Oleh: Iverdixon Tinungki
Setelah usai masa
kepemimpinan Pendeta J Lontoh, STh, BPMW Manado Utara II dipimpin Pendeta Ny. Rais - Tumiir, STh (Emiritus). Ia
mengemban tugasnya sejak 2005 hingga 2009. Dalam kurun 4 tahun kepemimpinannya,
jemaat-jemaat di aras Wilayah Manado Utara II berkembang menjadi 15 jemaat. Mempertimbangkan
teritorial pelayanan yang terbilang luas itu maka pada tanggal 21 Desember 2008 Wilayah Manado
Utara II kembali di mekarkan menjadi 2 wilayah yaitu Wilayah Manado Utara II
dan Wilayah MaPaTu (Manado, Pandu, Tumpa). Jemaat yang ada di Buha, Bengkol dan
Pandu menjadi wilayah Mapatu. Sementara teritorial Wilayah Manado Utara II
kembali mengempis menjadi 7 jemaat.
Saat
ditemui di Jemaat Victory Kairagi pada Rabu, 7 Juni 2012 jam 14.00 – 16.00 Wita Pendeta Ny. Rais – Tumiir mengakatakan
hal yang paling sulit dihadapinya saat menjadi Ketua BPMW Manado Utara II
adalah ketika mengupayakan pengesahan berdirinya Jemaat Ararat Sumompo yang
memisahkan diri dari pelayanan Jemaat Bukit Zaitun Sumompo yang ditolak oleh
BPS GMIM. Sebagai jalan keluar waktu itu maka ketika terjadi pemekaran Wilayah
MaPaTu maka Jemaat Ararat di serahkan ke Wilayah tersebut hingga dapat disahkan sebagai jemaat yang
mandiri. Masalah pelik lainnya adalah persoalan keretakan antar Pelsus dan
kepemimpinan BPMJ di Jemaat Tunggul Isai pada masa kepemimpinan Pendeta H. C.
Manitik, STh yang berujung pada pecahnya jemaat tersebut dalam dua blok
pelayanan.
Dikurun
kepemimpinan Pendeta Ny. Rais – Tumiir
terjadi 2 kali pergantian posisi Sekretaris BPMW. Pertama, posisi
sekretaris BPMW dipegang oleh Pnt. Tombeng dari Jemaat Kharisma Buha. Tapi saat
Jemaat Kharisma Buha masuk dalam wilayah pemekaran ke MaPaTu, maka posisi
Sekretaris BPMW dipegang oleh Pendeta J.
Wokas, STh dari Jemaat Nazaret Tuminting.
Sisi-sisi
menarik di era kepemimpinanya yakni diadakannya lomba administrasi
Jemaat-jemaat. Dengan Lomba tersebut, hampir seluruh administrasi jemaat se
Wilayah Manado Utara II menjadi baik. Selain itu dimulainya kalender tahunan
Lomba Taman Paskah. Ketika itu aspek sentralisasi jemaat sangat lancar.
Sementara
Pendeta Julian V. Wokas, STh, mantan Sekretaris BPMW
ketika itu saat di wawancarai pada 26 Juni 2012 di Pantori Jemaat Kalvari Parigi
Tujuh Manado Jam 10.00 – 12.00 Wita menyampaikan kesannya di era kepemimpinan
Pdt. Rais-Tumiir, STh dimana terjadi
devisit kas. Masalah itu terjadi kata Wokas saat pemekaran wilayah MaPaTu.
Makah hal yang perlu dipacu ketika itu adalah kembali meningkatkan kas Wilayah
guna peningkatan kemajuan pelayanan di aras Wilayah Manado Utara II.
Badai
Manitik di Tunggul Isai
Setahun pasca peresmian
Jemaat Tunggul Isai (2005), Pendeta G.
Rais Tumiir, STh masuk mengisi posisi kepemimpinan Badan Pekerja Majelis
Wilayah, sebagai Ketua BPMW Ketujuh. Ketika
itu, badai persoalan telah menyaput kehidupan jemaat Tunggul Isai yang menuntut
perhatian serius BPMW. Lantas bagaimanakah BPMW menyikapi persoalan tersebut?
Langka apa yang harus ditempu untuk mengatasi persoalan yang mengguncang
kehidupan jemaat itu?
Akar
konflik di Tunggul Isai sebenarnya telah bermula saat pemilihan perangkat
pelayanan menjelang jemaat tersebut dimekakarkan. Ada nuansa ketidakpuasan disementara
kalangan, atas komposisi pelayanan jemaat yang terpilih ketika itu. Sedang di
lain pihak ada yang merasa punya jasa lebih besar dalam mengupayakan pemekaran
jemaat tapi tidak terakumulasi dengan baik dalam posisi perangkat pelayanan. Jemaat mulai pecah dalam dua blok
keterpengaruhan kelompok kepentingan yang puas dan tidak puas. Persoalan kian
meruncing saat BPMW yang diketuai Pendeta J Lontoh, STh, terkesan memaksakan
penempatan Pendeta H. C. Manitik, STh menjadi Ketua BPMJ Tunggul Isai saat
jemaat tersebut diresmikan menjadi jemaat otonom. Padahal pihak tertentu dalam BPMJ
ketika itu meminta waktu 2 tahun setelah pemekaran, baru dilakukan penempatan
tenaga pendeta dengan alasan jemaat akan membangun dulu pastori sebagai rumah
pendeta serta keadaan kas jemaat belum mampu membiayai kesejahteraan
pendeta. Tapi di lain sisi wilayah
terkesan ngotot dengan kebijakan penempatan pendeta hingga terjadi tumpang
tindi Surat Keputusan dimana SK penempatan Pendeta H. C. Manitik, STh pada
tanggal 15 Desember 2004, sementara peresmian Jemaat Tunggul Isai SK-nya
tanggal 19 Desember 2004. Artinya, pendeta sudah ada sebelum jemaat resmi ada. Wilayah
juga menyanggupi penanganan kesejahteraan pendeta lewat kas wilayah, tapi
kemudian hal tersebut diingkari pihak wilayah. Keadaan ini sontak menimbulkan
reaksi yang cukup keras di jemaat Tunggul isai, hingga masa kedatangan pendeta G.
Rais Tumiir, STh selaku ketua wilayah pada 2005.
Roda pelayanan dan
ketatalayanan berjalan lambat.
Pembangunan gedung gereja permanen yang sudah dipacu sebelum masa pemekaran
stagnan akibat personil Panitia Pembangunan ikut pecah dan terhisap dalam
kepentingan konflik blok. Kemelut di kolom 1 dan 5 diseputar perbedaan prinsip
dalam penerapan pelayanan antara Penatua dan Syamas merebak menjadi kemelut
yang tak mampu diselesaikan oleh Pendeta H. C. Manitik, STh selaku Ketua BPMJ.
Sentralisasi ke wilayah dan sinode tidak jalan dan tidak dilunasi. Isu-isu
penyimpangan keuangan jemaat merebak dan menjadi topik yang dihangat-hangatkan untuk
memukul kewibawaan kepemimpinan BPMJ. Perbedaan pendapat dalam sidang Majelis
Jemaat kian tajam. Semua kelemahan dalam penanganan organisasi jemaat itu akhirnya
meledak dan kian mengkristal menjadi kelompok-kelompok yang berseteru. Arogansi
kepemimpinan dan tindak anarkhisme pun mewarnai kehidupan berjemaat termasuk
dalam arena sidang-sidang Majelis Jemaat. Bahkan pada saat sidang pleno
Majelis, ada orang-orang mabuk masuk mengacaukan sidang. Mereka sesungguhnya
orang-orang lugu yang telah bosan dengan aroma pertengkaran di dalam
kepemimpinan jemaat yang tak berkesudahan. Aksi mereka itu merupakan ekspresi
meminta terciptanya perdamaian. Karena tidak bisa dilakukan dalam keadaan
biasa, maka mereka memilih mabuk dulu baru melakukan aksi. Keutuhan jemaat
Tunggul Isai benar-benar sobek dikurun ini.
Guna mencari solusi atas
masalah di Tunggul Isai Pendeta G. Rais
Tumiir, STh selaku Ketua BPMW pada September 2006 mengundang para Pelsus dan
Pendeta dalam sebuah percakapan. Pertemuan tersebut menghasilkan ketetapan
dimana mekanisme pengelolaan keuangan jemaat Tunggul Isai harus disesuaikan
dengan Tata Gereja dimana seluruh keuangan jemaat harus disetor ke bendahara
jemaat. Namun keputusan bersama tersebut ternyata kembali dilanggar. Sebagian
besar Pelsus tidak menyetor keuangan ke bendahara jemaat. Bahkan Pendeta H.C.
Manitik, STh selaku Ketua BPMJ, menurut buku sejarah Jemaat Tunggul Isai
disebut, tanpa persetujuan sidang Pleno Majelis memberhentikan Bendahara Jemaat
dan mengambil alih keuangan jemaat. Sentimen-sentimen antar pribadi pun ikut
masuk dalam system pelayanan dan ketatalayanan meruncingkan persoalan.
Konflik pun terus memuncak.
Pada Januari 2007 para Pelsus dari satu blok mendatangi Badan Pimpinan Sinode
(BPS) GMIM meminta agar Pendeta H.C.
Manitik, STh dimutasikan ke jemaat lain. Sementara di jemaat, kedua kelompok
saling mengancam, saling mengadu mempertahankan kebenaran masing-masing. Satu
kelompok terkesan dipimpin Pendeta H. C. Manitik, STh. Kelompok lainnya di
pimpin beberapa Pelsus. Usaha-usaha mediasi yang dilakukan BPMW yang dipimpin
Pendeta G. Rais Tumiir, STh dan Sinode
gagal berkali-kali dalam mendamaikan Tunggul Isai. Peribadatan Minggu pun
terganggu dan pecah menjadi Ibadah Pagi untuk kelompok pendeta, dan Ibadah
malam untuk kelompok lawannya pendeta.
Dalam
pelaksanaan ibadah kelompok Pagi dan kelompok Malam pun terjadi aksi kunci mengunci gereja
sehingga terjadi aksi rusak-merusak kunci gereja antar kedua kelompok. Keadaan
tersebut berlangsung selama 8 bulan.
Pada
1 September 2007, untuk menyudahi kebuntuan di tunggul Isai, Sinode dan Wilayah
menempatkan Pendeta Ny. Esther D.E. Karinda, STh selaku ketua BPMJ. Sementara
Pendeta H. C. Manitik dimutasikan ke jemaat Wusa Wilayah Mapanget.
Ternyata
kebijakan Sinode dan Wilayah itu tak berjalan mulus karena di jemaat Tunggul
Isai terkesan ada perlawanan terhadap kebijakan mutasi tersebut oleh kelompok Pendeta
H.C. Manitik, STh.
Mempertimbangkan
situasi di Tunggul Isai telah mengarah pada pelecehan kewibawaan Ketua BPS
GMIM, maka BPS Sinode membebastugaskan Pendeta H. C. Manitik, STh dari Jemaat
Tunggul Isai dan menariknya menjadi staf pelayanan umum di Kantor Sinode GMIM.
Mencermati
kronik persoalan di atas, muncul pertanyaan, benarkah Pendeta H. C. Manitik,
STh merupakan titik sentral kekisruhan di jemaat tersebut? Mantan Sekreatris
Komisi Pria Kaum Bapa Jemaat Tunggul Isai Jerry Manginsihi mengatakan konflik
itu sudah ada sebelum Pendeta H. C. Manitik, STh ditempatkan di Tunggul Isai.
Dua blok kepentingan sudah tercipta jauh sebelum kedatangan pendeta karena ada
pihak pihak yang terlalu merasa punya jasa besar dalam mendirikan Jemaat
Tunggul Isai. Akumulasi persoalan katanya kian tajam pada saat pemilihan
perangkat pelayanan menjelang pemekaran jemaat, karena ketidak puasaan atas
hasil pemilihan. Praktik politik praktis tampak kian kuat meniup api persoalan
hingga jemaat kian retak. Jadi ungkap Manginsihi, adalah tidak benar kalau
Pendeta H.C. Manitik menjadi pokok persoalan yang memecahkan jemaat tersebut
ketika itu. Hanya saja kata dia, kelemahan Pendeta H. C. Manitik, STh saat itu
adalah tidak mampu berdiri netral untuk menyelesaikan persoalan. Malahan ia
terhisap ke dalam suatu blok kepentingan hingga terkesan pendeta menjadi
pemimpin satu blok. Tentang pemberhentian bendahara jemaat menurut Manginsihi
disebabkan oleh ketidak aktifan bendahara dalam setiap peribadatan. Namun menurut Manginsihi, persoalan tersebut kini
hendeknya dipandang sebagai catatan-catatan indah menuju jemaat Tunggul Isai
yang dewasa. Sebab perdamaian selalu berada di ujung pertengkaran.
Pemekaran
Wilayah Mapatu
Laju pertumbuhan
jemaat-jemaat baru di aras pelayanan Wilayah Manado Utara II terbilang sangat
signifikan. Hanya dalam kurun 10 tahun (1982-1992) sejak masa pemekaran dari
Wilayah Manado Utara menjadi Manado Utara I dan Manado Utara II, pada tanggal
10 September 1992 Wilayah ini kembali dimekarkan menjadi 2 wilayah yakni
Wilayah Manado Utara II dengan Pusat Pelayanan di Jemaat Petra Bitung Karangri,
serta Wilayah Manado Utara III dengan
Pusat Pelayanannya di Jemaat Torsina Tumumpa. Kemudian hanya dalam waktu 16
tahun (1992-2008) Wilayah Manado Utara II kembali memekarkan beberapa jemaatnya
menjadi aras pelayanan Wilayah Mapatu. (Manado, Pandu, Tumpa).
Bagaimana sesungguhnya
progresifitas pertumbuhan jemaat dikurun 26 tahun menuju pemekaran wilayah
Mapatu? Ketika Manado Utara II diresmikan pada tanggal 6 Agustus 1982 dengan
pusat wilayah di GMIM Torsina Tumumpa pada saat dimekarkan terdiri dari 10 Jemaat masing-masing: 1.Jemaat Petra
Karangria, 2. Jemaat Nazaret Tuminting, 3. Jemaat Torsina Tumumpa, 4. Jemaat
Imanuel Bailang, 5. Jemaat Batu Saiki, 6. Jemaat Molas Ketua, 7. Jemaat Meras, 8.
Jemaat Buha, 9. Jemaat Bengkol, 10. Jemaat Pandu.
Karena kian bertambahnya
jumlah jemaat baru, maka Wilayah Manado Utara II kembali dimekarkan pada 10
September 1992 menjadi Manado Utara II dan Manado Utara II. Pasca pemekaran,
Wilayah Manado Utara terdiri dari 9 jemaat yakni: Jemaat Petra Bitung
Karangria, Jemaat Nazaret Tuminting, Jemaat Getsemani Sumompo, Jemaat Bukit
Saitun Sumompo, Jemaat Kharisma Buha, Jemaat Buha, Jemaat Maranatha Bengkol,
Jemaat Pandu.
Pada
masa pelayanan Pdt.J.Wenas STh (1994-1999) Wilayah Manado Utara II kembali ketambahan 3 Jemaat hingga
menjadi 12 Jemaat dan 3 Bakal Jemaat. Pada tahun 2005 ketika terjadi serah
terima ketua Wilayah Manado Utara II dari Pdt.J.J.Lontoh STh kepada Pdt.Ny G.
Rais Tumiir STh. Jumlah jemaat di aras ini telah berkembang menjadi 15 Jemaat.
Tepat
pada tanggal 21 Desember 2008 Wilayah Manado Utara II kembali di mekarkan
menjadi 2 wilayah yaitu Manado Utara II dan MaPaTu (Manado, Pandu, Tumpa).
Wilayah
Manado Utara II tersisa 7 Jemaat yaitu;
1.Jemaat “Petra” Bitung Karangria
2.Nasaret Tuminting 3.Tunggul Isai Tuminting 4. Gunung Hermon Tuminting 5.
Getsemani Sumompo 6. Bukit Zaitun
Sumompo serta 7. Firdaus Mayondi, dan terus bertahan hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar