Oleh : Iverdixon Tinungki
Setelah masa kepemimpinan PJS Ketua
Jemaat Pendeta J.J. Lontoh, STh, pada tanggal 1 Maret 2003 Pendeta Ransun Palansalaeng, STh sesuai SK BPS
Sinode GMIM ditempatkan di Jemaat Gunung Hermon sebagai Ketua Jemaat. Ketua
jemaat keempat ini bertugas kurang lebih 6 tahun hingga tahun 2009.
Pendeta Ransun Palansalaeng, STh lahir
di Manado, 13 Februari 1968. Menikah dengan Jhoni Ransun dikaruniai tiga orang
anak Regina Ransun, Refin Ransun, Ritna Ransun.
Ketika tiba di Gunung Hermon Pendeta
Ransun Palansalaeng, STh metetapkan Visi
Misi pelayanannya bagi jemaat di atas bukit itu yakni: “Menjadikan Jemaat Yang
Misioner”.
Komitmen misiologis
gereja yang diterapkannya itu tentu tak lepas dari prinsip utama yang harus
dipegang yaitu Amanat Agung Yesus Kristus dalam Mat. 28: 19-20:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Prinsip ini
adalah hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam sebuah komitmen misiologis gereja.
Ada dua hal yang menjadi penekanan dalam ayat tersebut, yaitu:
1.
“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa, Anak, dan Roh Kudus,” yang merupakan ajakan supaya gereja bergerak ke
luar dari lingkarannya, ke dalam dunia yang lebih luas untuk menjadilah semua
bangsa murid Yesus dengan cara membaptiskan mereka. Membawa jiwa-jiwa untuk
mengenal Yesus, dalam hal ini dalam kaitannya dengan Bapa dan Roh Kudus.
2.
“Ajarlah mereka melakukan …” yang merupakan perintah untuk tidak hanya sibuk
mencari jiwa, tetapi bagaimana membawa jiwa-jiwa yang mengenal Yesus itu untuk
melakukan apa yang menjadi kehendak Yesus, yang tak lain adalah seluruh karya
Yesus di dunia, yang pada akhirnya membawa pengerucutan pada kata kasih. Kasih
yang tidak murahan tetapi kasih yang pemurah itu.
Berbicara
mengenai gereja yang misioner sebenarnya adalah berbicara mengenai
bagaimana gereja bisa memenuhi komitmen misiologis yang terkandung dalam Amanat
Agung tersebut. Bagaimana prinsip yang terkandung dalam Amanat Agung itu
sepenuhnya diwujudkan, tetapi dengan metode yang kontekstual, metode yang
menghargai keragaman konteks di mana Injil itu akan disebar. Sekali lagi
perlu mendapat penekanan yang cukup tegas di sini, prinsip dan metode tidak bisa
serta merta dicampuradukkan.
Pendeta Ransun Palansalaeng, STh sebagaimana kesaksian beberapa anggota jemaat
Gunung Hermon, selalu percaya bahwa doa adalah hal yang utama yang harus
dilakukkan jemaatnya dalam membangun jemaat yang senantiasa terbelit konflik
ini. Untuk itu ia meluncurkan program ibadah Senin berdoa bagi jemaat yang
dipimpinnya.
Disisi lain terjadi permasalahan dalam
rumah tangganya. Ia pernah bercekcok di pastori dengan suaminya dan dilerai
oleh Pelsus dan sebagian anggota jemaat. Percokan itu membuat ia dan suaminya sempat
bepisah, tapi kemudian rukun kembali.
Diakhir pelayanan banyak terjadi
permasalahan. Tidak ada kecocokan dengan bendahara mengenai keuangan. Diakhir
pelayanan pernah memegang keuangan jemaat. Beberapa Pelsus ke Sinode
berkonsultasi mengenai pelayanan beliau. Dalam masa pelayanan 6 tahun akhirnya
ia harus meninggalkan Gunung Hermon untuk tugas di tempat pelayanan yang baru.
Ia sangat terkesan dengan semangat
kebersamaan jemaat Gunung Hermon. Rapat-rapat majelis yang sering bercekcok
tapi membawa pertumbuhan bagi jemaat. Pesannya, lanjutkan kebersamaan dan
utamakan doa dalam segala hal.
Enam Tahun dalam Keberhasilan
Banyak keberhasilan yang dicapai Pendeta
Ransun Palansalaeng, STh selang 6 tahun era kepemimpinannya selaku ketua jemaat
Gunung Hermon. Program PBTK cukup
berhasil dilaksanakan. Di bidang sentralisasi, Jemaat Gunung Hermon mendapat
rangking ke 7 tingkat Sinode. Di jemaat Gunung Hermon pun beliau ditetapkan
menjadi pegawai organik Sinode. Konsistensinya dalam melayani terbilang
berhasil.
Kurun lebih
5 tahun sejak diresmikannya Jemaat Gunung Hermon sebagai jemaat otonom pada 12
Maret 2000, muncul gagasan membangun gedung gereja permanen untuk menggantikan
bangunan kanisah kedua yang dibangun pada 12 Juni 1999, Kanisah kedua dibangun
di atas bekas reruntuhan Kanisah pertama , dengan peletakkan batu dasar dalam
sebuah ibadah yang dipimpin Pdt. J.Lontoh, STh selaku Ketua BPMW Manado Utara
II.
Gagasan
membangun gedung gereja permanen yang dilontarkan Pendeta Ransun Palansalaeng,
STh langsung disambut antusias jemaat dan para Pelsus. Untuk merealisir tahapan
pembangunan itu, di era kepemimpinan Pendeta Ransun Palansalaeng, STh tercatat
terjadi 3 periode pergantian Panitia
Pembangunan yakni Panitia Pembangunan tahap pertama, Ketua Pnt. W. Lahengking, Sekretaris
Bpk. J. Kampong, Bendahara Sym. A. Adrian.
Panitia
Pembangunan tahap kedua, Ketua Bpk. Otniel Malamtiga, Sekretaris Sym. Roy Malamtiga, Bendahara Sym. A. Pontoh. Sedangkan Panitia Pembangunan
tahap ketiga, Ketua Pnt. A. pontoh, Sekretaris Sym. Roy Malamtiga, Bendahara Bpk.
Marfel Malamtiga.
Panitia Pembangunan
tahap tiga melaksanakan tanggungjawab pelaksanaan pembangunan hingga ke era kepemimpinan
Pendeta Fonny Welmina Mamanuah, STh.
Capaian
pembangunan gereja permanen di masa Pendeta Ransun Palansalaeng, STh mencapai
30 persen. Sumber dana berasal dari dana
tanggung jawab keluarga Rp.10. 000 per minggu.
Selain itu dari aksi penjualan makanan, sumbangan dari pejabat, Caleg, dan
pemerintah Kota Manado.
Sementara
warga jemaat juga melakukan aksi kerja bakti. Sumbangan dari anggota jemaat
baik dana dan tenaga sangat besar. Untuk tenaga tukang ada pembayaran tapi
terbilang kecil.
Banyak
usaha-usaha pendanaan melalui panitia dan bantuan untuk pembangunan gereja
permanen diupayakannya. Upaya awal pembangunan gereja permanen ini
dilaksanakan dalam masa pelayanan tahun
2005-2010.
Pendanaan pembangunan selain menyerap anggaran
dari swadaya anggota jemaat Gunung Hermon, juga melibatkan sejumlah donatur
dari luar jemaat sebagaimana tercatat dalam buku register penyumbang
pembangunan Gereja Gunung Hermon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar