Oleh: Iverdixon Tinungki
Usai Pendeta J. Wenas di pos
pelayanan aras Wilayah Manado Utara II, posisi Ketua Badan Pekerja Majelis
Wilayah digantikan Pendeta Joppy Lontoh,
STh. Ia bertugas sejak 1999 hingga 2005 sebagai Ketua periode keenam. Tentang
kondisi Wilayah Manado Utara II saat dipimpinnya, ia mengatakan ada beberapa
masalah penting menyangkut berdirinya beberapa jemaat baru yang perlu
mendapatkan perhatian khusus terutama masalah Jemaat Gunung Hermon Tuminting,
Jemaat Firdaus Mayondi, Jemaat Tunggul Isai Tuminting.
Masa kepemimpinan Pendeta Lontoh, merupakan
periode dimana jemaat-jemaat di aras Wilayah Manado Utara II mengalami sejumlah
gejolak dan permasalahan yang diantaranya merupakan masalah yang belum
terselesaikan dari periode kepemimpinan sebelumnya, terutama masalah pemekaran
jemaat yang menyulut konflik. Keinginan sejumlah kolom untuk memisahkan diri
dari jemaat induk untuk menjadi jemaat mandiri, serta persoalan organisatoris
kepelayanan lainnya. Surutkah Lontoh dalam menghadapi gejolak tersebut? Tidak!
Kebijakan-kebijakan wilayah yang tegas dan akurat merumuskan solusi pemecahan
membuat masalah-masalah tersebut mampu diselesaikan. Bahkah periode kepemimpinan
Pendeta Lontoh pun mencatat sejumlah sukses berdirinya beberapa kanisah dan
jemaat baru di Manado Utara II.
Kemelut Tunggul Isai dan
Gunung Hermon
Patahan-patahan menarik dalam periode ini
adalah kemelut menuju terbentuknya Jemaat Tunggul Isai Tuminting dan Jemaat
Gunung Hermon Tuminting. Apakah telisikan kita pada kemelut ini sebagai upaya
mengungkap kekeliruan orang per orang atau kelemahan organisatoris di kurun
itu? Tidak! Tapi sebagai upaya menemukan ruang refleksi atas kisah-kisah
berharga di masa lalu yang bisa dijadikan catatan pembelajaran yang indah di
kurun pelayanan di kemudian hari. Belajar dari sejarah gereja mula-mula, hingga
melewati masa seribu tahun awal dan di masa seribu tahun kedua tak lepas dari
friksi dan kemelut. Di kurun itu, rentetan peristiwa telah menampilkan sejumlah
kisah tragis yang dialami gereja. Ribuan hamba Tuhan mati sebagai martir menuju
tegaknya Gereja Tuhan di bumi. Sebuah viadolorosa menuju kemenangan Kristiani
yang berasal dari pertarungan tiada henti.
Di sini, di Wilayah Manado Utara II tak
sedikit pula energi kepemimpinan Wilayah di periode ke enam ini yang terhisap
dalam menyelesaikan kemelut yang diantaranya melanda cikal bakal berdirinya dua
jemaat yakni Jemaat Gunung Hermon dan Jemaat Tunggul Isai. Perisitwa-peristiwa
ini menegaskan lagi dimana persoalan-persoalan krusial itu adalah bagian dari
pernik-pernik yang menghiasi alur sejarah pelayanan di pesisir ini.
Cikal bakal menuju berdirinya dua jemaat
otonom tersebut sebenarnya muncul sejak tahun 1996 ketika itu kepemimpinan
wilayah masih di tangan Pendeta J. Wenas, STh. Ketika itu para tua-tua Jemaat
Nazaret Tuminting yang dipelopori antara lain Pnt. Rafles Sidangoli, Pnt.
Arnold Tuwonaung, Ir. Hanny Sompie. Pnt. Marhaen Esmorit Mulalinda, Pnt. Hoker
Kamea,SH, Letkol Pol Petrus Rualemba,SH mewacanakan pemekaran kolom
15,16,17,18,19 untuk menjadi jemaat otonom. Wacana itu kemudian ditindaklanjuti
oleh BPMJ Nazaret dengan membeli sebidang tanah yang terletak di atas bukit,
tepatnya di kolom 19. Lokasi itu rencananya akan menjadi lokasi bangunan
kanisah bagi 5 kolom yang telah disiapkan untuk dimekarkan. Tanpa menunggu
lama, Pelsus Kolom 19 Pnt. Welly Lahengking dan Sym Abram Adrian, sebagaimana
ditulis dalam buku Sejarah Jemaat Tunggul isai, secara spontan langsung
mengerahkan anggota jemaatnya untuk membangun sebuah kanisah di lokasi yang
telah disiapkan tersebut.
Tindakan spontan kolom 19 membangun kanisah itu
ternyata mendapatkan protes keras dari sejumlah warga dan para Pelsus dari 4
kolom yang merupakan kolom persiapan pemekaran. Pembangunan Kanisah tersebut
dipandang inskonstitusi karena belum diputuskan dalam sidang Pleno Majelis
Jemaat Nazaret. Perbedaan visi dan pandangan tentang pembangunan itu akhirnya merebak
hingga ke sidang-sidang BPMJ dan Pleno Majelis Nazaret berikutnya. Kolom-kolom
persiapan pemekaran itu kontan retak menjadi dua kelompok yang berseteru.
BPMJ pun menggelar pertemuan dengar pendapat dengan
anggota jemaat di 5 kolom pesiapan pemekaran bertempat di rumah Kel.
Tamungku-Kalapis guna mencari solusi. Dalam pertemuan, sebanyak 95 persen
anggota yang hadir menolak pendirian Kanisah di atas bukit kolom 19. Kondisi
pun memanas antara dua kubu yang berselisih pandangan dan keinginan itu.
Pada awal September 1996, Komisi Pembangunan
Jemaat Nazaret Tuminting akhirnya kembali membeli sebidang lahan kosong di
kompleks kolom 16 yang letaknya agak di lembah untuk pembangunan kanisah
pengganti sebagaimana keinginan mayoritas jemaat.
Pada bulan Oktober 1996, guna meredam suasana
yang terus meruncing di kedua belah pihak, Sidang Pleno Majelis Nazaret
menetapkan keputusan membatalkan pembangunan
kanisah di atas Bukit kolom 19. Keputusan itu ternyata tak mampu meredam
situasi. Dua blok yang berseteru terus saja melakukan upaya pembangunan kanisah
di dua lokasi yang tersedia dalam bentuk bangunan darurat. Persiapan pemekaran
menjadi satu jemaat akhirnya terkoyak-koyak menjadi dua kelompok yang
berkeinginan menjadi jemaat mandiri. Bentrok
fisik dan tindakan perusakkan bangunan kanisah di kolom 19 pun tak terhindarkan.
Pihak kepolisian harus turun tangan mengamankan situasi agar tidak berkembang
lebih fatal lagi.
Konflik yang berkepanjangan ini tidak saja
melibatkan BPMJ Nazaret, tapi ikut melibatkan BPMW yang ketika itu masih
dipimpin Pendeta J. Wenas, STh . Upaya mendamaikan dan menyatukan kedua pihak
sangat sulit dilakukan. Peristiwa ini telah melebar hingga ke ranah hukum dari
aksi lapor-melapor dari kedua kubu.
Pada 4 Februari 1997 Sidang BPMJ dan Majelis
Nazaret mengeluarkan keputusan penangguhan sementara pembangunan kanisah di
Kolom 16 sebagai upaya meredam bentrokkan fisik itu berkelanjutan. Baru pada
tanggal 10 Agustus 1997 rencana pembangunan kanisah di kolom 16 dilajutkan lagi
atas keputusan rapat Panitia Pembangunan Jemaat Nazaret Tuminting. Pada tanggal
6 November 1997 Sidang Majelis Jemaat Nazaret Tuminting menyetujui pengaktifan
kembali pembangunan Kanisah di kolom 16.
Merasa aspirasi mereka untuk mempertahankan
pembangunan kanisah seperti rencana semula di Kolom 19 di atas bukit tidak
diperhatikan oleh sidang Majelis di Nazaret, tapi justru cenderung mendukung
pembangunan Kanisah di Kolom 16, maka Pelsus kolom 19 Pnt. W Lahengking dan
Sym. Abram Adrian beserta 17 anggota keluarga kolom 19 menyatakan keluar dari
Jemaat Nazaret Tuminting pada akhir
November 1997. Tindakan ini merupakan sebuah kulminasi dari kemelut yang
menegangkan itu.
Sementara beberaka kepala keluarga di kolom
19 yang bertahan tetap dengan jemaat Nazaret Tuminting ketika itu menjadi
jemaat kolom tanpa pelsus. Oleh sidang Majelis Jemaat Nazaret diputuskan
penempatan caretaker Pnt. A. M. Tuwonaung sebagai Pelsus untuk melayani anggota
jemaat kolom 19 yang tersisa. Sementara 17 kepala keluarga bersama Pelsus yang
telah menyatakan keluar dari Nazaret tetap melakukan peribadatan di Kanisah
yang mereka bangun di atas bukit kolom 19.
Konflik ini seakan tidak punya titik reda.
Kewibawaan Gereja sebagai institusi seakan tak lagi punya kebijakan ampuh dalam
menyelesaikan konflik dalam rumahnya sendiri. Penanganan persoalan gereja
justru telah lompat pagar ke instansi penegak hukum. Lagi-lagi keesaan gereja
di uji di aras pelayanan ini. Mampukah gereja memberi jawaban atas
pergumulannya sendiri?
Itu
sebabnya pihak Sinode GMIM pada 30 April 1988 harus mengirim Surat Pengembalaan
No. K.122/Dep.IV.40/4-98 mengenai tindak lanjut penanganan masalah pembangunan
Kanisah tersebut yang ditanda tangani Wakil Ketua BPS Pendeta DR. RAD Siwu dan
Sekretaris Umum Sinode Pdt. J. N. Gara, STh, MA. Sinode meminta agar persoalan yang telah
melebar ke rana hukum itu ditarik, dan diselesaikan di dalam gereja saja yakni
lewat Sinode dengan mengacu pada Tata Gereja GMIM tahun 1990.
Tuntaskah persoalan tersebut pasca turunnya
surat pengembalaan dari Sinode. Kenyataannya tidak. Pelsus kolom 19 bersama 17
Kepala Keluarga tetap bertahan untuk melepaskan diri dari Nazaret. Sementara
pembangunan Kanisah di kolom 16 telah tuntas dan diresmikan menjadi Gereja Kecil
pada 29 November 1998.
Saat Pendeta J.Lontoh, STh tiba di pos
pelayanannya pada 1999 sebagai Ketua BPMW Manado Utara II menggantikan Pendeta
Wenas, kemelut di Tunggul Isai dan Gunung Hermon ini menjadi tantangan
tersediri baginya untuk diselesaikan.
Ketika ditemui di ruang kantor Ketua BPMJ Betesda Ranotana
Manado pada Rabu, 6 Juni 2012 Jam 09.40 – 11.45 Wita Pendeta J. Lontoh, STh memaparkan, persoalan
Jemaat Tunggul Isai dan Gunung Hermon yang dimekarkan dari beberapa kolom Jemaat
Nazaret Tuminting memang merupakan prioritasnya ketika itu.
Untuk meredam situasi panas di kedua jemaat
itu, BPMW yang dipimpinnya menempuh kebijakan dimana keluarga-keluarga yang ingin berdiri sendiri menjadi jemaat Gunung
Hermon untuk sementara waktu digabung dengan Jemaat Getsemani Sumompo. Baru sekitar
6 bulan kemudian jemaat Gunung Hermon disahkan oleh BP Sinode GMIM melalui Pdt.
H. Mosal, STh, sebagai salah satu jemaat di lingkungan Wilayah Manado Utara II
dan Sinode GMIM. Sementara Jemaat
Tunggul Isai baru disahkan secara resmi oleh BPS GMIM sebagai jemaat otonom
pada 19 Desember 2004 sekaligus dengan penempatan Pendeta pertama H. C.
Manitik, STh.
Dengan ditetapkannya kedua jemaat itu sebagai
jemaat otonom maka konflik babak pertama pun selesai. Kini kedua jemaat terus
tumbuh dan berkembang menuju jemaat-jemaat yang dewasa. Pembangunan fisik di
kedua jemaat meningkat pesat. Kolom-kolom di Jemaat Tunggul isai yang awalnya
hanya 4 Kolom kini berkemang menjadi 7 kolom. Sedang di Jemaat Gunung Hermon
yang awalnya hanya terdiri dari 17 KK kini berkembang menjadi 3 kolom. Bangunan
Kanisah darurat tak ada lagi, tapi berganti bangunan pemanen yang megah dalam
tahap penyelesaian.
Di sini kita melihat dimana pada setiap
kelokan sejarahnya, Tuhan senantiasa mempunyai rencana indah menuju keesaan
umatNya dan berdirinya gereja. Kemelut sekuat apa pun ternyata tak lebih dari
sekadar jalan menuju indahnya pelayanan lain yang lebih lebar dan menakjubkan.
Dan dua jemaat kini telah berdiri kokoh sebagai saksiNya baik bagi mereka yang
di lembah, dan jemaatnya di puncak bukit sana.
Menuntun Orang Tergusur
Menuju Firdaus
Drama
pelayanan lain yang harus dilakoni Pendeta J. Lontoh, STh bersama BPMW yang
dipimpinnya di kurun itu adalah bagaimana menuntun orang-orang tergusur menuju
Firdaus. Mereka adalah umat Kristiani yang tersingkir dari habitat hidupnya
yang lama ke pinggiran kota. Jemaat yang tertolak yang harus dirangkul.
Kisahnya
bermula pada 12 Maret 2002, sebuah benih gereja tumbuh di perkebunan Mayondi
dari 9 Kepala Keluarga yang merindukan perjumpaan yang indah denga Yesus
Kristus Tuhan. Mereka adalah Kel. Hamid – Takumansang, Kel. Hengkelare –
Tampanatu, Kel. Bambulu – Katiandagho, Kel. Budiman – Lombo, Kel. Lombo –
Manaping, Kel. Soldado – Haribae, Kel. Soldado – Kaelung, Kel. Tarima –
Mahabir, Kel. Antahari – Tingihe.
Mayondi
ketika itu adalah kawasan pemindahan orang-orang yang rumahnya tergusur di
Kelurahan Calaca. Awalnya mereka adalah anggota Jemaat Centrum Manado. Kawasan
ini merupakan wilayah kelurahan Kombos dan Singkil. Sebagai kawasan yang
terletak di belakang perkampungan pesisir Manado Utara, tanah-tanah di
sekitarnya juga di manfaatkan oleh sejumlah gereja di perkotaan untuk dijadikan
Lahan Pemakaman (Pekuburan).
Selain
menempati lahan milik pribadi, di antara
9 Kepala Keluarga ada yang telah
menempati kapling Pemerintah Daerah Kota Manado, seiring program pelebaran Kota Manado, oleh pemerintah kota.
Sebagai kawasan hunian baru, pemerintah Kota Manado menyediakan lahan yang diberikan untuk pembangunan gedung gereja bagi
masyarakat yang menempati kawasan pengembangan kota itu.
Kerena
belum ada tempat ibadah (gedung gereja) yang permanen, maka ibadah untuk sementara
pelaksanaannya seperti ibadah kolom, dilaksanakan setiap hari Kamis. Sehubungan
dengan bertambahnya anggota jemaat dari 9 kepala keluarga menjadi 26 kepala
keluarga, maka dibuatlah tempat ibadah darurat dengan konstriksi tiang bambu
yang ditanam, dinding gamaca beratap seng dengan ukuran bangunan panjang 6 m,
lebar 5 m dan tinggi 3.5 m.
Guna
memantapkan pelayanan dan mengantisipasi berbagai gangguan sebagai sebuah
organisasi pelayanan, para perintis jemaat menyepakati sistim pelayanan
peribadatannya sebagaimana tata cara GMIM.
Pada
tanggal 6 Desember 2002 beberapa anggota
jemaat membawa persyaratan administrasi untuk diusulkan menjadi jemaat mandiri
ke Sinode GMIM. Permohonan Jemaat Mayondi diterima oleh Badan Pekerja Sinode
GMIM.
Sesuai
dengan kedudukan jemaat, awalnya anggota jemaat Mayondi meminta agar jemaatnya dapat menjadi bagian
dari pelayanan Wilayah Manado Utara I (satu), namun ditolak oleh Badan Pimpinan
Wilayah Manado Utara I.
Pada
tanggal 18 Desember 2002 dengan bantuan Ketua Wilayah Manado Utara II
(Dua) Bapak. Pdt. J. J. Lontoh, STh,
jemaat Mayondi diterima sebagai bagian dari aras pelayanan Wilayah Manado Utara
II. BPMW Manado Utara II yang dipimpin Pdt. J. J. Lontoh, STh langsung mengadakan program penggembalaan bagi calon pelayan Tuhan dan
membentuk perangkat jemaat di dalamnya BPMJ, para pelayan khusus dan BIPRA.
Sebagai ketua jemaat pertama ditetapkanlah
Pnt. Ventje W. Kumeka.
Dengan
mengucap syukur kepada Tuhan kita Yesus Kristus atas pertolongan dan
penyertaannya, maka pada tanggal 23 Desember 2002 Jemaat Firdaus Mayondi
diresmikan oleh Badan Pekerja Sinode GMIM oleh Pdt. M. L. Mosal, STh sebagai
jemaat GMIM yang ke-784 dalam lingkup palayanan Wilayah Manado Utara II.
Konflik Lain Yang Menguras Energi
Konflik di Jemaat Bukit Zaitun Sumompo ikut
memberi warna dalam periode pelayanan di kurun ini, yang menuntut perhatian
BPMW Pendeta J. Lontoh STh untuk penyelesaiannya. Bermula dari keingin sejumlah warga jemaat
untuk memisahkan diri Jemaat Bukit Zaitun Sumompo untuk berdiri menjadi Jemaat
sendiri yang saat ini telah ditahbiskan menjadi Jemaat Bukit Ararat Buha yang berpisah dengan
Jemaat indauknya Bukit Zaitun.
Gesekan
di kedua Jemaat ini akhirnya bisa diredam Pendeta Lontoh dan Pendeta Samahati dengan jalan memisahkan kedua jemaat
menjadi jemaat-jemaat mandiri. Jemaat Bukit Ararat yang baru terbentuk ketuanya
dijabat oleh Pnt. Rompas.
Di
Pandu BPMW yang dipimpin Pendeta J. Lontoh juga megusahakan berdirinya Jemaat Efrata
Pandu bagi pengungsi Ternate, Halmahera dan penduduk asli (Suku Bantik). Di
kurun ini juga BPMW berhasil mendorong berdirinya Kanisah di Bengkol
dan Pandu
Di
Jemaat Kharisma Buha juga terjadi gejolak sehubungan dengan ketua jemaat,
dimana keinginan Pendeta Judge Walo, STh menjadi ketua, tetapi umumnya anggota
jemaat mendukung kepemimpinan jemaat itu agar dipimpin Pdt. Ny.
Pongohan-Wangania.
Di
tengah periode penuh gejolak, konflik, dan tantangan pembangunan jemaat-jemaat
baru ini Pendeta J. Lontoh diperhadapkan. Banyak pengalaman pelayanan yang
dihadapinya yang perlu menjadi bahan pembelajaran bagi generasi pelayan berikutnya
yakni sebagaimana dipesankannya yakni seorang pemimpin pelayanan haruslah selalu
bermohon kepada Yesus Kristus akan tuntunan dan kekuatan. Seorang pemimpin
Kristiani juga harus rendah hati. Dalam mengahadapi masalah dalam pelayanan
para pelayan atau pemimpin kristiani itu harus menjumpai para tokoh jemaat
untuk bertukar fikiran dalam mencari pemecahan masalah.
Pendeta
Sapulete, STh mantan Sekretaris Badan
Pekerja Majelis Wilayah Manado II membenarkan dimana periode kepemimpinan
Pendeta J Lontoh banyak gejolak dan tantangan yang terjadi tapi semuanya bisa
diselesaikan dengan baik. Ketika di wawancarai pada Minggu, 10 Juni 2012 Pendeta
Sapulete, STh yang kebetulan menghadiri acara syukur anggota jemaat
Getsemani Sumompo mengatakan sebagai Sekretaris Wilayah Manado Utara II ketika itu,
ia ditugaskan untuk menyelesaikan
masalah Jemaat Gunung Hermon yang saat itu telah berada dalam satu
persekutuan dengan Jemaat Getsemani Sumompo. Masalah pelik dalam kehidupan
berjemaat itu akhirnya bisa diselesaikan tuntas.
Sturktur
BPW Manado Utara Dua yaitu :
K e t u a :
Pdt. J. Lontoh, STh
Wkl. Ketua :
Pdt. A. Antow, STh (Nazaret Tuminting)
Sekretaris : Pdt. Zapulete, STh (Getsemani Sumompo)
Bendahara :
Sym. Lutia – Medellu (Nazaret Tuminting)
Ketua W/KI :
Pnt. Dra. R. Lahope – Bogar (Nazaret Tuminting)
Ketua P/KB :
Pnt. Maringka (Petra Bitung Karang Ria)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar