di Tagulandang senja membawaku
pemandangan lembah
bukan lembah biasa berupa hamparan
pepohonan
lembah ini hati petani nelayan dilebati
ketabahan
menebas semak gelombang dipenuhi karat
dimanamana ketemukan wajah mereka asin sekristal garam
mengasinkan celacela cabang pepohonan
Daihango yang menyelinap
ke benak menjejar dedaunan di sepanjang
jalan
dimana bayangbayang orang desa mencari
pulang
para leluhur sesungguhnya telah membuat
peta kehidupan
agar nafas mereka merekah
tapi udara selalu terlalu kelabu
menerkam silsilah leluhur
membuatnya tertidur di atas jejak perahu
dulu tegar bertempur
lalu hujan seharum hutan dengan kisah
musim bunga putih
berkata; semesta seri itu bukan saja
milik melati, kenanga
dan Elang yang bisa menjelajahi dan
meraih langit tertinggi
anakanak desa di sini juga punya riang
menangkup desau angin
menangkap gerisik dedaunan seperti
notasi
ketika bumi bernyanyi, mereka itu penari
hingga malam tiba mereka lupa jalan
menuju mimpi
burungburung juga seperti angin tak lupa
hinggap mencadainya
mencericiti senja yang tak luput berbagi
sinar terindah
warna kemuning mendenyar hingga ke dalam
doa
dikayuh menuju ladang samudera di dada mereka
yang terus mendebur tak pernah diam
dari tebing pulau pun kulihat laut luas
melukisi cekukan sejarah
warna gelombang. bau Salak manis dan
sepat mengaduk ingatan
pulau indah ini terbentuk dari kisah
airmata menjadi delta
dalam dongengan yang kini menjelma
keseharian orangorang
sigap bertarung melawan kesulitan
kemustahilan
memanjang di kesunyian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar