Kamis, 11 Juli 2013

WILAYAH MANADO UTARA II 1982


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Penetapan Wilayah Manado Utara II secara resmi sebagai sebuah aras dalam pelayan GMIM dilakukan lewat Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode Nomor 83 tgl. 6 Agustus 1982 yang ditanda tangani Ketua BP Sinode Pendeta DR. W. A. Roeroe dan Sekretaris Umum (Sekum) Pendeta K. H. Rondo S.Th.
Dalam Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode tersebut, Wilayah Manado Utara II disebut sebagai Wilayah Tumumpa dengan kedudukan Kantor Wilayah di Jemaat GMIM Torsina Tumumpa (Kutipan Beslit BP Sinode. No. 126).

Sedang penetapan penugasan Pendeta Ny. Lientje Mientje Sumolang Dapu selaku pejabat Ketua Wilayah Manado Utara II yang pertama melalui Beslit Nomor: 126 tanggal 6 Agustus 1982 yang resmi berlaku terhitung sejak 1 September 1982.
Penetapan wilayah dan pimpinan wilayah di atas merupakan sebuah etape baru dalam kelokan sejarah aras pelayan di pesisir ini setelah melintas selama 419 tahun sejak masa baptisan pertama di tepi pantai Sindulang, atau 48 tahun setelah GMIM berdiri. Terang kabar baik Injil Kristus Tuhan itu tak henti mencari ruang untuk diterangi. Seperti roti yang dipecah-pecahkan pada pesta perjamuan akhir sebagai isyarat dimana tugas kerasulan itu harus diemban melewati setiap kurun waktu, dan akhirnya menemui kelokannya di sini, di kawasan utara tepi laut Manado yang senjanya selalu elok. Sebuah peristiwa pemekaran wilayah yang menjadi penanda siklus baru akan dimulai di sebuah aras pelayanan menuju kelokan dan abadnya sendiri.
  Bagaimana sebenarnya alur sejarah pemekaran wilayah ini? Bermula dari penugasan persiapan pemekaran Wilayah Manado Utara menjadi dua wilayah yang menurut beberapa sumber pelaku sejarah, dilakukan melalui Nota Dinas yang dikeluarkan dan ditandatangani Ketua Sinode GMIM Pdt. DR. W. A. Roeroe pada tahun 1981 yang ditujukan kepada Ketua Wilayah Manado Utara Pendeta Sambuaga Dumais. Mengingat wacana pemekaran Wilayah Manado Utara sudah terangkat sejak 30 September 1981 pada saat pelaksanaan peringatan HUT GMIM ke 47 tahun.
Di Sinode GMIM, Pendeta  Prof. Dr. W.A. Roeroe tercatat terpilih dalam dua periode kepemimpinan menjadi Ketua. Pertama, terpilih pada tahun 1979 hingga 1990 sebagai Ketua  Badan Pimpinan (BP) Sinode ke 9. Kedua, terpilih pada tahun1995-2000 sebagai Ketua BP Sinode ke 11.
Dalam konteks Nota Dinas dalam rangka perintah persiapan pemekaran Wilayah Manado Utara menjadi 2 wilayah di atas, dikeluarkannya pada masa kepemimpinannya yang ke 9 (1982)  di BP Sonode GMIM.  
Persiapan pemekaran wilayah ini menurut Ketua BPW Manado Utara II ke 8 Pendeta  Dj. L. Bato STh, sebenarnya sudah dimintakan BP Sinode  setahun sebelumnya, yaitu dimulai pada 30 September 1981 sebagai respons atas keluhan Pendeta Sambuaga Dumais tentang teritorial pelayanannya yang terlalu luas sebagai Ketua Wilayah.
Mengapa ada keluhan terhadap luasnya area wilayah pelayanan? Pantaskah seorang hamba Tuhan yang terutus dan terpilih mengeluhkan keberadaan medan pelayanannya? Bila para pendahulunya tidak mengeluhkannya, mengapa kini harus dikeluhkan? Jawabannya,  keluhan Pendeta Sambuaga Dumais memang dapat dipahami sebagai upaya efektifitas pelayan di teritorial pelayanannya.
Memang bila dibanding dengan sebelumnya, teritorial Wilayah Manado Utara sebelum dimekarkan menjadi 2 wilayah masih sama dengan teritorial di kurun tahun 1903 pada saat kepemimpinan Kepala Paroki Singkil pertama Pendeta Hendrik Sinaulan ditempatkan. Maka usulan pemekaran itu adalah wajar bila melihat perkembangan selang 79 tahun kemudian dimana jumlah jemaat-jemaat telah bertambah seiring kian kompleksnya masalah-masalah pelayanan di aras ini. Signifikansi perkembangan jemaat-jemaat dapat dilihat dari perbandingan anggota jemaat GMIM di kurun tahun 1903 baru di kisaran 80.000 orang. Sedangkan dalam 79 tahun sejak masa Paroki Pertama berdiri atau 46 tahun sejak GMIM bersinode  anggota jemaat GMIM telah melonjak tajam mencapai 650.000 orang lebih, dengan 150.000 KK, menyebar dalam  40 Wilayah, terbagi dalam 540 Jemaat.
Bila Paroki Singkil pada tahun 1903 hanya terdiri dari 1 jemaat dan berkembang menjadi 4 jemaat pada 20 tahun kemudian masih di masa kepemimpinan Kepala Paroki Pertama Pendeta Sinaulan, maka kita melihat perkembangan pesat pada masa kepemimpinan Pendeta Sambuaga Dumais yang telah terdiri dari 15 jemaat, di tambah dengan beberapa jemaat baru yang masih dalam tahapan persiapan pemekaran.
Bisa juga dilihat pada paparan Bab berikutnya, dimana pada tahun 2012 atau dikurun 30 tahun pasca peristiwa pemekaran menjadi 2 wilayah, tampak kenyataan dimana aras ini bahkan telah dimekarkan menjadi 5 wilayah pelayanan.
Ini sebabnya, ketika keluhan yang bermakna usulan untuk pemekaran Wilayah Manado Utara menjadi dua wilayah  dari Pendeta Sambuaga Dumais yang dikemukakannya pada 30 September 1981 dalam Sidang Sinode, langsung mendapatkan respons positif. BP Sinode ketika itu langsung memerintahkan dilakukan pemetaan jemaat serta persiapan-persiapan menuju pemekaran kepada Pendeta Dumais Sambuaga selaku Ketua BPW Manado Utara. Mendekati setahun, karena kesibukannya Pendeta Sambuaga Dumais belum juga mengirimkan laporan persiapan pemekaran dan pemetaan jemaat ke BP Sinode sehingga pemekaran itu tertunda.
Tentang pemekaran yang tertunda dari 1981 ke 1982, dikatakan Pendeta Dj. L. Bato, disebabkan tidak ada laporan persiapan serta pemetaan jemaat oleh  Ketua Wilayah Pendeta Sambuaga Dumais ke Sinode ketika itu sebagaimana yang diamanatkan Nota Dinas Ketua BP Sinode. Ini sebabnya setahun kemudian, masalah pemekaran Wilayah Manado Utara kemudian dibicarakan dalam Sidang Badan Pekerja Sinode tanggal 18 Juni 1982 di Tomohon. Kemudian dimantapkan lagi pada Sidang Badan Pekerja Harian Sinode tanggal 24 Juli 1982. Lalu kembali dibawa ke dalam Sidang Badan Pekerja Sinode tanggal 28 Juli 1982 yang mengeluarkan ketetapan pemekaran dan rekomendasi  penerbitan Surat Keputusan penetapan resmi 2 wilayah baru di Manado Utara.
Pada tanggal 6 Agustus 1982 Badan Pekerja Sinode GMIM mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 83 tertanggal 6 Agustus 1982 yang menetapkan berdirinya Wilayah Tumumpa (Wilayah Manado Utara II) sekaligus menetapkan Kantor Wilayah berkedudukan di Jemaat GMIM Torsina Tumumpa.   Pada tanggal yang sama, BP Sinode juga menerbitkan Beslit Penugasan Nomor 126 kepada Pendeta Ny. Lientje Mientje Sumolang Dapu selaku pejabat Ketua Wilayah Tumumpa yang resmi berlaku terhitung sejak 1 September 1982.
 Pemekaran wilayah tersebut menjadikan posisi Jemaat Torsina Tumumpa sebagai pusat Wilayah yang baru. Wilayah Manado Utara II yang berpusat di GMIM Torsina Tumumpa pada saat dimekarkan terdiri dari   10 Jemaat masing-masing:
                              
1.    Jemaat Petra Karangria Ketua BPMJ Pendeta H. Aling
2.    Jemaat Nazaret Tuminting Ketua BPMJ Drs Engelhart Lahope
3.    Jemaat Torsina Tumumpa Ketua BPMJ Pendeta Ny. L. M. Sumolang Dapu
4.    Jemaat Imanuel Bailang Ketua BPMJ Drs. Hans Rendeo
5.    Jemaat Batu Saiki, Ketua BPMJ Amos Hamel
6.    Jemaat Molas Ketua BPMJ Ventje Mendangkey
7.    Jemaat Meras Ketua BPMJ Erens Donio
8.    Jemaat Buha Ketua BPMJ Elly Pahenon
9.    Jemaat Bengkol Ketua BPMJ John Pandelaki
10. Jemaat Pandu Ketua BPMJ Herman Patimbano.

Untuk Wilayah pemekaran ini, Badan Pimpinan Wilayah Manado Utara II dipercayakan oleh BP Sinode GMIM kepada Pendeta Ny. Sumolang Dapu, STh. Sementara Jemaat Bethanie Singkil Sindulang tetap menjadi pusat Wilayah Manado Utara I dengan Ketua Wilayah yang masih dikendalikan Pendeta Ny. Sambuaga Dumais, STh. Lagi-lagi nuansa kepemimpinan dari kalangan kaum perempuan mencoraki kurun awal dari dua wilayah pemekaran ini.
Dibanding teritorial wilayah Manado Utara II yang terdiri dari 10 jemaat, teritorial Wilayah Manado Utara I di kurun awal tersebut meliputi  5 Jemaat masing-masing:
1.    Jemaat Kombos Ketua Jemaatnya J. Masawet
2.    Jemaat Karame Ketuanya M. Sondang
3.    Jemaat Tuna Ketuanya Pendeta Joffie Lontoh
4.    Jemaat Bukit Moria Ketuanya Ny. Anneke Makikui Gundong
5.    Jemaat  Bethanie Singkil Ketuanya Pendeta Ny. W. Anthoneta Sambuaga Dumais.

Perkembangan selanjutnya, pasca pemekaran (1982-2012), pusat Wilayah Manado Utara II yang sebelumnya di Jemaat GMIM Torsina Tumumpa dari tahun 1982 hingga 1990, dipindahkan ke Jemaat GMIM Petra Karangria 1990 hingga saat ini.
Lantas bagaimanakah tantangan tugas-tugas kepemimpian di aras wilayah serta perkembangan jemaat-jemaat di kurun  30 tahun pelayanan Wilayah Manado Utara II? Siapa-siapa saja yang terutus mencoraki kepemimpinan di aras ini? Bagaimanakah pemekaran wilayah selanjutnya? Jawaban terindah adalah, “Yesus Kristus Tuhan sebagai Kepala Gereja senantiasa berada di tengah jemaat-jemaat dan aras pelayananNya”.  Babakan demi babakan, peristiwa demi peristiwa dapat dilalui dalam kurun 30 tahun kepemimpian tak sekadar bermakna historis tapi juga teologis. Seperti musim yang selalu punya siklus dan romantikanya sendiri. Dan dalam kurun 30 tahun Wilayah Manado Utara II dipimpin 8 Ketua Badan Pekerja Wilayah masing-masing:
                         
1.         Pendeta Ny. Lientje Sumolang Dapu, STh 1982
2.            Pendeta A. Koloay, STh 1990
3.            Penatua F. Langkudi 1990
4.            Pendeta M. Hermanus, STh 1990-1994
5.            Pendeta  J. Wenas, STh 1994-1999
6.            Pendeta JJ Lontoh, STh 1999-2005
7.            Pendeta Ny. G. Rais Tumiir, STh 2005-2009
8.            Pendeta Dj. L. Bato STh, 2009- ……..

 Periode  BPW di Tumumpa
Selama 8 tahun Jemaat GMIM Torsina Tumumpa sebagai pusat Wilayah Manado Utara II, berlangsung dari tahun 1982-1990. Melewati 2 periode kepemimpinan definitif dan 1 kali kepemimpinan transisi.
Sebelum teropongan menukik pada bedahan perkembangan jemaat-jemaat serta ornamentasi kepemimpinan di kurun 8 tahun tersebut, muncul pertanyaan mengapa harus Jemaat Torsina Tumumpa yang menjadi pusat wilayah pasca pemekaran? Haruskah pusat wilayah senantiasa berada di jemaat yang letaknya dekat deburan dan hempasan ombak sebagaimana sejarah kekristenan di kawasan ini yang benar-benar burmula di tepi pantai pada 4 abad silam (1563)? Ataukah jemaat GMIM Torsina dipandang sebagai jemaat yang dewasa karena mampu melewati 3 babakan badai besar perpecahan? Atau mungkinkah karena adanya asupan kekuatan politik dari tokoh-tokoh kunci dalam jemaat tersebut yang menjadi  instrumen non teologis historis yang ikut memberi irama hingga Torsina menjadi Pusat Wilayah Manado Utara?
Pertanyaan di atas sempat mencuat di kisaran tahun 1982 pasca peresmian Manado Utara II sebagai Wilayah, terutama di kalangan Pemuda dan di kalangan BIPRA pada umumnya menjelang pemilihan Pengurus BIPRA Tingkat Wilayah. Bila ditelisik secara historis, Jemaat GMIM Torsina adalah jemaat yang belakangan berdiri dibanding jemaat-jemaat besar lainnya di aras pelayanan yang baru dimekarkan ini. Mengapa bukan di Nazaret? Mengapa Bukan di Petra? Mengapa Bukan di Sion Bailang, Mengapa bukan di Maranatha Bengkol?
Beberapa sumber,  mengakui adanya lobi bernuansa politis hingga Torsina di tetapkan menjadi pusat wilayah, karena di jemaat tersebut merupakan gudangnya tokoh-tokoh politik dan para praktisi politik di kurun itu. Namun bila ditilik dari kondisi kepemimpinan jemaat-jemaat ketika itu, dimana dari 10 jemaat sebagai anggota Wilayah, hanya 2 jemaat yang ketua BPMJ-nya dari kalangan Pendeta yakni Jemaat GMIM Torsina Tumumpa yang dipimpin Pendeta Sumolang Dapu, dan Jemaat GMIM Petra Karangria yang dipimpin Pendeta H. Aling. Sementara 8 jemaat lainnya dipimpin oleh para pelayan non pendeta yaitu para Penatua.
Mengingat aturan dalam Tata gereja GMIM yang mengatur kepemimpinan aras wilayah harus dipegang seorang pendeta, dengan mempertimbangkan realitas hanya ada dua jemaat yang dipimpin pendeta, maka adalah tepat kebijakan BP Sinode yang  menetapkan Pendeta Sumolang Dapu sebagai Ketua Wilayah sekaligus penetapan Torsina sebagai pusat wilayah. Selain itu, adanya pertimbangan dimana Pendeta H. Aling selaku Ketua BPMJ Petra Karangria ketika itu disibukan oleh urusan bisnis perusahaannya. Selain berprofesi sebagai pendeta, H. Aling adalah seorang kontraktor. Tentang kesibukan profesinya sebagai pemborong  itu Pendeta H. Aling mendapatkan kritikan tajam oleh anggota jemaatnya sendiri, karena sering lalai dalam tugas-tugas pelayanannya.
Di kurun 8 tahun Wilayah Manado Utara II berpusat di Jemaat GMIM Torsina Tumumpa, terjadi dua kali pergantian kepemimpinan wilayah. Dimana periode kepemimpinan Pendeta Sumolang Dapu sebagai Ketua Wilayah Manado Utara II pertama diserah terimakan kepada Pendeta A. Koloay, STh sebagai Ketua BPW kedua yang definitif. Usai periode kepemimpinan Pendeta A. Koloay tahun 1990, Wilayah Manado Utara II memasuki masa kepemimpinan transisi yang diserahterimakan ke Penatua F. Langkudi yang ketika itu sebagai Wakil Ketua BPW menjabat Ketua BPW.
Beberapa bulan kemudian, ketua BPW transisi Penatua F. Langkudi menyerahkan kepemimpinan BPW definitif kepada Pendeta M Hermanus, STh, yang saat itu merupakan Ketua BPMJ GMIM Petra Karangria.  Serah terima kepemimpinan BPW tersebut sekaligus menjadi momentum  peralihan pusat wilayah dari Torsina Tumumpa  ke GMIM Petra Karangria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar