SEPETAK LADANG DI
MATA PETANI
(perjalanan
ke Geme)
langit
memintal warna kemuning biji padi
di sepetak ladang,
di sepetak mata petani
entah berapa
abad petani mencangkul bau belukar
cericit
burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya
sebelum atau
sesudah petak ladang ini bisa disemai,
dipanen
tak saja
tanah, juga darah di nadinya menanak doa
tapi petani
hanya sepotang kata
dalam ucapan
ringan orangorang di balik samudera
berjarak
langit bumi tanpa tangga
di petak
hatinya tanah dan laut tak lebih ruang cahaya lentera kecil
dengan
pedalaman malam dihuni burungburung risau
di sini,
setiap kali suaranya tergelincir
di batu
saman penuh lumut
dihisap
lintalinta yang gemuk
oleh darah
pulau yang selalu parau
untuk
sekadar bergemuruh
ketika kicau
burung menghiburnya di atas mayang patah
senja meringkus
semua mimpi pecahpecah itu
petani
kembali menanami ladangnya
dengan
bijibiji air matanya sendiri
SENJA DI PANTAI RAINIS
Korakora dulu
melepas sauh
di senja seperti ini lelakilelaki
akan turun
mengisahkan benua lain
di balik kabut mata anak pesisir
seperti pasir
anakanak berhamburan ke laut
mengejar kisah perahu tiang tinggi
layar buncit oleh angin
riuh bandar, bauh arak
dan keperkasaan datu
dari saman ke saman selalu megah
semegah batang tiang korakora
melabuhi semenanjung
dan jazirahjazirah
bauh sejarah itu
masih mengental di senja
pada jejeran anak tangga menuju pasir
dalam deru ombak pecah
di batangbatang bakau
di batangbatang sanubari
*) Rainis: Sebuah kampung di pesisir
Pulau Karakelang, Talaud.
*) Datu: Pemimpin adat. Orang yang punya kesaktian.
ZIARAH ARANGKAA
ke sini
ke bumi yang di atasnya
ladang airmata
dengung nanaungan
pada erang mata gadis
menyimpan bara
belum seabad moyangnya
bersimbah darah
melawan Belanda
di liang hatinya
nenek menyanyikan lirik kukumbaeda
tanah merah menanak panas
keberanian Larenggam
menggelegak tak saja dilantai bumi
samuderanya
juga pada detak nafas menolak tunduk
kerena tunduk itu berhala
pesisir tropis dengan bau garam
menganyam Arangkaa
jadi bendera
kini kau kibar di atas api
memanggang seruluh isi kampung
bertuah seperti gemerincing pedang
di telinga semua benua
patung lelaki itu tegak berdiri
mengisi kesunyian utara yang tiri
kecuali perempuan tua
setia mengziarahi
senja menyimpan api
*) Nanaungan : Sejenis gong untuk upacara adat.
*)Kakumbaeda: Syair menidurkan anak yang berisi berbagai kisah.
MIANGAS
leluhur
ketapang tak lupa pada Lorca
mengajar pelautnya nyanyian malam
“Los
Cuatro Muleros dan Sevillanas”
sebuah
monumen beton terpacak mengubur Pardao
begitu
Miangas tak lupa cantiknya dimasa Las Palmas
kini
meranggas, tak lebih sebuah pulau tapal batas
dulu kadetkadet kapal layar Spanyol adalah penari
di
tengah api dinyalakan udara pasifik
rancak
Vihuela De Mano dipetik semarak ombak
menyeruh
seruanseruan Paradiso yang agung
pulau
karang ini tak sekadar sarang gurita
cangkang
siput purba dan Lumaromban
tidur
di atas mite samudera khatulistiwa
tapi
surga buat letih pengelana laut penjejak benua
kini
barisan tambur menggerendam dek kapal
dalam
kisahkisah arung menggetarkan telah karam
lisut
di atas sebuah tapal menimbun sejarah pulau
kecuali
kisah buram dipancarkan suar
letih
meniti makna dini hari
rimbun
ketapang tak lain rimbun kemelaratan
sebuah
bendera berkibar di atas kuburan
di
atas rumahrumah gubuk beratap tangisan
tersuruk
senja mengelisahi malam rentah bernanah
di
wajah anak pulau meratapi nasib dan lautnya
gemuruhkan
mirisnya warna kemiskinan
*) Lumaromban: Gurita raksasa dalam
cerita Rakyat Talaud.
*) Pardao: Monumen Spanyol di Miangas.
*) Lorca: Federico GarcĂa Lorca, Komponis
Spanyol.
*) Paradiso: (Surga) Sebutan pelaut
Spanyol untuk kepulauan Talaud.
OMBAK AMBORA
Perjalanan bersama Rimata
Narande
melintasi
Ambora, ombak adalah buku
barisan
halaman luas
tebal
oleh kisah arus
juga
perang besar di pulaupulau itu
puisipuisi
memucuk di keningnya
membuih
seperti bijibiji asin
mata
gadis berbaris menghampar seperti pasir
ia
di sana menati ziarah pesamudera
setia
menghidu bau sesaji di pucuk matanya
ia
gelisah. laut ini menempah segala ke dadanya
tak
saja ombak, juga kesunyian abadi di kedalaman biru hatinya
pen
perahu dari kayu pasa, lunas batang tua dari rimba mantra
bau
melati bumi arangkaa; dekaplah katamu, laut itu kekasih
wahai.
berapa surut, berapa pasang buat aku mengayuh
hingga
tiba di tawamu sebening angkuh laut ini
karangkarang
menjalari gunung
menebing
di dinding langit hatiku
ke
mana perahu mengarah
selalu
tiba di padang air yang marah
deretan
gadisgadis penari, gerendam tamburtambur
o…kapan
pesta ombak ini berhenti memukul
melintasi
ambora, melintasi mata hiu
surga
sedekat taringnya
mengendap
di kedalaman biru, menggelegak di hatiku
hingga
yang oleng bukan perahu, tapi kelakianku
sebegitu
jauh pelayaran, akhirnya aku tiba pada syairsyair mantra
memenangkan
laga tak sekadar kita perkasa
tapi
keberanian menerima kematian, seperti pelukan kekasih
kiat
erat dekapannya, kian terasa indahnya tikamannya
*) Ambora: kawasan laut yang selalu
berombak sepanjang musim, di pesisir Geme-Arangkaa, Talaud
*) Arangka: sebuah desa yang terbakar
dalam perang Larenggam dan Belanda. Di desa ini ada goa tengkorak para
pemberani yang semuanya gugur dalam perang terakhir yang dasyat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar