OLEH: IVERDIXON TINUNGKI
III. MENJADI GEREJA OTONOM (2000)
Perjalanan penuh rintangan menuju gereja
otonom akhirnya terwujud semata-mata dalam perkenanan Tuhan Yesus Kristus
sebagai Kepala Gereja. Hal ini yang menjadi dasar iman segenap para perintis,
pembangun dan warga mula-mula di jemaat itu. Jemaat GMIM Gunung Hermon
Tuminting diresmikan menjadi gereja otonom pada Minggu sengsara I, 12 Maret
2000 menjadi anggota ke 754 dan jemaat ke 13 dari wilyah Manado Utara II sesuai
SK BPS GMIM tgl 12 No. 191. Ibadah peresmian dilakukan bersamaan dengan
pelantikan Panitia Pemilihan Kompelka Bipra Jemaat oleh BP Sinode GMIM Pdt. H.
Mosal, STh.
Pada tanggal 20 Maret 2000 diadakan
pemilihan komisi BIPRA dan yang terpilih adalah:
Komisi Pria Kaum Bapa:
Ketua Pnt. Welly Areros
Komisi Wanita Kaum
Ibu: Ketua Pnt. Liantje Kasehung
Komisi Pemuda : Pnt. Marlenida Lutia
Komisi Remaja: Pnt. Marfel Malamtiga
Komisi Anak : Pnt. Dien Gahinsa
Pada hari dan tanggal yang sama juga
dilaksanakan pemilihan Ketua Jemaat. Terpilih sebagai Ketua Jemaat yakni salah
seorang perintis dan pendiri jemaat Pnt.
Welly Areros. Untuk menggantikan posisi Pnt
Welly Areros di Komisi Pria kaum Bapa diadakan
lagi pemilihan ketua pengganti saat itu, dan yang terpilih Pnt. Matheos Sasambi.
III.1.
Areros, Perintis Jadi Ketua Jemaat Pertama
Pnt. Welly Areros adalah
salah satu tokoh utama perintis jemaat Gunung Hermon. Profesinya sebagai pelaut
ditinggalkannya ketika dia terpilih menjadi Pelsus jemaat Nasaret Tuminting
sampai dia tepilih sebagai ketua jemaat Gunung Hermon pada 20 Maret 2000. Banyak
tawaran untuk bekerja di laut tapi ia lebih memilih untuk menjadi sopir agar dapat
terus melayani jemaat.
Dilahirkan di Siau, 20 Januari 1945.
Menikah dengan Florensi Tumbio dan dikarunia tiga orang anak yakni: Jarto
Joseph Areros, Khristina Maria Areros, Kristianto Yohanes Areros.
Latar belakang
hidupnya yang lama berkecipak di dunia laut telah membentuk karakter pribadi
yang kokoh dalam mengarungi gelombang kehidupan dan riak pelayanan di ladang
Tuhan. Ia bersama dengan perintis lainnya dipandang sebagai pribadi-pribadi yang berpendirian teguh merintis dan membangun jemaat Gunung Hermon walau dihadang sejumput
permasalahan yang bertabur suka duka.
Generasi Jemaat Gunung Hermon
mula-mula hingga kini masih lekat dengan
ciri khas sosok Welly Areros yang tidak
dapat dilupakan ketika bekerja bakti ia selalu memakai helm kuningnya. Begitu
juga ketika ia memikul “nasi jaha” berjualan
untuk pengadaan dana pembangunan jemaat, helm kuningnya selalu dipakai.
Salah satu kebiasaan buruk yang
mengancam kesehatannya yaitu kebiasaan menegak
minum alkohol. Ini merupakan kebiasaan
lama yang masih lekat sejak masa-masa ia bekerja sebagai Kapten Kapal. Tapi
bagi mereka yang begitu mengenalnya, beliau dipandang sebagai sosok yang mampu
membawa orang-orang peminum alkohol yang begitu jarang ke gereja menjadi rajin
ke gereja, bahkan bapak-bapak inilah yang begitu rajin kerja bakti untuk
pembangunan Gereja.
III.1.1.
Prioritas Lahan Pekuburan
Sebagai ketua jemaat pertama Pnt. Welly
Areros mematok program prioritas utama yang dipandangnya sangat dibutuhkan
jemaat pasca jemaat itu diresmikan menjadi jemaat otonom yakni pengadaan lahan
pekuburan. Hal tersebut diprioritaskan karena banyak orang yang pada awalnya
ingin bergabung dengan jemaat Gunung Hermon tapi ditakut-takuti oleh oknum
tertentu karena tidak adanya lahan pekuburan membatalkan niatnya untuk
bergabung. Ketika itu ia mengungkapkan hal yang paling menyakitkan hatinya
yakni ketika orang-orang menyidirnya dengan berkata, “jemaat Gunung Hermon apabila meninggal mayatnya
terpaksa harus dibakar”. Maka dalam mengawali pelayanannya prioritas utama yang
ia lakukan adalah mengusahakan lahan pekuburan.
Untuk mengupayakan pengadaan lahan
pekuburan itu, ia bersama dengan bapak Roy Malamtiga datang ke rumah Bpk. Drs. Welly
Sambalao, MBA bermohon untuk mendapatkan lahan pekuburan bagi jemaatnya yang
baru berdiri itu. Dan beliau sangat bersukacita karena keinginan jemaat boleh
dinyatakan Tuhan melalui Bpk Welly Sambalao yang dengan suka rela menyerahkan
sebidang tanah miliknya menjadi lahan pekuburan jemaat Gunung Hermon.
III.1.2.
Pergi Dalam Perlindungan Tuhan
Pada bulan April 2000 Pnt. Welly Areros memulai pelayanannya sebagai Ketua Jemaat
Gunung Hermon. Namun hanya dalam kurun waktu April – Desember atau hampir 1
tahun beliau menjalankan tugas pelayannannya dengan baik. Pada awal Januari
beliau jatuh sakit gejala stroke.Ketika Bpk. Roy Malamtiga membawa undangan
untuk ditanda tangani, beliau sudah sangat sulit untuk menandatangani surat
tersebut.
Banyak usaha yang dilakukan untuk
kesembuhannya, jemaat sangat menginginkan kesembuhan beliau bahkan ketika sakit
jemaat selalu datang berdoa dan berharap kesembuhannya. Tapi kehendak Tuhan
lain dengan kehendak manusia. Pada tgl 16 April 2001 beliau meninggal dunia.
Kepergiannya disambut duka yang mendalam segenap warga jemaat Gunung Hermon.
Mereka merasa kehilangan seorang perintis dan pendiri jemaat yang telah
memberikan segenap waktu hidupnya bagi terwujudnya sebuah jemaat di atas bukit
meski harus berhadapan dengan segala tantangan dan persoalan yang terasa ikut
menyakitinya.
Tak ada pesan dan kesan yang disampaikn
beliau pada penulis tapi ada secarik kertas yang digoreskan tangannya ketika
sakit yang didapat oleh keluarganya setelah beliau meninggal:
“Orang yang
duduk dalam lindungan yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa
akan berkata kepada Tuhan: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku Allahku
yang ku percaya.” Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat
penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepakNya IA akan
melindungi engkau, dibawah sayapNya engkau akan berlindung, kesetiaaNya ialah
perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam,
terhadap panah panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang
berjalan didalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk diwaktu petang.
Walau seribu orang rebah disisimu dan sepuluh ribu disebelah kananmu tetapi itu
tidak akan menimpamu. Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan
melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. Sebab Tuhan ialah tempat
perlindunganmuYang Mahatinggi yang telah kau buat tempat perteduhanmu,
malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada
kemahmu sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkannya kepadamu untuk menjaga
engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya
kakimu jangan terantuk kepada batu. Singa dan ular tedung akan kau langkahi,
engkau akan menginjak anak singa dan ular naga. Sungguh hatinya melekat
kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, sebab ia mengenal namaKu. Bila ia
berseru kepadaKu, Aku akan menjawab, aku akan menyertai dia dalam kesesakan.
Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan
dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari padaKu. Mazmur 91 : 1-16”.
Tulisan ini yang begitu mengguggah hati
jemaat, dan mungkin ini adalah kesan terakhirnya. Semasa hidupnya keluarga dan
jemaat sangat tahu bahwa beliau sangat menyukai pembacaan dalam Maz 91: 1-16
yang berperikop “Dalam Perlindungan Tuhan”. Itulah sesungguhnya pesan terakhirnya
untuk jemaat yang begitu dikasihinya itu.
III.2. BPMJ dan PELSUS Periode 2000-2001
KETUA JEMAAT : Pnt
Welly Areros
SEKRETARIS : Sym
Roy Malamtiga
BENDAHARA: Sym
Abram Adrian
KOMISI KATEGORIAL BIPRA
PKB: Pnt
Matheos Sasambi
WKI: Pnt
Liantje Kasehung
PEMUDA: Pnt
Marlenida Lutia
REMAJA: Pnt
Marfel Malamtiga
ASM: Pnt
Dien Gahinsa
PELSUS KOLOM
Kolom I: Pnt
Alfinus Pontoh
Sym Abram Adrian
Kolom II: Pnt
Welly Lahengking
Sym Roy Malamtiga
KOMISI KATEGORIAL BIPRA
Komisi PKB : Ketua
: Pnt Matheos Sasambi
Wakil Ketua: Rafles Katilik
Sekretaris: Fredik
Wadja
Ass Bendahara: Vence
Kumeka
Anggota : Arnold
Sahempa
KOMISI WKI : Ketua
: Liantje Kasehung
Wakil Ketua: Dience
Gahinsa
Sekretaris: Dien
paparang
Ass Bendahara: Nepneti
Tamasalah
Anggota: Ibu
Areros Tumbio
KOMISI PEMUDA : Ketua: Marlienda Lutia
Wakil Ketua: Marfel
Malamtiga
Sekretaris: Deddy
Wadja
Ass Bendahara: Adolfina
Lutia
Anggora: Yuman
Sasambi
KOMISI REMAJA : Ketua:
Marfel Malamtiga
Sekretaris: Yaman
Sasambi
Ass Bendahara: Hutdam
Manurat
KOMISI ASM: Ketua : Dien
Gahinsa
Sekretaris : Hudam
Manurat
Ass Bendahar: Maria
Areros
KOORDINATORKOLOM I
PKB: Koordinator I
: Bpk Arnold Sahempa
Kordinator II: Bpk Robin Golose
Koordinator III: Bpk Otniel Malamtiga
WKI: Koordinator I: Ibu
Fredrika Malamtiga
Koordinator II:
Koordinator III: I bu Takapulungan Bogar
KOORDINATORKOLOM II
WKI: Koordinator I
: Ibu Florensi Tumbio
Kordinator II: Ibu Dien Paparang
Koordinator III: Ibu Nepneti Tamasalah
PKB: Koordinator I: Bpk
Fredik Wadja
Koordinator II: Bpk Ferda Lampus
Koordinator III: Bpk Rafles Katilik
PEMUDA & REMAJA (digabung) KOLOM I & II
KOORDINATOR PEMUDA : Deddy
Wadja
KOORDINATOR RAMAJA: Maria
Areros
GURU SEKOLAH MINGGU
(digabung kolom I & II)
1.Marlenida
Lutia
2.Alfira
Malamtiga
3.Nofa
Manurat
4.Hutdam
Manurat
5.Dien
Rahinsa
6.Maria
Areros
III.3.
Sekilas Para Perintis dan Pendiri Jemaat
III.3.1. Sym. Abram Adrian
Sym. Abram Adrian, adalah Syamas Kolom
19 Jemaat Nasareth Tuminting menjelang mencuatnya rencana pemekaran jemaat
Nazaret. Ia termasuk salah seorang perintis dan pendiri jamaat Gunung Hermon
yang terlibat sejak awal dalam mengikuti dan ikut memutuskan di sidang majelis
jemaat Nazaret tahun1996 tentang tempat atau lokasi pembangunan kanisah di kolom
19. Dan ketika terjadi perpindahan lokasi kanisah dari atas bukit ke lokasi
kolom 16 pada 1997, ia termasuk Pelsus yang menetang keras keputusan Sidang
Pleno Majelis di Nazaret tersebut.
Sejak tahun 1997 hingga tahun 2000,
Abram Adrian ikut dengan gigih merintis berdiri jemaat Gunung Hermon. Banyak
materi dan tenaga disumbangkan dan diberikan untuk pembangunan jemaat yang ikut
diperjuangkannya itu.
Pada masa penggabungan jemaat kolom 19 eks Nazaret menjadi kolom 14 di jemaat Getsemani Sumompo,
ia terpilih kembali sebagai Syamas. Pada tahun 2000 ketika jemaat Gunung Hermon
resmi menjadi jemaat otonom ia terpilih menjadi bedahara jemaat Gunung Hermon.
Abram Adrian, dikenal sebagai seorang
pelayan yang tegas dan disiplin dalam mengolah keuangan jemaat. Akibat
ketegasan dan kedisiplinannya itu, tak jarang terjadi perselisihan dengan para pendeta. Ia sempat mengkritisi
Pdt. Agustina E Talu, STh yang
dipandangnya tidak menggunakan uang kas jemaat sebagaimana mestinya untuk
menghadiri kegiatan Sinode. Uang telah diambil tapi tidak hadir dalam kegiatan. Ia juga sempat berselisih keras dengan Pdt Ransun. P seputar persoalan Pembayaran Gaji yang telah diberikan tapi
entah lupa atau alasan lain Ibu Pendeta merasa belum menerima meskipun tanda
terima sudah ditanda tangani. Karena perselisihan itu, ia pernah meninggalkan
sidang majelis.
Sosok Abram Adrian juga dikenal sebagai
seorang yang kritis tapi agak pemarah. Dalam sidang mejelis baginya semua
masalah atau kendala harus diselesaikan walaupun harus dengan kemarahan tapi
semua untuk kemajuan jemaat. Ia pernah keluar dari jemaat Gunung Hermon karena
berbagai perselisihan yang tak dapat diselesaikan oleh Pdt. Ransun P, tapi akhirnya kembali lagi ke jemaat Gunung
Hermon.
Tokoh jemaat yang berprofesi sebagai
sopir ini merupakan figur yang besemangat membangun jemaat. Dalam berbagai
kegiatan panitia HUT jemaat ia selalu berusaha menghadirkan pejabat bahkan
orang-orang yang membantu pembangunan jemaat.
Arbam
Adrian menikah dengan Ritna Tahulending dan dikarunia dua orang anak yakni Viko
Adrian & Brigita Adrian. Sayang sekali bahtera rumah tangga yang telah
dibangunnya bersama istrinya itu dengan susah payah tak dapat bertahan hingga
akhir, oleh suatu persoalan rumah tangga ia dan isterinya memutuskan untuk
cerai.
III.3.2.
Pnt. Alfinus Pontoh
Pnt. Alfinus Pontoh, lahir 2 November 1957. Menikah dengan Cristina Pontolowokang
dikarunia dua orang anak yakni Alfrits Christof Pontoh dan Detari Pontoh (alm).
Diawal pembangunan kanisah jemaat Gunung
Hermon Pnt. Alfinus Pontoh, yang juga merupakan anggota TNI AD itu terbilang
sangat peduli dengan keberadaan jemaat di atas bukit itu. Ia ikut dalam perjuangan secara tidak langsung karena waktu itu beliau masih menjadi syamas
kolom II jemaat Getsemani Sumompo.
Dalam berbagai konflik yang terjadi
seperti pemotongan tiang kanisah pada Senin, 8 Desember 1997 oleh Bpk. Hendrik Tondondame, ia ada
bersama-sama dan turut mengamankan keadaan tapi karena situasi yang tidak
memungkinkan, berusaha menelepon Koramil dan Polsek untuk datang ke lokasi.
Sebagai warga jemaat tetangga yang
rumahnya sangat dekat dengan lokasi Kanisah Kolom 19, ia sering didatangi para
perintis jemaat Gunung Hermon diantaranya Bpk Welly Areros untuk berkonsultasi
dan mencari jalan keluar berbagai persoalan yang terjadi saat itu. Misalnya,
saat penyusunan laporan kronologis pemotongan tiang kanisah yang dimasukkan ke
Korem dan Polsek. Ia secara tidak langsung menyumbangkan pikiran untuk masuk
dalam konsep pembuatan yang ditulis oleh Ibu Ritna Tahulending.
Dalam
Rapat untuk merumuskan nama jemaat beliau juga hadir dan mengusulkan salah satu
nama dengan bahasa Sangihe “Senggigilang”, tapi nama itu kemudian tidak
digunakan karena mayoritas jemaat lebih memilih nama “Gunung Hermon”.
Ketika Jemaat Gunung Hermon berintegrasi
ke jemaat Getsemani Sumompo juga mendapat dukungan penuh darinya dan pelsus-pelsus yang
ada waktu itu.
Pada akhir Mei 1999 sesuai keputusan
sidang jemaat Gunung Hermon diterima di jemaat Getsemani dan diutus penatua kolom
I Ibu Tumbilung Gagansa dan Syamas kolom II Bpk. Pontoh untuk mengkoordinir
atau sebagai penghubung jemaat Gunung Hermon dan Getsemani sumompo.
Setelah berintegrasi ke Sumompo walau
masih Syamas kolom II telah diundang oleh perintis lainnya untuk mengadakan
rapat di rumah Kel. Lembo Dirongalo Pontoh dan Bpk. Pontoh dipilih untuk
menjadi ketua Panitia Pembangunan Gedung Kanisah kedua yang peletakkan batu
pertama tanggal 12 Juni 1999 dan selesai dalam kurun waktu 3 bulan karena
tanggal 12 September telah diresmikan sebagai Kanisah kolom 14 jemaat Getsemani
Sumompo. Pada bulan Oktober beliau dipilih menjadi penatua kolom 14.
Ketika jemaat Gunung Hermon diresmikan
sebagai jemaat otonom, Pnt. Alfinus Pontoh pernah menjadi bendahara jemaat pada
periode 2005-2010. Ketika menjabat sebagai bendahara jemaat ia berhasil mengantar
jemaat Gunung Hermon meraih prestasi peringkat 7 sentralisasi jemaat se-Sinode
GMIM. Ia juga menjadi Ketua Panitia Pembangunan pastori jemaat.
Saat
diwawancarai tim penulis di rumahnya, ia mengungkap kesannya dimana Jemaat Gunung Hermon adalah jemaat yang
mandiri yang artinya berdiri dari kaki sendiri. “Di panas tak lekang, di dingin
tak lapuk”. Pergumulan yang paling mengesankannya selaku pelayan di Gunung
Hermon yakni pada saat peralihan kepemimpinan ketua jemaat dari Pdt. Agustina Talu
ke Pdt Ransun berakhir dengan berbagai
pegumulan tapi jemaat tetap membuat ibadah pisah sambut pendeta. Kepada
generasi berikut di Gunung Hermon ia berpesan dengan dasar di atas, kiranya
generasi berikut tetap memelihara persatuan dan kesatuan persaudaraan yang kukuh
sesuai nama jemaat. Karena dengan rukun berkat akan mengalir dalam hidup kita
dan kita pun akan menjadi berkat bagi orang lain.
III.3.3.
Sym. Roy Malamtiga
Pnt. Roy Malamtiga, lahir di Siau, 13 Oktober 1969. Menikah dengan Elsye
Tinungki dan dikarunia dua orang anak yakni Calfin C Malamtiga dan Cindy
Malamtiga. Ketika istri terkasih meninggal dunia, ia kembali menikah dengan Selvi Gampamole.
Ia
dikenal sebagai sosok yang ikut medukung berdirinya kanisah di kolom 19
walaupun pada awalnya belum terlibat aktif bersama para perintis lain. Setelah
Bpk Welly Areros mengajaknya bersama-sama dalam perjuangan jemaat beliau
langsung mendukung dan bersama-sama dalam membangun kanisah. Ia dikenal sebagai
seorang yang rajin dan tak mengenal lelah dalam membangun jemaat. Pada saat
jemaat cikal bakal Gunung Hermon bergabung dengan jemaat Getsemani Sumompo, ia
terpilih menjadi Syamas kolom 15 jemaat GMIM Getsemani Sumompo.
Pada
saat Jemaat Gunung Hermon menjadi gereja otonom, ia terpilih menjadi sekretaris
jemaat periode 2000-2005. Awalnya ia begitu ragu dengan kemampuannya menjadi
sekretaris jemaat karena menganggap dirinya masih begitu muda dan belum cukup
berpengalaman tapi dukungan keluarga dan Bpk. Welly Areros sebagai ketua dan
semangat melayani membuat beliau berusaha dan terus maju dalam melayani.
Ia bersama dengan Bpk. Welly Areros ke
rumah Bpk. Welly Sambalao untuk bermohon bantuan lahan pekuburan jemaat Gunung
Hermon.
Pada periode 2005-2010 ia terpilih
kembali menjadi sekretaris jemaat Gunung Hermon. Tapi, pada periode ini beliau melaksanakan
pelayanannya sebagai sekretaris hanya 5 bulan terhitung Januari-Juni 2010,
karena masalah pribadi dan digantikan oleh Sym Marfel Malamtiga. Periode
2010-2014 ia menjadi Penatua di Kolom II, dan dinilai berhasil dalam
pelayanannya di kolom II.
Saat di wawancarai Tim Penulis, ia
mengungkap kesanya yakni: sangat terkesan dengan kebersamaan jemaat dalam
membangun walaupun masih banyak tantangan tapi menurutnya tantangan tidak
membuat jemaat patah semangat tetapi tantangan lebih memotifasi jemaat untuk
terus berjuang. Kesan pergumulannya yaitu banyak konflik terjadi di antara
Pelsus tapi semua membuat kita lebih
dewasa. Pesannya, kerjasama harus terus dipelihara dan lebih meningkatkan
kualitas kerja pelayanan.
III.3.4.
Pnt. Drs. Welly Lahengking
Pnt. Drs. Welly Lahengking. Lahir di Alumbanua, 05 September 1954. Menikah dengan Helena
Arambau dikaruniai dua orang anak Marcel Michael Lahengking dan Mentari
Lahengking.
Beliau adalah Pelsus yang berjuang dalam
pengambilan keputusan tahun 1996 untuk lokasi kanisah di kolom 19. Sebagai BPMJ
Nazaret pada waktu itu beliau berada dalam
situasi dilematis antara keputusan BPMJ 97 dan keinginan hati yang sangat besar
untuk pembagunan di atas bukit. Ia terkadang memilih untuk diam tidak terlalu
aktif seperti perintis lain. Tidak menandatangani surat laporan pemotongan
gereja dan tidak mengikuti rapat-rapat perintis tapi beliau tetap membantu
dalam pembangunan gedung gereja Gunung Hermon. Aktif mengangkat kayu dalam
kerja bakti untuk pembangunan Gereja Hermon.
Ia termasuk sosok pelayan yang sangat
mengutamakan doa dalam pelayanannya. Dalam pembangunan gereja (kanisah) Hermon
pertama beliau menghadirkan Tim Doa Siloam (Tim yang terbentuk dari keluarga
besarnya) untuk menopang segala pergumulan jemaa GMIM Gunung Hermon. Memberikan
sumbangan yang cukup besar untuk pembelian lahan gereja. Dari jemaat mula-mula
sampai sekarang beliau tetap melayani jemaat.
Ketika diwawancarai tim penulis ia
mengungkap kesannya yakni ketika membangun kenisah/gereja kecil semangat
membangun sangat tinggi terutama ketika memikul kayu kelapa ke atas gunung
semua bekerjasama dengan penuh sukacita. Untuk itu ia berpesan dimana Jemaat ini
telah dibangun dengan sangat luar biasa bahkan sampai bercucuran air mata. Karena
itu generasi yang akan datang harus lebih bersemangat terutama dalam pembangunan adalah membangun
iman jemaat karena ketika iman terbangun gereja juga akan terbangun.
III.3.5.
Pnt. Matheos Sasambi
Pnt. Matheos Sasambi, lahir di Manado,
03 Juni 1950. Menikah dengan Nova Runtuwene dikaruniai dua orang anak Yuman
Sasambi dan Leila Sasambi. Pekerjaan kesehariannya adalah tukang. Ia adalah
orang yang mengusulkan lokasi kanisah di sekitar kolom 16,17,18,19 dirapat sidi
jemaat GMIM Nasareth Tuminting awal Februari 1996 sehubungan dengan rencana
pemekaran 4 kolom tersebut menjadi sebuah jemaat otonom.
Di tengah konflik dalam rencana pemekaran 4 kolom Nazaret menjadi jemaat
otonom, ia dengan gigih memperjuangkan jemaat Gunung Hermon. Dalam proses
pembangunan kanisah di atas bukit ia tidak kenal lelah membangun jemaat. Sebagai
seorang tukang ia mencurahkan seluruh tenaganya untuk pembangunan gedung
kanisah. Materi pun disumbangkan untuk keperluan pembangunan. Banyak ide-ide
bengunan kanisah yang mula-mula dibuat olehnya.
Di tengah
kepemimpinan Ketua Jemaat pertama Pnt. Welly Areros, Pnt. Matheos Sasambi dipilih menjadi Penatua Pria Kaum Bapa periode
2000-2005. Namun kurun pelayanannya hanya menjalankan tugas selama 3 tahun. Hal
tersebut disebabkan karena berbagai
konflik yang terjadi terutama selisih paham dengan penatua A. Pontoh. Demikian juga ketika ia merasa kecewa dengan Ketua Jemaat pada waktu itu Pdt.
Ransun P yang dinilainya tidak dapat menyelesaikan berbagai permasalahan jemaat,
beliau keluar dari jemaat GMIM Gunung Hermon dan pindah ke kolom II jemaat GMIM
Tunggul Isai.
Ketika
ditemui Tim Penulis di rumahnya, ia mengatakan meski tak lagi di jemaat Gunung
Hermon tapi ia bangga dengan semangat jemaat Gunung Hermon yang dari dulu
sampai sekarang tetap bersemangat membangun jemaat itu. Ia juga memaparkan
penyesalannya dengan segala yang terjadi di masa lalu. Baginya semua itu adalah
satu kelemahannya karena tidak dapat melanjutkan dan mempertahankan tanggung
jawab pelayanan. Namun ia bersyukur dengan perkembangan jemaat sekarang. Ia pun
merasakan sukacita dan merasa diberkati karena pernah berjuang membangun
kanisah di atas bukit bersama jemaat Gunung Hermon. Pesannya kepada generasi
penerus bekerjalah dengan semangat dan berjuanglah dengan penuh sukacita.
III.3.6. Pnt. Frederik. Wadjah
Pnt. Frederik. Wadjah, lahir di Manado,
28 Desember 1955. Ia adalah salah seorang yang terlibat aktif dalam perintisan
berdiri jemaat Gunung Hermon. Bersama dengan Bpk. M. Sasambi, Bpk. A. Adrian,
Bpk. W. Areros, Bpk. Sonny Katilik mengadakan rapat untuk pembuatan kanisah
pertama di atas bukit, dengan berpartisipasi biaya sensor kayu diladang
pekuburan jemaat Nazaret. Ia terbilang giat dalam kegiatan kerja bakti
pembuatan Kanisah di atas bukit.
Ketika tim penggembalaan turun meredam
konflik peralihan tempat pembangunan kanisah dari atas bukit ke lokasi kolom
16, beliau ikut dalam penggembalaan dan meninggalkan tempat karena marah dan sangat
tegas menolak untuk bergabung dengan kanisah di kolom 16. Beliau mengatakan hasil
sidang pleno Majelis di Nazaret tahun 1997 tidak sah karena melecehkan hasil
sidang pleno majelis tahun 1996.
Beliau juga mengatakan pada waktu acara
pisah sambut vikaris Kaparang, Bpk. Pnt. Andries Lutia memimpin aksi 5 menit
untuk pembangunan kanisah di kolom 19 tetapi ternyata uang terkumpul tersebut
tidak digunakan untuk pembangunan kanisah kolom 19 tapi digunakan untuk
pembelian lahan di kolom 16. Menurutnya semua adalah kebohongan dan beliau
meninggalkan tim penggembalaan bersama rekan-rekan lainnya.
Ketika terjadi masalah pemotongan
tiang-tiang kanisah pertama di atas bukit, ia ikut menandatangani laporan ke pihak yang
berwajib bersama sejumlah perintis
jemaat Gunung Hermon.
Karier pelayanan yang diembannya yakni
menjadi Ketua Pria Kaum Bapa jemaat Gunung Hermon periode 2005-2010 dan 2010
-2014.
Kepada Tim Penulis ia memaparkan
kesannya di sekitar proses terbentuknya jemaat gereja Gunung Hermon dari tahun
1996 – 2000 yang merupakan sesuatu yang sangat bersejarah bagi dirinya karena di dalamnnya menuntut perjuangan yang
tidak gampang, menyita waktu, perhatian dan pikiran karena harus melewati
berbagai peristiwa yang tidak kita inginkan. Didalamnya ada tindakan brutal
dari orang yang tidak ingin jemaat Gunung Hermon terbentuk sehingga terjadi
kejadian-kejadian yang tidak diingini terjadi yaitu pemotongan, perusakkan
bahkan sampai merobohkan gereja.
Sebenarnya katanya, perusakkan sampai pada perobohan gereja ini,
tidak akan terjadi kalau kedua pihak menyadari benar-benar sebagai orang yang
percaya dan pengikut Kristus tentu segala sesuatu tindakan harus didasari kasih
di dalamnya. Kita duduk musyawarah maka ini akan melahirkan suatu keputusan
sesuai dengan yang kita ingin. “Pada saat itu orang-orang yang tidak senang
dengan kami berpikir dengan emosi, untungnya kami dari pihak yang dirugikan
masih dapat mengendalikan emosi berpikir secara waras, kalau kita juga berpikir
secara emosi melayani mereka, maka sudah pasti akan terjadi pertumbahan darah,”
ujarnya.
Untuk itu ke depan pesannya, kita semua
harus melihat segala sesuatu dengan kacamata iman untuk melakukan, mengajar dan
mendidik anak cucu kita dengan baik. Jangan mengikuti apa yang salah tetapi
harus kita lakukan dan tunjukkan apa yang baik untuk mereka lakukan atas dasar
firman. Kita selalu sampaikan kepada mereka didalamnya mereka akan menjadi
orang-orang yang berguna yang terutama pada Tuhan dan segala sesuatu yang
mereka lakukkan atas dasar kasih bukan dengan emosi.
III.3.7.
Ibu. Lutia Kasehung
Ibu. Lutia Kasehung, lahir 09 Januari 1940. Seorang pensiunan yang dalam
pernikahannya dikarunia lima orang anak Dorlinike Lutia, Petruson Lutia, Marlenida
Lutia, Adolfina Lutia, Yunima F Lutia.
Sebagai figur perempuan yang ikut
merintis berdirinya jemaat Gunung Hermon ia merasakan betapa banyak suka duka
ketika itu. Beliau bersama dengan Ibu Lembo D. Pontoh menghadap Bpk. Pdt. Mosal
untuk berkonsultasi tentang permasalahan diawal pembangunan kanisah di atas
bukit yang tiang-tiangnya dipotong. Lalu untuk kali kedua bersama Ibu Ritna
Tahulending dan Bpk. Abram Adrian berjuang mencari kepastian berdirinya jemaat Gunung Hermon dan berkonsultasi dengan Bpk Pdt.
M L Mosal. Beliau selalu hadir dalam rapat-rapat para perintis jemaat.
Ia juga bolak balik kantor polisi karena
masalah laporan yang telah ditanda tangani oleh 12 orang lainnya termasuk
beliau tentang kasus pemotongan tiang-tiang kanisah di atas bukit.
Manurut memorinya, ketika terjadi
pemotongan tiang-tiang bangunan kanisah beliau melerai seraya mendinginkan
bapak-bapak yang ingin melawan Bpk H Tondondame agar tidak terjadi pertumpahan
darah.
Di tengah badai persoalan yang begitu
sengit ia termasuk perintis jemaat yang tidak jerah terus berjuang dalam
pembangunan jemaat . Di bidang pelayanan ia menjadi Pnt. Kaum Ibu Jemaat Gunung Hermon
periode 2000-20005.
Ia dikenal rajin dalam tugas
pelayanannya. Umurnya yang sudah tua tidak membuat ia lemah dan tak bersemangat
tapi beliau tetap melaksanakan tugasnya sampai akhir periode. Periode 2005-2010
atas hasil pemilihan beliau terpilih lagi menjadi Pnt. Kaum Ibu tapi beliau
menolaknya.
Tentang kesannya ia mengatakan ketika
awal membangun jemaat begitu semangat dan bekerjasama dengan baik begitu rukun
sesuai dengan namanya. Untuk itu ia berpesan agar generasi selanjutnya lebih memahami nama yang diberikan
“Gunung Hermon” yang dapat memberikan kesejukkan, kedamaian, sukacita dan
berkat.
III.3.8.
GA. Ritna Tahulending
Ibu Ritna Tahulending, adalah sosok Guru
Agama (GA) yang juga salah seorang perintis jemaat Gunung Hermon. Ibu dari dua
anak masing-masing Fiko Adrian dan Brigita Adrian ini sangat berperan dalam
pembangunan jemaat Gunung Hermon. Banyak hal yang dilakukkan para perintis
sesuai dengan ide-ide beliau.
Selaku guru agama ia selalu menenangkan
jemaat agar tidak membalas perilaku oknum yang tidak bertanggun jawab, bahkan
ketika bangunan Kanisah pertama dirobohkan pada dini hari beliau mengajak
jemaat untuk berdoa melalui pengeras suara agar mengampuni mereka.
Beliau secara tidak langsung ditugaskan
Sinode untuk mendamaikan jemaat dan perlahan dapat mengajak jemaat bergabung
dengan jemaat kanisah kolom 16 tapi ketika gedung kanisah dirobohkan beliau
mengurungkan niatnya dan bersama dengan
perintis lain menandatangani laporan pemotongan
tiang-tiang gedung kanisah pertama. Ia dikenal sebagai sosok yang giat
melayani.
Karena permasalah pribadi yang merundung
rumah tangganya beliau kini memilih berdomisili di tempat lain dan keluar dari
jemaat Gunung Hermon. Kendati demikian banyak anggota jemaat berharap beliau
kembali dalam pelayanan di Gunung Hermon.
III.3.9. Pnt. Fentje Kumeka
Fentje Kumeka adalah
perintis jemaat Gunung Hermon yang terbilang muda usia. Meski masih muda, ia
begitu giat bersama-sama berjuang untuk pembangunan jemaat. Ia dikenal sebagai
sosok yang mengusulkan nama Gereja Gunung Hermon.
Dalam serentetan konflik
menuju berdirinya jemaat Gunung Hermon otonom, ia bersama-sama dalam suka dan
duka membangun jemaat. Banyak materi yang disumbangkannya untuk pembangunan
jemaat. Bersama dengan perintis lain memikirkan pembangunan jemaat.
Dia tercatat yang pertama menikah di gedung kanisah yang
baru selesai dibangun. Ia juga pertama
kali menggunakan 133 tangga gereja ketika menikah.
Kesannya di seputar kerja
perintisan jemaat Gunung Hermon menurutnya
ketika bekerjasama dalam membangun gereja suka dan duka dihadapi bersama dengan penuh sukacita. Maka ia amat
menyesal dengan para perintis yang keluar dari jemaat. Ia berpesan agar jemaat
tetap bersatu dan bekerjasama dalam membangun.
Ia keluar dari jemaat Gunung
Hermon ketika ia membeli tanah di Mayondi dan akhirnya menjadi Ketua Jemaat Pertama
di jemaat Firdaus Mayondi.
III.3.10.
Sym. Marfel Yanis Malamtiga
Marfel Yanis Malamtiga, lahir di manado 28 Maret 1977. Menikah dengan Stefani
Takalamingan dan dikarunia dua orang anak Dewinda Malamtiga dan Israel
Malamtiga.
Ia termasuk generasi muda yang ikut
dalam kelompok perintis jemaat Gunung Hermon. Ia terlibat aktif berjuang
membangun jemaat.
Ketika tiang-tiang kanisah pertama
dipotong, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan darah mudanya masih
begitu kuat untuk meluapkan kemarahannya dengan memegang sebatang kayu dengan
niat untuk melawan, tapi kata hatinya yang diyakini adalah tuntunan Roh Kudus
membuat ia mengurungkan niatnya untuk melawan
Cara lain dilakukan yaitu dengan
menandatangani laporan yang dibuat bersama dengan perintis lain. Ia mengaku
harus menerima kemarahan aparat ketika dipanggil untuk diinterogasi karena
laporan yang ditanda tanganinya.
Pada periode 2005-2010 menggantikan Bpk
Sym. Roy Malamtiga menjadi sekretaris jemaat dan periode 2010-2014 menjadi
bendahara jemaat.
Pesannya sekiranya perjuangan bukan
hanya sampai pada apa yang kita capai melainkan perjuangan akan terus menerus
dilakukan dari generasi ke generasi untuk perkembangan dan kemajuan Gunung
Hermon.
Ia amat terkesan dengan persaudaraan
yang rukun sejak mula-mula jemaat ini dirintis. Untuk itu berharap adanya komitmen
iman, seia sekata dalam kebersamaan.
Pergumulan di kurun mula-mula perintisan
jemaat yang tak mungkin dilupakannya adalah di kantor polisi ia
dibentak-bentak, dimarahi, ditekan, ibarat orang yang melakukan kejahatan
seperti pembunuhan berencana.
III.3.11.
Otniel Malamtiga
Otniel Malamtiga, lahir di Siau 11
November 1943. Bapak tiga putra ini ( Nova Malamtiga, Marfel Malamgiga, Alfira
Malamtiga) dikenal sangat rajin dalam membangun gereja. Sebagai 'bas' (tukang) tenaga
dan seluruh keahliannya dipakai untuk membangun gereja.
Dalam periode pemilihan 2005-2010,
beliau terpilih menjadi ketua pembangunan gedung gereja permanen.
Dikurun awal perintisan dan pembangunan
Kanisah mula-mula ia merasakan kerjasama yang baik bersama jemaat dan Alm Ketua
Jemaat Pertama Welly Areros yang penuh semangat dalam membangun gereja, mulai
dari mengumpulkan material walaupun uang ditangan bendahara hanya Rp.15.000
namun karena kebersamaan, kami dapat membangun gereja.
Kepada tim penulis ia mengatakan
pesannya agar generasi muda supaya tetap
mempertahankan kerjasama yang baik, yang tidak baik ditinggalkan dan tetap
menjaga kebersamaan agar jemaat Gunung Hermon selalu diberkati Tuhan.
Selai itu menurutnya, Ketua jemaat
pertama Bpk Welly Areros menjadi teladan untuk diikuti oleh penerus selanjutnya
karena beliau merupakan pejuang sejati penggagas dalam segala sesuatu rencana
atau segala yang ia lakukan untuk membangun kanisah kolom 19 (Jemaat Gunung
Hermon).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar