Jumat, 19 Juli 2013

5 PUISI IVERDIXON TINUNGKI DI HARIAN INDO POS TGL 13 JULI 2013



SEPETAK LADANG DI MATA PETANI
(perjalanan ke Geme)
langit memintal warna kemuning biji padi
di sepetak ladang, di sepetak mata petani

entah berapa abad petani mencangkul bau belukar
cericit burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya

sebelum atau sesudah petak ladang  ini bisa disemai, dipanen
tak saja tanah,  juga darah di nadinya menanak doa

tapi petani hanya sepotang kata
dalam ucapan ringan orangorang di balik samudera
berjarak langit bumi tanpa tangga
apalagi jendela. kecuali desis ular mengintai nafasnya

di petak hatinya tanah dan laut tak lebih ruang cahaya lentera kecil
dengan pedalaman malam dihuni burungburung risau

di sini, setiap kali suaranya tergelincir
di batu saman penuh lumut
dihisap lintalinta yang gemuk
oleh darah pulau yang selalu parau
untuk sekadar bergemuruh

ketika kicau burung menghiburnya di atas mayang patah
senja meringkus semua mimpi pecahpecah itu
petani kembali menanami ladangnya
dengan bijibiji air matanya sendiri

 
BILA LAUT ITU IBU

ibu selalu bangun lebih pagi sebelum matahari
sebelum adzan subuh menggemah
sebelum Tuhan lebih dulu terjaga oleh doanya
kendati semalaman, aku menyusu semua kisah di lengannya

seperti perahu korakora tak takut pada ombak
ibu adalah  lunas dan tiang utama
kokoh kerena air mata

arus samudera tak membuatnya letih
sekali terpacak, kemudi harus diarah dengan cakap
dalam angin mati pun korakora harus bergerak pergi

“bila laut itu ibu, siapa anaknya?”

ombak nusa utara pecah di hatiku
laguannya mengikuti jiwaku
dalam cabikancabikan Klikitong
 menuruni gunung menuju pernikahan langit
dengan gemuruh laut dalam sajakku

“aku anakmu,” ujarku pada mata hati  tak kan beruban itu
abadabad tak membuat ia tua, karena uban tak membuat ia rabun
 pagi dan senjanya adalah gelombanggelombang abadi
menjemput korakora dalam barisan sajak ini berlayar kembali

*)Klikitong: Musik tradisional Sangihe dalam pesta syukur. (Siau).



BURUNGBURUNG LAUT

burungburung laut berumah di hati nelayan
menggegaskan dayung memburu geriapan ikan
tak pandang angin buritan atau haluan
berpacu itu kemenangan

berapa ekor kau bawa dalam kisah sejarah
bahari tak sekadar dentuman meriam
samudera taman hidup nan elok
itu sebabnya genghona meluaskannya
seluas hati yang selalu sulit ditebak
selain dicintai tanpa menghitung jerih lelah
 juga makna

di jejeran pulaupulau Tatoareng
senja lebih megah dari sinar lampu kota
puisi Tuhan melelehkan tinta emas dikuas sayap burung
menggambar nun selalu berada di ujung nafas kita

pucukpucuk pulau
berayun di pucukpucuk ombak
di atasnya burungburung lihai berkejaran
memuisikan irama lebih tua dari pengetahuan kita
tentang  laut menggelegak itu,  semangat

*) Genghona: Ilahi
*) Tatoareng: Nama kecamatan pulau-pulau yang berjejer di selatan Sangihe.


OMBAK AMBORA
Perjalanan bersama Rimata Narande

melintasi Ambora, ombak adalah buku
barisan halaman luas
tebal oleh kisah arus
juga perang besar di pulaupulau itu

puisipuisi memucuk di keningnya
membuih seperti bijibiji asin
mata gadis berbaris menghampar seperti pasir
ia di sana menati  ziarah pesamudera
setia menghidu bau sesaji di pucuk matanya

ia gelisah. laut ini menempah segala ke dadanya
tak saja ombak, juga kesunyian abadi di kedalaman biru hatinya

pen perahu dari kayu pasa, lunas batang tua dari rimba mantra
bau melati bumi arangkaa; dekaplah katamu, laut itu kekasih

wahai. berapa surut, berapa pasang buat aku mengayuh
hingga tiba di tawamu sebening angkuh laut ini

karangkarang menjalari gunung
menebing di dinding langit hatiku
ke mana perahu mengarah
selalu tiba di padang air yang marah

deretan gadisgadis penari, gerendam tamburtambur
o…kapan pesta ombak ini berhenti memukul

melintasi ambora, melintasi mata hiu
surga sedekat taringnya
mengendap di kedalaman biru, menggelegak di hatiku
hingga yang oleng bukan perahu, tapi kelakianku

sebegitu jauh pelayaran, akhirnya aku tiba pada syairsyair mantra
memenangkan laga tak sekadar kita perkasa
tapi keberanian menerima kematian, seperti pelukan kekasih
kiat erat dekapannya, kian terasa indahnya tikamannya

*) Ambora: kawasan laut yang selalu berombak sepanjang musim, di pesisir Geme-Arangkaa, Talaud
*) Arangka: sebuah desa yang terbakar dalam perang Larenggam dan Belanda. Di desa ini ada goa tengkorak para pemberani yang semuanya gugur dalam perang terakhir yang dasyat itu.


DALAM KLIKITONG

dalam klikitong kutemukan pulau
telah lama terkubur
darah lelaki mengalir bagai arus
memecah di mata samudera
 terus mendekap ombak tua
di pesisir itu

ombak tua itu mendebur seluas ingatan
bagaimana batangbatang sejarah menegak
di tengah bunyi berdejakdejak

semacam derap dayung
selalu pulang dengan kisah kemenangan

tapi yang tersisa di pulau ini
hanya kisah lusuh kerajaan masa lalu
tentang kemaharaan pala kejayaan korakora
kini bernanah di atas bendera kemerdekaan palsu

tak hanya lelaki
perempuan pun menari
menari di tengah irama langit berkelindan ini
seperti lava terlontar ke atas barisbaris sajak
melahirkan api

lalu, kemana para lelaki pemberani
di tengah harga diri tergadai seharga anak babi

bila bunyi klikitong ini kian merancak
bukankah jantung leluhur api di kepundan pulau
memuncak membariskan ledakanledakan
sebagai ingatan perang sesungguhnya belum berakhir

dan harus dimulai
buat meraih kemerdekaan sejati

*) Klikitong: musik tradisonal warisan tradisi dari masa Kerajaan Siau.



1 komentar:

  1. Wah, saya menikmati puisi-puisi ini, Mas.
    Salam kenal :)

    BalasHapus