Oleh: Iverdixon Tinungki
Pendeta
Jopie J Lontoh,STh lahir di Tomohon, 21 Juni 1953. Menikah dengan Pdt. Foni E M
Rantung, STh dikaruniai dua orang anak Christi Lontoh dan Marten Lontoh.
Ketua Badan Pekerja Wilayah Manado Utara
II ke enam ini (1999-2005) menjadi Pelaksana Jabatan Sementara (PJS) Ketua
Jemaat Gunung Hermon atau Ketua Jemaat Gunung Hermon ke tiga sejak Juli 2002
hingga Februari 2003 pasca perpindahan Pdt. Agustina E Talu, STh dari jemaat
tersebut.
Pdt Jopie J Lontoh,STh
ketika tiba di pos pelayanannya di Manado Utara II kondisi wilayah ini tengah
berada dalam periode penuh gejolak. Ia mengantikan posisi Ketua BPMW ke 5 Pendeta J. Wenas, STh. Tentang kondisi Wilayah Manado Utara II saat
dipimpinnya, ia mengatakan ada beberapa masalah penting menyangkut berdirinya
beberapa jemaat baru yang perlu mendapatkan perhatian khusus terutama masalah
Jemaat Gunung Hermon Tuminting, Jemaat Firdaus Mayondi, Jemaat Tunggul Isai
Tuminting.
Masa kepemimpinan Pendeta
Lontoh, merupakan periode dimana jemaat-jemaat di aras Wilayah Manado Utara II
mengalami sejumlah gejolak dan permasalahan yang diantaranya merupakan masalah
yang belum terselesaikan dari periode kepemimpinan sebelumnya, terutama masalah
pemekaran jemaat yang menyulut konflik. Keinginan sejumlah kolom untuk
memisahkan diri dari jemaat induk untuk menjadi jemaat mandiri, serta persoalan
organisatoris kepelayanan lainnya. Kebijakan-kebijakan wilayah yang tegas dan
akurat merumuskan solusi pemecahan membuat masalah-masalah tersebut mampu
diselesaikan. Bahkah periode kepemimpinan Pendeta Lontoh pun mencatat sejumlah
sukses berdirinya beberapa kanisah dan jemaat baru di Manado Utara II.
Ketika ditemui di ruang kantor Ketua BPMJ Betesda Ranotana
Manado pada Rabu, 6 Juni 2012 Jam 09.40 – 11.45 Wita Pendeta J. Lontoh, STh memaparkan, persoalan
Jemaat Tunggul Isai dan Gunung Hermon yang dimekarkan dari beberapa kolom
Jemaat Nazaret Tuminting memang merupakan prioritasnya ketika itu.
Untuk meredam situasi panas di kedua jemaat
itu, BPMW yang dipimpinnya menempuh kebijakan dimana keluarga-keluarga yang ingin berdiri sendiri menjadi jemaat
Gunung Hermon untuk sementara waktu digabung dengan Jemaat Getsemani Sumompo.
Baru sekitar 6 bulan atau tepatnya pada 12 Maret 2000 kemudian jemaat Gunung
Hermon disahkan oleh BP Sinode GMIM melalui Pdt. H. Mosal, STh, sebagai salah
satu jemaat di lingkungan Wilayah Manado Utara II dan Sinode GMIM. Sementara Jemaat Tunggul Isai baru disahkan secara resmi
oleh BPS GMIM sebagai jemaat otonom pada 19 Desember 2004 sekaligus dengan
penempatan Pendeta pertama H. C. Manitik, STh.
Dengan ditetapkannya kedua jemaat itu sebagai
jemaat otonom maka konflik babak pertama pun selesai. Kini kedua jemaat terus
tumbuh dan berkembang menuju jemaat-jemaat yang dewasa. Pembangunan fisik di
kedua jemaat meningkat pesat. Kolom-kolom di Jemaat Tunggul isai yang awalnya
hanya 4 Kolom kini berkemang menjadi 7 kolom. Sedang di Jemaat Gunung Hermon
yang awalnya hanya terdiri dari 17 KK lalu 33KK kini berkembang menjadi 3
kolom. Bangunan Kanisah darurat tak ada lagi, tapi berganti bangunan pemanen
yang megah dalam tahap penyelesaian.
Di sini kita melihat dimana pada setiap
kelokan sejarahnya, Tuhan senantiasa mempunyai rencana indah menuju keesaan
umatNya dan berdirinya gereja. Kemelut sekuat apa pun ternyata tak lebih dari
sekadar jalan menuju indahnya pelayanan lain yang lebih lebar dan menakjubkan.
Dan dua jemaat kini telah berdiri kokoh sebagai saksiNya baik bagi mereka yang
di lembah, dan jemaatnya di puncak bukit sana.
Drama
pelayanan lain yang harus dilakoni Pendeta J. Lontoh, STh bersama BPMW yang
dipimpinnya di kurun itu adalah bagaimana menuntun orang-orang tergusur menuju
Firdaus. Mereka adalah umat Kristiani yang tersingkir dari habitat hidupnya
yang lama ke pinggiran kota. Jemaat yang tertolak yang harus dirangkul.
Kisahnya
bermula pada 12 Maret 2002, sebuah benih gereja tumbuh di perkebunan Mayondi
dari 9 Kepala Keluarga yang merindukan perjumpaan yang indah denga Yesus
Kristus Tuhan. Mereka adalah Kel. Hamid – Takumansang, Kel. Hengkelare –
Tampanatu, Kel. Bambulu – Katiandagho, Kel. Budiman – Lombo, Kel. Lombo –
Manaping, Kel. Soldado – Haribae, Kel. Soldado – Kaelung, Kel. Tarima –
Mahabir, Kel. Antahari – Tingihe.
Mayondi
ketika itu adalah kawasan pemindahan orang-orang yang rumahnya tergusur di
Kelurahan Calaca. Awalnya mereka adalah anggota Jemaat Centrum Manado. Kawasan
ini merupakan wilayah kelurahan Kombos dan Singkil. Sebagai kawasan yang
terletak di belakang perkampungan pesisir Manado Utara, tanah-tanah di
sekitarnya juga di manfaatkan oleh sejumlah gereja di perkotaan untuk dijadikan
Lahan Pemakaman (Pekuburan).
Selain
menempati lahan milik pribadi, di antara
9 Kepala Keluarga ada yang telah
menempati kapling Pemerintah Daerah Kota Manado, seiring program pelebaran Kota Manado, oleh pemerintah kota.
Sebagai kawasan hunian baru, pemerintah Kota Manado menyediakan lahan yang diberikan untuk pembangunan gedung gereja bagi
masyarakat yang menempati kawasan pengembangan kota itu.
Kerena
belum ada tempat ibadah (gedung gereja) yang permanen, maka ibadah untuk
sementara pelaksanaannya seperti ibadah kolom, dilaksanakan setiap hari Kamis.
Sehubungan dengan bertambahnya anggota jemaat dari 9 kepala keluarga menjadi 26
kepala keluarga, maka dibuatlah tempat ibadah darurat dengan konstriksi tiang
bambu yang ditanam, dinding gamaca beratap seng dengan ukuran bangunan panjang
6 m, lebar 5 m dan tinggi 3.5 m.
Guna
memantapkan pelayanan dan mengantisipasi berbagai gangguan sebagai sebuah
organisasi pelayanan, para perintis jemaat menyepakati sistim pelayanan
peribadatannya sebagaimana tata cara GMIM.
Pada
tanggal 6 Desember 2002 beberapa anggota
jemaat membawa persyaratan administrasi untuk diusulkan menjadi jemaat mandiri
ke Sinode GMIM. Permohonan Jemaat Mayondi diterima oleh Badan Pekerja Sinode
GMIM.
Sesuai
dengan kedudukan jemaat, awalnya anggota jemaat Mayondi meminta agar jemaatnya dapat menjadi bagian
dari pelayanan Wilayah Manado Utara I (satu), namun ditolak oleh Badan Pimpinan
Wilayah Manado Utara I.
Pada
tanggal 18 Desember 2002 dengan bantuan Ketua Wilayah Manado Utara II
(Dua) Bapak. Pdt. J. J. Lontoh, STh,
jemaat Mayondi diterima sebagai bagian dari aras pelayanan Wilayah Manado Utara
II. BPMW Manado Utara II yang dipimpin Pdt. J. J. Lontoh, STh langsung mengadakan program penggembalaan bagi calon pelayan Tuhan dan
membentuk perangkat jemaat di dalamnya BPMJ, para pelayan khusus dan BIPRA.
Sebagai ketua jemaat pertama ditetapkanlah
Pnt. Fentje W. Kumeka.
Dengan
mengucap syukur kepada Tuhan kita Yesus Kristus atas pertolongan dan
penyertaannya, maka pada tanggal 23 Desember 2002 Jemaat Firdaus Mayondi
diresmikan oleh Badan Pekerja Sinode GMIM oleh Pdt. M. L. Mosal, STh sebagai
jemaat GMIM yang ke-784 dalam lingkup palayanan Wilayah Manado Utara
Konflik di Jemaat Bukit Zaitun Sumompo ikut
memberi warna dalam periode pelayanan di kurun ini, yang menuntut perhatian
BPMW Pendeta J. Lontoh STh untuk penyelesaiannya. Bermula dari keingin sejumlah warga jemaat untuk
memisahkan diri Jemaat Bukit Zaitun Sumompo untuk berdiri menjadi Jemaat
sendiri yang saat ini telah ditahbiskan menjadi
Jemaat Bukit Ararat Buha yang berpisah dengan Jemaat indauknya Bukit
Zaitun.
Gesekan
di kedua Jemaat ini akhirnya bisa diredam Pendeta Lontoh dan Pendeta Samahati dengan jalan memisahkan kedua jemaat
menjadi jemaat-jemaat mandiri. Jemaat Bukit Ararat yang baru terbentuk ketuanya
dijabat oleh Pnt. Rompas.
Di
Pandu BPMW yang dipimpin Pendeta J. Lontoh juga megusahakan berdirinya Jemaat
Efrata Pandu bagi pengungsi Ternate, Halmahera dan penduduk asli (Suku Bantik).
Di kurun ini juga BPMW berhasil mendorong berdirinya Kanisah di Bengkol
dan Pandu
Di
Jemaat Kharisma Buha juga terjadi gejolak sehubungan dengan ketua jemaat,
dimana keinginan Pendeta Judge Walo, STh menjadi ketua, tetapi umumnya anggota
jemaat mendukung kepemimpinan jemaat itu agar dipimpin Pdt. Ny.
Pongohan-Wangania.
Di
tengah periode penuh gejolak, konflik, dan tantangan pembangunan jemaat-jemaat
baru ini Pendeta J. Lontoh diperhadapkan. Banyak pengalaman pelayanan yang
dihadapinya yang perlu menjadi bahan pembelajaran bagi generasi pelayan
berikutnya yakni sebagaimana dipesankannya yakni seorang pemimpin pelayanan
haruslah selalu bermohon kepada Yesus Kristus akan tuntunan dan kekuatan.
Seorang pemimpin Kristiani juga harus rendah hati. Dalam mengahadapi masalah
dalam pelayanan para pelayan atau pemimpin kristiani itu harus menjumpai para
tokoh jemaat untuk bertukar fikiran dalam mencari pemecahan masalah.
Lewat Tim Penulis ia menyampaikan
pesannya kepada Jemaat Gunung Hermon yaitu pendekatan personal sangat baik dan
penting dalam menghadapi pergumulan jemaat. Keakraban bersama Pelsus dan jemaat sangat
baik untuk dijaga. Sebagai jemaat yang letaknya di atas bukit konsepnya harus
enjoy meski naik turun bukit dalam melayani. Semoga jemaat Gunung Hermon
menjadi berkat untuk masyarakat dan jemaat. Bangunlah kebersamaan, jauhkan rasa
dendam, dengki dan kemunafikkan. Tempatkan Yesus Kristus sebagai kepala gereja
di tengah jemaat Gunung Hermon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar