dalam
klikitong kutemukan pulau
telah lama
terkubur
darah lelaki
mengalir bagai arus
memecah di
mata samudera
terus mendekap ombak tua
di pesisir
itu
ombak tua itu
mendebur seluas ingatan
bagaimana
batangbatang sejarah menegak
di tengah
bunyi berdejakdejak
semacam derap
dayung
selalu pulang
dengan kisah kemenangan
tapi yang
tersisa di pulau ini
hanya kisah
lusuh kerajaan masa lalu
tentang
kemaharaan pala kejayaan korakora
kini bernanah
di atas bendera kemerdekaan palsu
tak hanya
lelaki
perempuan pun
menari
menari di
tengah irama langit berkelindan ini
seperti lava
terlontar ke atas barisbaris sajak
melahirkan
api
lalu, kemana
para lelaki pemberani
di tengah
harga diri tergadai seharga anak babi
bila bunyi
klikitong ini kian merancak
bukankah jantung
leluhur api di kepundan pulau
memuncak membariskan
ledakanledakan
sebagai
ingatan perang sesungguhnya belum berakhir
dan harus
dimulai
buat meraih
kemerdekaan sejati
*) Klikitong: musik tradisonal warisan tradisi dari
masa Kerajaan Siau.
BATU HAKI
berlayar ke utara
mendaki sasahara
ketemukan ombak
tebing batu
sebilah bara
perahu naga
berlayar di masa lalu
melabuhi masa kini
menjumpai pedang itu
dan medan perang yang sama
laut selalu mengasah ketajaman
naluri manusia pulau sejak dulu
seperti batu bersusun tak luluh pada
gemuruh
taufan abad
juga sejarah arusnya
di sini hitam bukan mati
kendati pertarungan hidup
tajam seperti belati
*) Sasahara: Budaya Bahari Nusa
utara
*) Bara: pedang perang
*) Batu Haki: Tebing dari susunan batu hitam yang keras
TELUK DAGHO
entah berapa saman
entah berapa saman
puteri itu mandi di
sini
hingga lembah gunung
hingga lembah gunung
sewangi manuru
bakao air payou
kerikil cangkang siput
semua mensajakkan cahaya
buat teluk sewarna perak
dalam kitab sejarah
kerikil cangkang siput
semua mensajakkan cahaya
buat teluk sewarna perak
dalam kitab sejarah
kedatuan Manganitu
Ini lembah selatan jazirah raja
tari benko mengacungkan pedang
saat laut menarikan perang Kora
dalam keberanian naga
ikan maha warna di hamparan karang
rambut gadisgadis menjuntai di kilatan pagi
kakikaki baja menderap di atas tanah merah
seakan mantra pananaru dilafalkan langit
buat pangeran siap bertarung
berapa panjang abad buat teluk ini kekal
naga di tanah runtuh
pedang emas selatan
pertapa tua pintareng
manuru bebalang
menanti polo mengayu bininta
seperti kisah tua
tari benko mengacungkan pedang
saat laut menarikan perang Kora
dalam keberanian naga
ikan maha warna di hamparan karang
rambut gadisgadis menjuntai di kilatan pagi
kakikaki baja menderap di atas tanah merah
seakan mantra pananaru dilafalkan langit
buat pangeran siap bertarung
berapa panjang abad buat teluk ini kekal
naga di tanah runtuh
pedang emas selatan
pertapa tua pintareng
manuru bebalang
menanti polo mengayu bininta
seperti kisah tua
sejarah tak terkalahkan
*) Manuru: Bunga melati.
*) Manuru: Bunga melati.
*) Bininta: Perahu perang.
*) Kora (Kora-kora): Perahu layar.
TELUK TAHUNA
bangau bergenerasi menjagai teluk
bangau bergenerasi menjagai teluk
dalam susunan sajak
rinduku padamu
sejak zaman kora
beterbangan ia
mengabadikan kemegahan cekukan lembah Awu
di mana doa dan nafasmu bersimpuh
seakan leluhur mau kita punya kota
mengabadikan kemegahan cekukan lembah Awu
di mana doa dan nafasmu bersimpuh
seakan leluhur mau kita punya kota
burungburung
buat cinta berumah langit berceloteh
buat cinta berumah langit berceloteh
pada kepak sayapnya
lalu kau menarikan
hatimu
pada setiap lagu
pantai dinyanyikan angin
hingga aku bisa menatap siuran hati
hingga aku bisa menatap siuran hati
di peta langit matamu
Tatehe seperti juga
Tatengkeng
dua teruna dari saman berbeda
tapi samasama merapalkan cinta
dua teruna dari saman berbeda
tapi samasama merapalkan cinta
di atas teluk yang
indah
kini gadisgadis masih
menyanyikan perahu
menderap dayung menjemput rindu
ombak selatan di Apes menyemburkan kerikil
hiu purba dalam sajarah moyang merondai tanjung
menderap dayung menjemput rindu
ombak selatan di Apes menyemburkan kerikil
hiu purba dalam sajarah moyang merondai tanjung
dengan gigih
wahai teluk
sajaksajakku
ini lariklarik nafasku sewarna celedoni laut
sampaikan cintaku pada gadis pulauku
ini lariklarik nafasku sewarna celedoni laut
sampaikan cintaku pada gadis pulauku
BILA LAUT ITU IBU
ibu selalu
bangun lebih pagi sebelum matahari
sebelum
adzan subuh menggemah
sebelum
Tuhan lebih dulu terjaga oleh doanya
kendati
semalaman, aku menyusu semua kisah di lengannya
seperti
perahu korakora tak takut pada ombak
ibu
adalah lunas dan tiang utama
kokoh kerena
air mata
arus
samudera tak membuatnya letih
sekali
terpacak, kemudi harus diarah dengan cakap
dalam angin
mati pun korakora harus bergerak pergi
“bila laut
itu ibu, siapa anaknya?”
ombak nusa
utara pecah di hatiku
laguannya
mengikuti jiwaku
dalam cabikancabikan
Klikitong
menuruni gunung menuju pernikahan langit
dengan gemuruh
laut dalam sajakku
“aku
anakmu,” ujarku pada mata hati tak kan
beruban itu
abadabad tak
membuat ia tua, karena uban tak membuat ia rabun
pagi dan senjanya adalah gelombanggelombang
abadi
menjemput
korakora dalam barisan sajak ini berlayar kembali
*)Klikitong: Musik
tradisional Sangihe dalam pesta syukur. (Siau).
BERPERAHU DARI PARA
jiwa pulau penuh dalam sope
racikan nenek moyang
di bait sajaksajak intan
seakan perahu dan laut
sepasang kekasih
pelayaran pun dimulai
aku mengangkut kekasih
matanya dena ombak tua
mengisah,
bentangan laut di depan
tak lain cinta sejatinya
pagi menyebar kabutnya
di teriakan tonase
mengarah kemudi lewati Lawesang
seakan masa depan penuh karang
tak saja nafas, hidup pun bergantung
pada haluan
puncak pulau kami tinggalkan
di sana beberapa bintang kursih
berjaga
terangnya tak pernah hilang
mengelip di utara moyangmoyang
memandu perahu pergi dan pulang
*). sope: Jenis perahu sangihe
*).Tonase: pemimpin perahu
*).Lawesang: jalan perahu di antara karang
MEMINANG GADIS PULAU
kemboja tua
di puncak pulau
melepas semua wanginya
dikalungkan anak gadisnya
saat dipinang
setangkai terselip di rambutnya
memancar lima cahaya indah banua
indah dirinya dilangir moyang
hingga langit pun runtuh di matanya
kebaya dari tenunan, kofo
mendekap semua warna masa purba
juga samudera yang mencahayakan kini
itu warisan neneknya
budaya yang tahu persis
detakan nadi air laut
pada setiap musim
hingga cinta kini tiba
seperti waktu pasang mengganti surut
pada setiap lempengan cahaya bulan
dikeramatkan itu
seorang cucu gadisnya
akan membawa setengah dari belahan
pulau
buat daratan di laut yang lain
meski kekasih menjemput ini
hanya seorang penyair
penafsir air mata
buat danau sejarah letih dahaga
pergilah, kata neneknya
kau akan jadi ibu
buat seribu kata akan lahir
di ujung penanya
*). Banua: pulau tempat lahir
*). Kofo: kain tradisional Sangihe yang ditenun dari serat abaka (Hote).
TONASE SEKE
asin samudera
begitu darah Tonase
juga ombak,
juga arus itu
orang pulau adalah serdadu
kerena nasib tak henti mengadu
malam ketika kota tidur
dada Tonase berdebur
tangannya beranyun menyibak udara
gelap pun runtuh
jutaan kunangkunang air
berbagi cahya ke langit tujuh
di lantai samudera
seke telah
terhampar
Tonase menanti dengan beberapa lelaki
uraturat liat menyatukan kekuatan
temali
tak penting berapa ikan tertangkap
hari ini
kerena hidup peperangan itu sendiri
*).Tonase: pemimpin perahu
*). Seke: Alat penangkap ikan tradisional yang terbuat dari Janur dan
pintalan tali ijuk dalam tradisi menangkap ikan di pulau Para, Sangihe
ANTARA KALAMA KAHAKITANG
antara Kalama Kahakitang
yang abadi hanya ombak
seperti ibu setia menjahit kenangan
perjalanan perahu dari mimpi ke mimpi
di depan, Awu raksasa berdebu
di belakang, Karangetang gemuruh
berapa abad arus ini mewujud kitab
kini kubaca elokmu, sejarah enam
kerajaan
dimana laut adalah guru
tak saja mengajar lumbalumba berburu
juga keberanian hiu pelautpelautmu
lalu di seratserat air laut ini
bukankah matahari selalu menggambar bininta
membui menderu dalam geriapan suara
tambur
dari para pemukul mengantar pemberani
bertempur
di sini aku bertemu kekasihku
melati disemai pulaupulau
dengan bau asin menggarami hatiku
kini menjelma perahu sajak
memuat semangat
dimana gelombang tak pernah rentah
mengasah dada kita setajam tumbak
*) Bininta: perahu perang.
BURUNGBURUNG LAUT
burungburung laut berumah di hati
nelayan
menggegaskan dayung memburu geriapan
ikan
tak pandang angin buritan atau haluan
berpacu itu kemenangan
berapa ekor kau bawa dalam kisah
sejarah
bahari tak sekadar dentuman meriam
samudera taman hidup nan elok
itu sebabnya genghona meluaskannya
seluas hati yang selalu sulit ditebak
selain dicintai tanpa menghitung
jerih lelah
juga makna
di jejeran pulaupulau Tatoareng
senja lebih megah dari sinar lampu
kota
puisi Tuhan melelehkan tinta emas
dikuas sayap burung
menggambar nun selalu berada di ujung
nafas kita
pucukpucuk pulau
berayun di pucukpucuk ombak
di atasnya burungburung lihai
berkejaran
memuisikan irama lebih tua dari
pengetahuan kita
tentang laut menggelegak itu, semangat
*) Genghona: Ilahi
*) Tatoareng: Nama kecamatan pulau-pulau yang berjejer di selatan
Sangihe.
MENGENANG BATAHA SANTIAGO
ia tak kembali dengan peluru dan bara
meski yang memerah di dadaku bernama
darah
kisah boleh lisut di saku sejarah
tapi siapa mampu membuat semangat
jadi tua
seperti keyakinan ombak terus memukul
tanjung ini
mengabar pesta samudera tak pernah
usai
merayakan kemenangan Batumbakara
baunya seperti melati
menenggelamkan beberapa armada musuh
tenggelam di dadaku yang rindu
kobaran api
di wajah purnama
yang merondai teluk dan tanjung ini
dalam kisah moyang ini
tiang kayu dan temali
menggantung keyakinan
telah terpancung koyak oleh abad
namun pemikul jasad tak pernah lupa
betapa gagahnya langit menempah dia
hingga jangankan musuh, bumi pun
gentar
tak mampu menguburnya
bukan pula liang lahat tak berterima
tapi ia lebih mulia dibanding seribu
belanda
di hutanhutan manganitu
aku masih mendengar cericit burung
syairsyair perahu melalap jiwa pesambo
merayapi laut di selasar rumah raja
usang oleh saman
tapi ia tetap sebuah kalam
*) Bataha Santiago: Raja Kerajaan Manganitu yang tak pernah menyerah
berperang dengan Belanda hingga ia harus mati dihukum gantung.
*) Bara: Pedang perang Sangihe
*) Batumbakara: Benteng Perang Manganitu, dimana Santiago meraih
kemenangan penuh dan menenggelamkan beberapa armada laut belanda.
*) Pesambo: Pelantun syair Sasambo (Sasambo: puisi purba sangihe).
DALAM MANTRA TABUKAN
bukankah sejak tercipta
bumi langit tak berkelamin
entah kapan saman aklamasikan ia ibu
kini kubaca elokmu
saat kuhidu harum baitbaitmu
kutemukan pohon
melebatkan hutanhutan ditakbirkan sasambo
hujan pun turun berbau perempuan
menuliskan api punya vagina dan agamanya
Fatimah, ia perempuan dan ibu
berlaksa hulubalang menyusui magma gunung
bersumbu di rahimmu
sebelum samudera menemukan buasnya
di gelombang taring hiu
dan cinta berpusar di dadamu
ketika kau tuliskan pula namaku
di wajah bulan bisu itu
laut menjadi seribu penjuru
mesti kurengku dalam sekali kayuh
*) Sasambo: Sastra purba sangihe.
*) Hulubalang: Panglima perang.
MENDAKI PUNGGUNG KALAMA
mendaki ruang renung
surga itu setinggi apa
bila lebih tinggi punggung pulau ini
bagaimana aku mendakinya
di bawah langit megah
samudera memancarkan kemilau
citacita anak pulau
menghijau di pucuk bakao
Aku pun menghidu bau masa silam dan
kini
Batubatu hitam kokoh menopang pulau
ini
hamparan kebun nenas berbagi manis
terkecap lida segetir raung kecuraman
dinding tebing
di sini seorang lelaki memanjat
batang kelapa
seperti menaiki tangga rumah
mungkin bila ada tiang setinggi
langit
dipanjatnya langit, biar pulau tak
bermakna sempit
gubukbuguk kecil berdiri di antara
semaksemak tajam
siapa sangka surga di sana adanya
beratap cahaya
tertangkap jaring nelayan
dalam kisah melautnya
Tuhan ternyata ada tak saja di benuabenua
*). Kalama: Sebuah pulau di kecamatan
Tatoareng, Kabupaten Sangihe.
KETIKA AKU DI PUNCAK SALURANG
puncakpuncak bukit menjulang ini
memacak menara resik sasamboku
beberapa irama datang menenun panji
perempuan dan bocah menganyam laguan
sendiri
laguan itu memerahkan Rimpulaeng
di mana di sini setiap doa punya daun
setiap
irama punya tarian
setiap
ketukan punya jiwa
dari ritme ke ritme lengking sasambo
mendaki
mendaki ketinggian Lampawanua di pucuk rimbah
di puncak hati penari perempuan agung
membangunkan laut
menyambut langit turun menahbiskan
moyang
ketika aku berdiri di puncak Salurang
mencari jejak naga dumalombang
yang mengantar sepasang kasatria
pendiri kedatuan ini
di kejauhan, kelokan teluk memahat
ekornya
di sasamboku kepalanya menegak dengan
semburan api
lava yang ditulis penyair,
diancungkan pemberani
pada setiap puisi dan mata pedang
yang bergemerincing
tapi kita tak mungkin sekadar
mengenang kesuburan
tanah harus di olah menjadi kebun
laut harus dikelola menjadi ikan
hingga yang resik pada gemuruh pulau,
itu kemaharayaan
*) Rimpulaeng: Nama lain kerajaan Tabukan.
*) Lampawanua: Negeri di langit.
*) Dumalombang: Ular besar (Naga).
SELAMAT PAGI CINTA
sepagi ini aku menyaksikan nuri tertawa
ketika hatiku ingin mengucap: Selamat pagi cinta!
aku pun telah menyetel lagu Ilahi buat mengenang malam indah
saat sayapsayap cinta membawaku menyentuhi bintang
tak ada kesuraman hati ketika itu
sepagi ini aku menyaksikan nuri tertawa
ketika hatiku ingin mengucap: Selamat pagi cinta!
aku pun telah menyetel lagu Ilahi buat mengenang malam indah
saat sayapsayap cinta membawaku menyentuhi bintang
tak ada kesuraman hati ketika itu
semuanya sempurna seperti
pengantinan hati
dua manusia berbagi langka meraih pagi
bagai penyusun bata menutupi bilik rumah
dua manusia berbagi langka meraih pagi
bagai penyusun bata menutupi bilik rumah
buat rindu berebah
aku telah memainkan beberapa lagu pada piano hatiku
hingga air itu menetes di tepi matamu menjadi samudera
dimana rahasia hati berenang mengikuti arus
hingga tiba pada sebuah benua
kita rangkai sendiri
dengan hati kita
kamu pun selalu menyusun canda
mengisi keindahan taman kutata dengan sabar
saat pagi ini kulihat beberapa bunga menyembul
hatiku ingin mengucapmu: selamat pagi cinta!
biar hatimu tak sekadar menangkap wangi dari kata
tapi wangi semesta rasa memucuk di mekaran bunga
besok atau lusa aku akan mengelanai laut
buat bertemu keluhuran utara
pulaupulau fasifik agung berombak
menyinggahi dermaga perbatasan hingga menembus Filipina
aku telah memainkan beberapa lagu pada piano hatiku
hingga air itu menetes di tepi matamu menjadi samudera
dimana rahasia hati berenang mengikuti arus
hingga tiba pada sebuah benua
kita rangkai sendiri
dengan hati kita
kamu pun selalu menyusun canda
mengisi keindahan taman kutata dengan sabar
saat pagi ini kulihat beberapa bunga menyembul
hatiku ingin mengucapmu: selamat pagi cinta!
biar hatimu tak sekadar menangkap wangi dari kata
tapi wangi semesta rasa memucuk di mekaran bunga
besok atau lusa aku akan mengelanai laut
buat bertemu keluhuran utara
pulaupulau fasifik agung berombak
menyinggahi dermaga perbatasan hingga menembus Filipina
inilah tanahku, samudera luas
seperti hatiku
selalu menunggumu bersampan
di pucuk ombang tak pernah letih
selalu bercinta merindu
di pucuk ombang tak pernah letih
selalu bercinta merindu
dalam deburan kuat menghempas
resahku
“tapi siapa memahami laut, selain
anak laut itu sendiri”
kawanan lumba akan berpacu dengan perahu
burungburung laut di atasnya dengan sayapsayap lebar kuat
seratus ribu ton kawanan palagis melintasi arus utara
seperti gambar tua di negerinegeri terlupa
aku ke sana buat menuliskannya lagi
harapan di mata sederhana manusia pulau
mereka yang tenang di tengah ladang umbiumbian
pala nyiur melambai pada syair lagu kebangsaan
selalu dihafalkan pada anak sekolahan
tapi lupa diingatan pemimpin bangsa
karena kekuasaan membutakan aksara
kawanan lumba akan berpacu dengan perahu
burungburung laut di atasnya dengan sayapsayap lebar kuat
seratus ribu ton kawanan palagis melintasi arus utara
seperti gambar tua di negerinegeri terlupa
aku ke sana buat menuliskannya lagi
harapan di mata sederhana manusia pulau
mereka yang tenang di tengah ladang umbiumbian
pala nyiur melambai pada syair lagu kebangsaan
selalu dihafalkan pada anak sekolahan
tapi lupa diingatan pemimpin bangsa
karena kekuasaan membutakan aksara
pesan terindah dari semesta
selamat pagi cinta!
pulau Marore, penduduknya kurang dari 1000 jiwa
aku memandang pulau Balut Filipina yang megah
jaraknya tak jauh, layaknya sepelempar cintaku ke nafas di hatimu
penduduk di sini semuanya nelayan
kecuali beberapa lelaki mengenakan baju serdadu
menjagai pulau terluar kita agar tak senasib Sipadan Ligitan
selamat pagi cinta!
pulau Marore, penduduknya kurang dari 1000 jiwa
aku memandang pulau Balut Filipina yang megah
jaraknya tak jauh, layaknya sepelempar cintaku ke nafas di hatimu
penduduk di sini semuanya nelayan
kecuali beberapa lelaki mengenakan baju serdadu
menjagai pulau terluar kita agar tak senasib Sipadan Ligitan
maukah kau terus menjagai cinta kita
kerena kedaulatan hatipun harus dibela dengan penuh kehormatan
aku harus mengarungi ratusan mil laut
buat merekam tawa sekaligus airmata di wajah nusa utara ini
mereka selalu mempiaskan senyum
di tengah dusun yang sesungguhnya betapa merana
moga aku punya waktu lagi memainkan beberapa lagu di piano itu
bersama syairsayair gunda di pucuk ombak hatiku
menghempas mendebur seperti nusa utaraku yang risau
buat menyalamimu dengan indah:
kerena kedaulatan hatipun harus dibela dengan penuh kehormatan
aku harus mengarungi ratusan mil laut
buat merekam tawa sekaligus airmata di wajah nusa utara ini
mereka selalu mempiaskan senyum
di tengah dusun yang sesungguhnya betapa merana
moga aku punya waktu lagi memainkan beberapa lagu di piano itu
bersama syairsayair gunda di pucuk ombak hatiku
menghempas mendebur seperti nusa utaraku yang risau
buat menyalamimu dengan indah:
selamat pagi cinta!
RENUNGAN PESISIR
di mendung menggumpal ini
aku ingin mengajakmu menari
memanjati langit
mengadukan isi hati
samudera seperti rambutmu
lebati kibaran cinta
perahuperahu hanyut
karam di pesisir matamu
desah pasir digeser arus
ombak di kedalaman hatimu
dapatkah berdamai dari seteru
kendati peperangan abadi terus menderu
aku berenang pada musik kau petik
lalu terhempas di atas karangkarang tajam
begitu kukuh waktu memisahkan
sebegitu pula laut dan pesisir
sepasang mempelai terlerai
saling meraih berbisik
memar di bibir tasik
aku bermimpi ada gelombang pasang penuh
menyaput daratanku
aku tenggelam dalam geloramu
tertimbun airmata keharuanmu
abadi menjadi lantai samuderamu
di kabut ini
ternyata aku tak pernah tidur
menunggui waktu
tebing ini runtuh di pesisir hatimu
MENGHIDU
KENANGAN
yang asin di wajah anak pulau debur
ombak
masa kecil mengerami mimpi
bisakah langit tertinggi diraih
dengan jerih payah sendiri
di langit nasib menetas bagai bui
kisah arus menabrak karang mengabadikan
tanjung
buat perahu memilih jalan dan kelokannya
begitu kukenang tanah laut nusa utara
di harum putik bunga pala, semesta
berbagi arah
maka kukayuh sajaksajakku menghidu silam
itu
gendang sejarah menabuhi gelisah tepi
pesisirnya
kami menari, anak lelaki dengan pedang
dan belati
mau menikam senja yang mau pergi
menenggelami mimpi
SASAHARA
laut seuntaian sajak bijak
di pijar gelombang
mengguncang murung
hidup itu pelayaran
di kedalaman luasnya
nilainilai berkelindanan
yang bertahan
dan mereka yang karam
mulailah dari syair perahu
ada buritan haluan
kapal pun demikian
hidup bukan tanpa tujuan
setingginya burung beterbangan
sesekali menukik mencari titian
melepas perjalanan langit
kerena laut pun berbagi pulau
ribaan
di deras arus menghanyutkan batang
terhempas hanya mereka yang bimbang
lihatlah hikayat kedalaman adalah airmata
surga rahasia terletak dikemauan kita menyelaminya
*)Sasahara: tradisi sastra
laut orang Nusa Utara.
MANGANITU
hutan sunyi
menisik warna sayapsayap burung
di kelapangan hati petani penat sendiri
seperti juga ombak yang gelisah
mengunyah perjalanan nelayan
melintasi malam dengan keringat dingin
yang terbakar di esok paginya
lagulagu rakyat dinyanyikan dengan riang
hidup berkekurangan tak mematikan
kegembiraan
dari mana benih firman bertuah kearifan
ini datang
kalau bukan dari tradisi moyang dan ampuang
tiang kayu rumah raja
lapuk dikunyah waktu dan saman
kecuali
sejarah berani para pemberani
menghidupi Manganitu hingga kini
pada setetes umbun pun taklim disujud
karena kurunia bukan nanti langit jatuh
hidup tak saja hari ini
tapi peperangan itu sendiri
begitu manganitu teguh berdiri
*)
Ampuang: Perempuan yang memiliki
kesaktian mendengar pesan para roh leluhur, dewa-dewi, serta bisa membaca
tanda-tanda dari pesan alam semesta dalam tradisi kepercayaan tua orang Nusa
Utara.
KESUNYIAN
PULAU
telah kulapangkan hatiku
ketika burungburung berterbangan itu
membawa pergi kekasihkekasih fiksi
pada semua syair pernah kusuji
ketika burungburung berterbangan itu
membawa pergi kekasihkekasih fiksi
pada semua syair pernah kusuji
di langit, tanah, dan samudera ini
aku telah menikah kesunyian
kesunyian, kekasih yang sabar menjaga
aku tak menanti kabar kamu datang
datanglah bila kamu mau menikmati kesunyianku
di sini ombak dan kabut menderu
cericit burung yang samar
di bawah angin jauh dari langit sana
meneguhkan bayangan malam selalu suram
pulau ini tanpa tuan kecuali Tuhan
mengakrabi pagi senja memuncak di kekosongan
sekali tak menanti, tak perlu lagi bermimpi
meraih
pulau ini telah berdiri kukuh
di tengah samuderanya sendiri
SASALILI
lahirlah segala yang mau bertemu
langit tak menahan kecuali berbagi cahya
meluaskan daun mencari hijaunya
nafas bersua hangat di pucuknya
bila kau mengucap Nusa Utara
ingatlah airmata tradisi
panji mengibar haru
karena hati harus mengerti
bumi berwarna putih
sejak lahir hingga mati
di tengah bunyi gerendam tambur
syair tua itu melehkan getah darah
ke dalam jiwa
hidup adalah gunung tinggi
temukanlah pendakianmu
maka lembah jelas terlihat
dan kau dengar suara makrifat
*) Sasalili: tradisi darat masyarakat Nusa
Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar