Jumat, 12 Juli 2013

Pendeta Ny. Rais - Tumiir, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Setelah usai masa kepemimpinan Pendeta J Lontoh, STh, BPMW Manado Utara II dipimpin  Pendeta Ny. Rais - Tumiir, STh (Emiritus). Ia mengemban tugasnya sejak 2005 hingga 2009. Dalam kurun 4 tahun kepemimpinannya, jemaat-jemaat di aras Wilayah Manado Utara II berkembang menjadi 15 jemaat. Mempertimbangkan teritorial pelayanan yang terbilang luas itu maka  pada tanggal 21 Desember 2008 Wilayah Manado Utara II kembali di mekarkan menjadi 2 wilayah yaitu Wilayah Manado Utara II dan Wilayah MaPaTu (Manado, Pandu, Tumpa). Jemaat yang ada di Buha, Bengkol dan Pandu menjadi wilayah Mapatu. Sementara teritorial Wilayah Manado Utara II kembali mengempis menjadi 7 jemaat.

                 Saat ditemui di Jemaat Victory Kairagi pada Rabu, 7 Juni 2012 jam 14.00 – 16.00  Wita Pendeta Ny. Rais – Tumiir mengakatakan hal yang paling sulit dihadapinya saat menjadi Ketua BPMW Manado Utara II adalah ketika mengupayakan pengesahan berdirinya Jemaat Ararat Sumompo yang memisahkan diri dari pelayanan Jemaat Bukit Zaitun Sumompo yang ditolak oleh BPS GMIM. Sebagai jalan keluar waktu itu maka ketika terjadi pemekaran Wilayah MaPaTu maka Jemaat Ararat di serahkan ke Wilayah tersebut  hingga dapat disahkan sebagai jemaat yang mandiri. Masalah pelik lainnya adalah persoalan keretakan antar Pelsus dan kepemimpinan BPMJ di Jemaat Tunggul Isai pada masa kepemimpinan Pendeta H. C. Manitik, STh yang berujung pada pecahnya jemaat tersebut dalam dua blok pelayanan.
     Dikurun kepemimpinan Pendeta Ny. Rais – Tumiir  terjadi 2 kali pergantian posisi Sekretaris BPMW. Pertama, posisi sekretaris BPMW dipegang oleh Pnt. Tombeng dari Jemaat Kharisma Buha. Tapi saat Jemaat Kharisma Buha masuk dalam wilayah pemekaran ke MaPaTu, maka posisi Sekretaris BPMW dipegang oleh Pendeta  J. Wokas, STh dari Jemaat Nazaret Tuminting.
     Sisi-sisi menarik di era kepemimpinanya yakni diadakannya lomba administrasi Jemaat-jemaat. Dengan Lomba tersebut, hampir seluruh administrasi jemaat se Wilayah Manado Utara II menjadi baik. Selain itu dimulainya kalender tahunan Lomba Taman Paskah. Ketika itu aspek sentralisasi jemaat sangat lancar.
     Sementara            Pendeta  Julian V. Wokas, STh, mantan Sekretaris BPMW ketika itu saat di wawancarai pada 26 Juni 2012 di Pantori Jemaat Kalvari Parigi Tujuh Manado Jam 10.00 – 12.00 Wita menyampaikan kesannya di era kepemimpinan Pdt. Rais-Tumiir, STh dimana  terjadi devisit kas. Masalah itu terjadi kata Wokas saat pemekaran wilayah MaPaTu. Makah hal yang perlu dipacu ketika itu adalah kembali meningkatkan kas Wilayah guna peningkatan kemajuan pelayanan di aras Wilayah Manado Utara II. 
                             

Badai Manitik di Tunggul Isai
        Setahun pasca peresmian Jemaat Tunggul Isai (2005), Pendeta  G. Rais Tumiir, STh masuk mengisi posisi kepemimpinan Badan Pekerja Majelis Wilayah, sebagai Ketua  BPMW Ketujuh. Ketika itu, badai persoalan telah menyaput kehidupan jemaat Tunggul Isai yang menuntut perhatian serius BPMW. Lantas bagaimanakah BPMW menyikapi persoalan tersebut? Langka apa yang harus ditempu untuk mengatasi persoalan yang mengguncang kehidupan jemaat itu?
            Akar konflik di Tunggul Isai sebenarnya telah bermula saat pemilihan perangkat pelayanan menjelang jemaat tersebut dimekakarkan. Ada nuansa ketidakpuasan disementara kalangan, atas komposisi pelayanan jemaat yang terpilih ketika itu. Sedang di lain pihak ada yang merasa punya jasa lebih besar dalam mengupayakan pemekaran jemaat tapi tidak terakumulasi dengan baik dalam posisi perangkat pelayanan.  Jemaat mulai pecah dalam dua blok keterpengaruhan kelompok kepentingan yang puas dan tidak puas. Persoalan kian meruncing saat BPMW yang diketuai Pendeta J Lontoh, STh, terkesan memaksakan penempatan Pendeta H. C. Manitik, STh menjadi Ketua BPMJ Tunggul Isai saat jemaat tersebut diresmikan menjadi jemaat otonom. Padahal pihak tertentu dalam BPMJ ketika itu meminta waktu 2 tahun setelah pemekaran, baru dilakukan penempatan tenaga pendeta dengan alasan jemaat akan membangun dulu pastori sebagai rumah pendeta serta keadaan kas jemaat belum mampu membiayai kesejahteraan pendeta.  Tapi di lain sisi wilayah terkesan ngotot dengan kebijakan penempatan pendeta hingga terjadi tumpang tindi Surat Keputusan dimana SK penempatan Pendeta H. C. Manitik, STh pada tanggal 15 Desember 2004, sementara peresmian Jemaat Tunggul Isai SK-nya tanggal 19 Desember 2004. Artinya, pendeta sudah ada sebelum jemaat resmi ada. Wilayah juga menyanggupi penanganan kesejahteraan pendeta lewat kas wilayah, tapi kemudian hal tersebut diingkari pihak wilayah. Keadaan ini sontak menimbulkan reaksi yang cukup keras di jemaat Tunggul isai, hingga masa kedatangan pendeta G. Rais Tumiir, STh selaku ketua wilayah pada 2005.
Roda pelayanan dan ketatalayanan  berjalan lambat. Pembangunan gedung gereja permanen yang sudah dipacu sebelum masa pemekaran stagnan akibat personil Panitia Pembangunan ikut pecah dan terhisap dalam kepentingan konflik blok. Kemelut di kolom 1 dan 5 diseputar perbedaan prinsip dalam penerapan pelayanan antara Penatua dan Syamas merebak menjadi kemelut yang tak mampu diselesaikan oleh Pendeta H. C. Manitik, STh selaku Ketua BPMJ. Sentralisasi ke wilayah dan sinode tidak jalan dan tidak dilunasi. Isu-isu penyimpangan keuangan jemaat merebak dan menjadi topik yang dihangat-hangatkan untuk memukul kewibawaan kepemimpinan BPMJ. Perbedaan pendapat dalam sidang Majelis Jemaat kian tajam. Semua kelemahan dalam penanganan organisasi jemaat itu akhirnya meledak dan kian mengkristal menjadi kelompok-kelompok yang berseteru. Arogansi kepemimpinan dan tindak anarkhisme pun mewarnai kehidupan berjemaat termasuk dalam arena sidang-sidang Majelis Jemaat. Bahkan pada saat sidang pleno Majelis, ada orang-orang mabuk masuk mengacaukan sidang. Mereka sesungguhnya orang-orang lugu yang telah bosan dengan aroma pertengkaran di dalam kepemimpinan jemaat yang tak berkesudahan. Aksi mereka itu merupakan ekspresi meminta terciptanya perdamaian. Karena tidak bisa dilakukan dalam keadaan biasa, maka mereka memilih mabuk dulu baru melakukan aksi. Keutuhan jemaat Tunggul Isai benar-benar sobek dikurun ini.
Guna mencari solusi atas masalah di Tunggul Isai  Pendeta G. Rais Tumiir, STh selaku Ketua BPMW pada September 2006 mengundang para Pelsus dan Pendeta dalam sebuah percakapan. Pertemuan tersebut menghasilkan ketetapan dimana mekanisme pengelolaan keuangan jemaat Tunggul Isai harus disesuaikan dengan Tata Gereja dimana seluruh keuangan jemaat harus disetor ke bendahara jemaat. Namun keputusan bersama tersebut ternyata kembali dilanggar. Sebagian besar Pelsus tidak menyetor keuangan ke bendahara jemaat. Bahkan Pendeta H.C. Manitik, STh selaku Ketua BPMJ, menurut buku sejarah Jemaat Tunggul Isai disebut, tanpa persetujuan sidang Pleno Majelis memberhentikan Bendahara Jemaat dan mengambil alih keuangan jemaat. Sentimen-sentimen antar pribadi pun ikut masuk dalam system pelayanan dan ketatalayanan meruncingkan persoalan.
Konflik pun terus memuncak. Pada Januari 2007 para Pelsus dari satu blok mendatangi Badan Pimpinan Sinode (BPS) GMIM  meminta agar Pendeta H.C. Manitik, STh dimutasikan ke jemaat lain. Sementara di jemaat, kedua kelompok saling mengancam, saling mengadu mempertahankan kebenaran masing-masing. Satu kelompok terkesan dipimpin Pendeta H. C. Manitik, STh. Kelompok lainnya di pimpin beberapa Pelsus. Usaha-usaha mediasi yang dilakukan BPMW yang dipimpin Pendeta G. Rais Tumiir, STh  dan Sinode gagal berkali-kali dalam mendamaikan Tunggul Isai. Peribadatan Minggu pun terganggu dan pecah menjadi Ibadah Pagi untuk kelompok pendeta, dan Ibadah malam untuk kelompok lawannya pendeta.
            Dalam pelaksanaan ibadah kelompok Pagi dan kelompok Malam  pun terjadi aksi kunci mengunci gereja sehingga terjadi aksi rusak-merusak kunci gereja antar kedua kelompok. Keadaan tersebut berlangsung selama 8 bulan.
            Pada 1 September 2007, untuk menyudahi kebuntuan di tunggul Isai, Sinode dan Wilayah menempatkan Pendeta Ny. Esther D.E. Karinda, STh selaku ketua BPMJ. Sementara Pendeta H. C. Manitik dimutasikan ke jemaat Wusa Wilayah Mapanget.
            Ternyata kebijakan Sinode dan Wilayah itu tak berjalan mulus karena di jemaat Tunggul Isai terkesan ada perlawanan terhadap kebijakan mutasi tersebut oleh kelompok Pendeta H.C. Manitik, STh.
            Mempertimbangkan situasi di Tunggul Isai telah mengarah pada pelecehan kewibawaan Ketua BPS GMIM, maka BPS Sinode membebastugaskan Pendeta H. C. Manitik, STh dari Jemaat Tunggul Isai dan menariknya menjadi staf pelayanan umum di Kantor Sinode GMIM.
            Mencermati kronik persoalan di atas, muncul pertanyaan, benarkah Pendeta H. C. Manitik, STh merupakan titik sentral kekisruhan di jemaat tersebut? Mantan Sekreatris Komisi Pria Kaum Bapa Jemaat Tunggul Isai Jerry Manginsihi mengatakan konflik itu sudah ada sebelum Pendeta H. C. Manitik, STh ditempatkan di Tunggul Isai. Dua blok kepentingan sudah tercipta jauh sebelum kedatangan pendeta karena ada pihak pihak yang terlalu merasa punya jasa besar dalam mendirikan Jemaat Tunggul Isai. Akumulasi persoalan katanya kian tajam pada saat pemilihan perangkat pelayanan menjelang pemekaran jemaat, karena ketidak puasaan atas hasil pemilihan. Praktik politik praktis tampak kian kuat meniup api persoalan hingga jemaat kian retak. Jadi ungkap Manginsihi, adalah tidak benar kalau Pendeta H.C. Manitik menjadi pokok persoalan yang memecahkan jemaat tersebut ketika itu. Hanya saja kata dia, kelemahan Pendeta H. C. Manitik, STh saat itu adalah tidak mampu berdiri netral untuk menyelesaikan persoalan. Malahan ia terhisap ke dalam suatu blok kepentingan hingga terkesan pendeta menjadi pemimpin satu blok. Tentang pemberhentian bendahara jemaat menurut Manginsihi disebabkan oleh ketidak aktifan bendahara dalam setiap peribadatan.  Namun menurut Manginsihi, persoalan tersebut kini hendeknya dipandang sebagai catatan-catatan indah menuju jemaat Tunggul Isai yang dewasa. Sebab perdamaian selalu berada di ujung pertengkaran.   

Pemekaran Wilayah Mapatu
Laju pertumbuhan jemaat-jemaat baru di aras pelayanan Wilayah Manado Utara II terbilang sangat signifikan. Hanya dalam kurun 10 tahun (1982-1992) sejak masa pemekaran dari Wilayah Manado Utara menjadi Manado Utara I dan Manado Utara II, pada tanggal 10 September 1992 Wilayah ini kembali dimekarkan menjadi 2 wilayah yakni Wilayah Manado Utara II dengan Pusat Pelayanan di Jemaat Petra Bitung Karangri, serta Wilayah Manado Utara III  dengan Pusat Pelayanannya di Jemaat Torsina Tumumpa. Kemudian hanya dalam waktu 16 tahun (1992-2008) Wilayah Manado Utara II kembali memekarkan beberapa jemaatnya menjadi aras pelayanan Wilayah Mapatu. (Manado, Pandu, Tumpa).
Bagaimana sesungguhnya progresifitas pertumbuhan jemaat dikurun 26 tahun menuju pemekaran wilayah Mapatu? Ketika Manado Utara II diresmikan pada tanggal 6 Agustus 1982 dengan pusat wilayah di GMIM Torsina Tumumpa pada saat dimekarkan terdiri dari   10 Jemaat masing-masing: 1.Jemaat Petra Karangria, 2. Jemaat Nazaret Tuminting, 3. Jemaat Torsina Tumumpa, 4. Jemaat Imanuel Bailang, 5. Jemaat Batu Saiki, 6. Jemaat Molas Ketua, 7. Jemaat Meras, 8. Jemaat Buha, 9. Jemaat Bengkol, 10. Jemaat Pandu.
Karena kian bertambahnya jumlah jemaat baru, maka Wilayah Manado Utara II kembali dimekarkan pada 10 September 1992 menjadi Manado Utara II dan Manado Utara II. Pasca pemekaran, Wilayah Manado Utara terdiri dari 9 jemaat yakni: Jemaat Petra Bitung Karangria, Jemaat Nazaret Tuminting, Jemaat Getsemani Sumompo, Jemaat Bukit Saitun Sumompo, Jemaat Kharisma Buha, Jemaat Buha, Jemaat Maranatha Bengkol, Jemaat Pandu.
Pada masa pelayanan Pdt.J.Wenas STh (1994-1999) Wilayah Manado Utara II kembali ketambahan 3 Jemaat hingga menjadi 12 Jemaat dan 3 Bakal Jemaat. Pada tahun 2005 ketika terjadi serah terima ketua Wilayah Manado Utara II dari Pdt.J.J.Lontoh STh kepada Pdt.Ny G. Rais Tumiir STh. Jumlah jemaat di aras ini telah berkembang menjadi 15 Jemaat.
Tepat pada tanggal 21 Desember 2008 Wilayah Manado Utara II kembali di mekarkan menjadi 2 wilayah yaitu Manado Utara II dan MaPaTu (Manado, Pandu, Tumpa).
Wilayah Manado Utara II tersisa  7 Jemaat yaitu; 1.Jemaat “Petra”  Bitung Karangria 2.Nasaret Tuminting 3.Tunggul Isai Tuminting 4. Gunung Hermon Tuminting 5. Getsemani Sumompo 6. Bukit  Zaitun Sumompo serta 7. Firdaus Mayondi, dan terus bertahan hingga kini.
                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar