranya Badan Pekerja
Majelis Jemaat Gunung Hermon dapat memperhatikan usulan ini untuk dibicarakan
dan ditetapkan dalam Sidang Majelis Jemaat hingga menjadi ketetapan yang sah.
31.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
BRILMAN D, “ZENDING DI KEPULAUAN
SANGI TALAUD”, BPS GMIST -1986
2.
GRAAFLAND N, “MINAHASA NEGERI, RAKYAT
dan BUDAYANYA”, Pustaka Utama Grafiti – 1991
3.
FREIRE PAULO, “PENDIDIKAN KAUM
TERTINDAS”, LP3S -1972
4.
NARANDE SEM, “VALDU LA PASKAH”, Buku
I, Nahum B. Tawaang – 1980
5.
NARANDE SEM, “VALDU LA PASKAH”, Buku
II, Nahum B. Tawaang – 1980
6.
ICE THOMAS & PRICE RANDAL,
“PEMBANGUNAN KEMBALI BAIT ALLAH”, John F. Walvoord
7.
DUCHROW ULRICH, “MENGUBAH KAPITALISME
DUNIA”, PT. BPK Gunung Mulia
8.
S.J. PIERIS ALOYSIUS, “BERTEOLOGI
DALAM KONTEKS ASIA”, Kanisius -1996
9.
ABAS TRIUS DRS, “SEJARAH TALAUD”,
(Makalah) – 1999
10.
ENKLAAR L.H. Dr. & BERHOF H. Dr, “SEJARAH
GEREJA”, PT. BPK Gunung Mulia – 1997
11.
NGELOW J. ZAKARIA Dr, “KRISTEN DAN
NASIONALISME”, PT. BPK Gunung Mulia -1994
12.
END Th. VAN DEN, “HARTA DALAM BEJANA”, PT. BPK
Gunung Mulia – 1997
13.
HADIWIJOYO H. Dr, “IMAN KRISTEN”, PT. BPK Gunung
Mulia – 1984
14.
MULER E. RONAL & BARNET J. RICHARD, “
MENJANGKAU DUNIA”, LP3ES -1984
15.
TINUNGKI IVERDIXON, “AKU LAUT, AKU OMBAK” Jogyakarta Kutup – 2009
16.
KOENTJARANINGGRAT, “METODE-METODE PENELITIAN
MASYARAKAT” PT. GRAMEDIA JAKARTA - 1977
17.
SEJARAH MANADO, Dokumentasi Humas Pemda Manado
18.
BUKU REGISTER S.K. Dokumentasi Sinode GMIM
19.
BUKU REGISTER SIDI, Jemaat GMIM Bethanie
Singkil Sindulang
20.
TINUNGKI IVERDIXON Dkk, “NASARET, SEJARAH
JEMAAT TUMINTING”, BPMJ GMIMNazaret
Tuminting – 1999
21.
Dr. Sonny Eli Zaluchu, M.A, M.Th “Reposisi Gereja dalam Perkembangan Teologi
Abad 21 (artikel).
22.
TUNGGUL ISAI, Ringkasan Sejarah
23.
GUNUNG HERMON, Ringkasan Sejarah
24.
GETSEMANI SUMOMPO, Ringkasan Sejarah
25.
FIRDAUS MAYONDI, Ringkasan Sejarah
26.
WIKIPEDIA.COM “ TENTANG GMIM”
27.
U-BLOG.COM “MANADO MASA LALU”
28. GMIM, ”TATA GEREJA 2007”, BPS GMIM – 2007
29. STOTT JOHN, “ISU-ISU GLOBAL MENANTANG KEPEMIMPINAN KRISTIANI”, Yayasan Komunikasi Binakasih/OMF – 1996
30. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Alkitab -1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar