Jumat, 05 Juli 2013

SEJARAH GEREJA GUNUNG HERMON TUMINTING (3)



OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

III. MENJADI GEREJA OTONOM (2000)

Perjalanan penuh rintangan menuju gereja otonom akhirnya terwujud semata-mata dalam perkenanan Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja. Hal ini yang menjadi dasar iman segenap para perintis, pembangun dan warga mula-mula di jemaat itu. Jemaat GMIM Gunung Hermon Tuminting diresmikan menjadi gereja otonom pada Minggu sengsara I, 12 Maret 2000 menjadi anggota ke 754 dan jemaat ke 13 dari wilyah Manado Utara II sesuai SK BPS GMIM tgl 12 No. 191. Ibadah peresmian dilakukan bersamaan dengan pelantikan Panitia Pemilihan Kompelka Bipra Jemaat oleh BP Sinode GMIM Pdt. H. Mosal, STh.

Pada tanggal 20 Maret 2000 diadakan pemilihan komisi BIPRA dan yang terpilih adalah:
Komisi Pria Kaum Bapa:  Ketua Pnt. Welly Areros
Komisi Wanita  Kaum  Ibu: Ketua Pnt. Liantje Kasehung
Komisi Pemuda : Pnt. Marlenida Lutia
Komisi Remaja: Pnt.  Marfel Malamtiga
Komisi Anak : Pnt. Dien Gahinsa
Pada hari dan tanggal yang sama juga dilaksanakan pemilihan Ketua Jemaat. Terpilih sebagai Ketua Jemaat yakni salah seorang perintis dan pendiri jemaat  Pnt. Welly Areros.  Untuk menggantikan posisi Pnt Welly Areros  di Komisi Pria kaum Bapa diadakan lagi pemilihan ketua pengganti saat itu, dan yang terpilih Pnt. Matheos Sasambi.

III.1. Areros, Perintis Jadi Ketua Jemaat Pertama
Pnt. Welly Areros adalah salah satu tokoh utama perintis jemaat Gunung Hermon. Profesinya sebagai pelaut ditinggalkannya ketika dia terpilih menjadi Pelsus jemaat Nasaret Tuminting sampai dia tepilih sebagai ketua jemaat Gunung Hermon pada 20 Maret 2000. Banyak tawaran untuk bekerja di laut tapi ia lebih memilih untuk menjadi sopir agar dapat terus melayani jemaat.
Dilahirkan di Siau, 20 Januari 1945. Menikah dengan Florensi Tumbio dan dikarunia tiga orang anak yakni: Jarto Joseph Areros, Khristina Maria Areros, Kristianto Yohanes Areros.
Latar belakang hidupnya yang lama berkecipak di dunia laut telah membentuk karakter pribadi yang kokoh dalam mengarungi gelombang kehidupan dan riak pelayanan di ladang Tuhan. Ia bersama dengan perintis lainnya dipandang sebagai pribadi-pribadi yang berpendirian teguh merintis dan membangun jemaat Gunung Hermon walau dihadang sejumput permasalahan yang bertabur  suka duka.
Generasi Jemaat Gunung Hermon mula-mula  hingga kini masih lekat dengan  ciri khas sosok Welly Areros yang tidak dapat dilupakan ketika bekerja bakti ia selalu memakai helm kuningnya. Begitu juga ketika ia memikul “nasi jaha” berjualan untuk pengadaan dana pembangunan jemaat, helm kuningnya selalu dipakai.
Salah satu kebiasaan buruk yang mengancam kesehatannya yaitu kebiasaan  menegak  minum alkohol. Ini merupakan kebiasaan lama yang masih lekat sejak masa-masa ia bekerja sebagai Kapten Kapal. Tapi bagi mereka yang begitu mengenalnya,  beliau dipandang sebagai sosok yang mampu membawa orang-orang peminum alkohol yang begitu jarang ke gereja menjadi rajin ke gereja, bahkan bapak-bapak inilah yang begitu rajin kerja bakti untuk pembangunan Gereja.

III.1.1. Prioritas Lahan Pekuburan
Sebagai ketua jemaat pertama Pnt. Welly Areros mematok program prioritas utama yang dipandangnya sangat dibutuhkan jemaat pasca jemaat itu diresmikan menjadi jemaat otonom yakni pengadaan lahan pekuburan. Hal tersebut diprioritaskan karena banyak orang yang pada awalnya ingin bergabung dengan jemaat Gunung Hermon tapi ditakut-takuti oleh oknum tertentu karena tidak adanya lahan pekuburan membatalkan niatnya untuk bergabung. Ketika itu ia mengungkapkan hal yang paling menyakitkan hatinya yakni ketika orang-orang menyidirnya dengan berkata,  “jemaat Gunung Hermon apabila meninggal mayatnya terpaksa harus dibakar”. Maka dalam mengawali pelayanannya prioritas utama yang ia lakukan adalah mengusahakan lahan pekuburan.
Untuk mengupayakan pengadaan lahan pekuburan itu, ia bersama dengan bapak Roy Malamtiga datang ke rumah Bpk. Drs. Welly Sambalao, MBA bermohon untuk mendapatkan lahan pekuburan bagi jemaatnya yang baru berdiri itu. Dan beliau sangat bersukacita karena keinginan jemaat boleh dinyatakan Tuhan melalui Bpk Welly Sambalao yang dengan suka rela menyerahkan sebidang tanah miliknya menjadi lahan pekuburan jemaat Gunung Hermon.

III.1.2. Pergi Dalam Perlindungan Tuhan
Pada bulan April 2000 Pnt. Welly Areros  memulai pelayanannya sebagai Ketua Jemaat Gunung Hermon. Namun hanya dalam kurun waktu April – Desember atau hampir 1 tahun beliau menjalankan tugas pelayannannya dengan baik. Pada awal Januari beliau jatuh sakit gejala stroke.Ketika Bpk. Roy Malamtiga membawa undangan untuk ditanda tangani, beliau sudah sangat sulit untuk menandatangani surat tersebut.
Banyak usaha yang dilakukan untuk kesembuhannya, jemaat sangat menginginkan kesembuhan beliau bahkan ketika sakit jemaat selalu datang berdoa dan berharap kesembuhannya. Tapi kehendak Tuhan lain dengan kehendak manusia. Pada tgl 16 April 2001 beliau meninggal dunia. Kepergiannya disambut duka yang mendalam segenap warga jemaat Gunung Hermon. Mereka merasa kehilangan seorang perintis dan pendiri jemaat yang telah memberikan segenap waktu hidupnya bagi terwujudnya sebuah jemaat di atas bukit meski harus berhadapan dengan segala tantangan dan persoalan yang terasa ikut menyakitinya.
Tak ada pesan dan kesan yang disampaikn beliau pada penulis tapi ada secarik kertas yang digoreskan tangannya ketika sakit yang didapat oleh keluarganya setelah beliau meninggal:
“Orang yang duduk dalam lindungan yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada Tuhan: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku Allahku yang ku percaya.” Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepakNya IA akan melindungi engkau, dibawah sayapNya engkau akan berlindung, kesetiaaNya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan didalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk diwaktu petang. Walau seribu orang rebah disisimu dan sepuluh ribu disebelah kananmu tetapi itu tidak akan menimpamu. Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. Sebab Tuhan ialah tempat perlindunganmuYang Mahatinggi yang telah kau buat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkannya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu. Singa dan ular tedung akan kau langkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga. Sungguh hatinya melekat kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, sebab ia mengenal namaKu. Bila ia berseru kepadaKu, Aku akan menjawab, aku akan menyertai dia dalam kesesakan. Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari padaKu. Mazmur 91 : 1-16”.

Tulisan ini yang begitu mengguggah hati jemaat, dan mungkin ini adalah kesan terakhirnya. Semasa hidupnya keluarga dan jemaat sangat tahu bahwa beliau sangat menyukai pembacaan dalam Maz 91: 1-16 yang berperikop “Dalam Perlindungan Tuhan”. Itulah sesungguhnya pesan terakhirnya untuk jemaat yang begitu dikasihinya itu.

III.2. BPMJ dan PELSUS Periode 2000-2001
KETUA JEMAAT :    Pnt Welly Areros
SEKRETARIS :        Sym Roy Malamtiga
BENDAHARA:         Sym Abram Adrian

KOMISI KATEGORIAL BIPRA
PKB:               Pnt Matheos Sasambi
WKI:                Pnt Liantje Kasehung
PEMUDA:      Pnt Marlenida Lutia
REMAJA:       Pnt Marfel Malamtiga
ASM:              Pnt Dien Gahinsa

PELSUS KOLOM
Kolom I:         Pnt Alfinus Pontoh
                        Sym Abram Adrian

Kolom II:        Pnt Welly Lahengking
                        Sym Roy Malamtiga

KOMISI KATEGORIAL BIPRA
Komisi PKB :            Ketua : Pnt Matheos Sasambi
 Wakil Ketua:            Rafles Katilik
Sekretaris:                 Fredik Wadja
Ass Bendahara:       Vence Kumeka
Anggota :                   Arnold Sahempa

KOMISI WKI :            Ketua : Liantje Kasehung
Wakil Ketua:                         Dience Gahinsa
Sekretaris:                 Dien paparang
Ass Bendahara:       Nepneti Tamasalah
Anggota:                    Ibu Areros Tumbio

KOMISI PEMUDA  : Ketua: Marlienda Lutia
Wakil Ketua:                         Marfel Malamtiga
Sekretaris:                 Deddy Wadja
Ass Bendahara:       Adolfina Lutia
Anggora:                    Yuman Sasambi

KOMISI REMAJA :   Ketua: Marfel Malamtiga
Sekretaris:                 Yaman Sasambi
Ass Bendahara:       Hutdam Manurat

KOMISI ASM: Ketua :          Dien Gahinsa
Sekretaris :                            Hudam Manurat
Ass Bendahar:                     Maria Areros

KOORDINATORKOLOM I
PKB:  Koordinator I :            Bpk Arnold Sahempa
  Kordinator II:                       Bpk Robin Golose
  Koordinator III:                    Bpk Otniel Malamtiga

WKI: Koordinator I:               Ibu Fredrika Malamtiga
 Koordinator II:
 Koordinator III: I                   bu Takapulungan Bogar

KOORDINATORKOLOM II
WKI:  Koordinator I :             Ibu Florensi Tumbio
  Kordinator II:                       Ibu Dien Paparang
  Koordinator III:                    Ibu Nepneti Tamasalah

PKB: Koordinator I:              Bpk Fredik Wadja
 Koordinator II:                      Bpk Ferda Lampus
 Koordinator III:                     Bpk Rafles Katilik

PEMUDA & REMAJA (digabung) KOLOM I & II
KOORDINATOR PEMUDA :          Deddy Wadja
KOORDINATOR RAMAJA:            Maria Areros

GURU SEKOLAH MINGGU
(digabung kolom I & II)
1.Marlenida Lutia
2.Alfira Malamtiga
3.Nofa Manurat
4.Hutdam Manurat
5.Dien Rahinsa
6.Maria Areros

III.3. Sekilas Para Perintis dan Pendiri Jemaat

III.3.1. Sym. Abram Adrian
Sym. Abram Adrian, adalah Syamas Kolom 19 Jemaat Nasareth Tuminting menjelang mencuatnya rencana pemekaran jemaat Nazaret. Ia termasuk salah seorang perintis dan pendiri jamaat Gunung Hermon yang terlibat sejak awal dalam mengikuti dan ikut memutuskan di sidang majelis jemaat Nazaret tahun1996 tentang tempat atau lokasi pembangunan kanisah di kolom 19. Dan ketika terjadi perpindahan lokasi kanisah dari atas bukit ke lokasi kolom 16 pada 1997, ia termasuk Pelsus yang menetang keras keputusan Sidang Pleno Majelis di Nazaret tersebut.
Sejak tahun 1997 hingga tahun 2000, Abram Adrian ikut dengan gigih merintis berdiri jemaat Gunung Hermon. Banyak materi dan tenaga disumbangkan dan diberikan untuk pembangunan jemaat yang ikut diperjuangkannya itu.
Pada masa penggabungan jemaat  kolom 19 eks Nazaret  menjadi kolom 14 di jemaat Getsemani Sumompo, ia terpilih kembali sebagai  Syamas.  Pada tahun 2000 ketika jemaat Gunung Hermon resmi menjadi jemaat otonom ia terpilih menjadi bedahara jemaat Gunung Hermon.
Abram Adrian, dikenal sebagai seorang pelayan yang tegas dan disiplin dalam mengolah keuangan jemaat. Akibat ketegasan dan kedisiplinannya itu, tak jarang terjadi perselisihan  dengan para pendeta. Ia sempat mengkritisi Pdt. Agustina E Talu, STh  yang dipandangnya tidak menggunakan uang kas jemaat sebagaimana mestinya untuk menghadiri kegiatan Sinode. Uang telah diambil tapi tidak hadir dalam kegiatan.  Ia juga sempat berselisih keras dengan  Pdt Ransun. P seputar persoalan  Pembayaran Gaji yang telah diberikan tapi entah lupa atau alasan lain Ibu Pendeta merasa belum menerima meskipun tanda terima sudah ditanda tangani. Karena perselisihan itu, ia pernah meninggalkan sidang majelis.
Sosok Abram Adrian juga dikenal sebagai seorang yang kritis tapi agak pemarah. Dalam sidang mejelis baginya semua masalah atau kendala harus diselesaikan walaupun harus dengan kemarahan tapi semua untuk kemajuan jemaat. Ia pernah keluar dari jemaat Gunung Hermon karena berbagai perselisihan yang tak dapat diselesaikan oleh Pdt. Ransun P,  tapi akhirnya kembali lagi ke jemaat Gunung Hermon.
Tokoh jemaat yang berprofesi sebagai sopir ini merupakan figur yang besemangat membangun jemaat. Dalam berbagai kegiatan panitia HUT jemaat ia selalu berusaha menghadirkan pejabat bahkan orang-orang yang membantu pembangunan jemaat.
            Arbam Adrian menikah dengan Ritna Tahulending dan dikarunia dua orang anak yakni Viko Adrian & Brigita Adrian. Sayang sekali bahtera rumah tangga yang telah dibangunnya bersama istrinya itu dengan susah payah tak dapat bertahan hingga akhir, oleh suatu persoalan rumah tangga ia dan isterinya memutuskan untuk cerai.

III.3.2. Pnt. Alfinus Pontoh
Pnt. Alfinus Pontoh, lahir 2 November  1957. Menikah dengan Cristina Pontolowokang dikarunia dua orang anak yakni Alfrits Christof Pontoh dan Detari Pontoh (alm).
Diawal pembangunan kanisah jemaat Gunung Hermon Pnt. Alfinus Pontoh, yang juga merupakan anggota TNI AD itu terbilang sangat peduli dengan keberadaan jemaat di atas bukit itu. Ia  ikut dalam perjuangan secara tidak langsung  karena waktu itu beliau masih menjadi syamas kolom II jemaat Getsemani Sumompo.
Dalam berbagai konflik yang terjadi seperti pemotongan tiang kanisah pada Senin, 8 Desember  1997  oleh Bpk. Hendrik Tondondame, ia ada bersama-sama dan turut mengamankan keadaan tapi karena situasi yang tidak memungkinkan, berusaha menelepon Koramil dan Polsek untuk datang ke lokasi.
Sebagai warga jemaat tetangga yang rumahnya sangat dekat dengan lokasi Kanisah Kolom 19, ia sering didatangi para perintis jemaat Gunung Hermon diantaranya Bpk Welly Areros untuk berkonsultasi dan mencari jalan keluar berbagai persoalan yang terjadi saat itu. Misalnya, saat penyusunan laporan kronologis pemotongan tiang kanisah yang dimasukkan ke Korem dan Polsek. Ia secara tidak langsung menyumbangkan pikiran untuk masuk dalam konsep pembuatan yang ditulis oleh Ibu Ritna Tahulending.
            Dalam Rapat untuk merumuskan nama jemaat beliau juga hadir dan mengusulkan salah satu nama dengan bahasa Sangihe “Senggigilang”, tapi nama itu kemudian tidak digunakan karena mayoritas jemaat lebih memilih nama “Gunung Hermon”.
Ketika Jemaat Gunung Hermon berintegrasi ke jemaat Getsemani Sumompo juga mendapat  dukungan penuh darinya dan pelsus-pelsus yang ada waktu itu.
Pada akhir Mei 1999 sesuai keputusan sidang jemaat Gunung Hermon diterima di jemaat Getsemani dan diutus penatua kolom I Ibu Tumbilung Gagansa dan Syamas kolom II Bpk. Pontoh untuk mengkoordinir atau sebagai penghubung jemaat Gunung Hermon dan Getsemani sumompo.
Setelah berintegrasi ke Sumompo walau masih Syamas kolom II telah diundang oleh perintis lainnya untuk mengadakan rapat di rumah Kel. Lembo Dirongalo Pontoh dan Bpk. Pontoh dipilih untuk menjadi ketua Panitia Pembangunan Gedung Kanisah kedua yang peletakkan batu pertama tanggal 12 Juni 1999 dan selesai dalam kurun waktu 3 bulan karena tanggal 12 September telah diresmikan sebagai Kanisah kolom 14 jemaat Getsemani Sumompo. Pada bulan Oktober beliau dipilih menjadi penatua kolom 14.
Ketika jemaat Gunung Hermon diresmikan sebagai jemaat otonom, Pnt. Alfinus Pontoh pernah menjadi bendahara jemaat pada periode 2005-2010. Ketika menjabat sebagai bendahara jemaat ia berhasil mengantar jemaat Gunung Hermon meraih prestasi peringkat 7 sentralisasi jemaat se-Sinode GMIM. Ia juga menjadi Ketua Panitia Pembangunan pastori jemaat.
            Saat diwawancarai tim penulis di rumahnya, ia mengungkap kesannya dimana  Jemaat Gunung Hermon adalah jemaat yang mandiri yang artinya berdiri dari kaki sendiri. “Di panas tak lekang, di dingin tak lapuk”. Pergumulan yang paling mengesankannya selaku pelayan di Gunung Hermon yakni pada saat peralihan kepemimpinan ketua jemaat dari Pdt. Agustina Talu ke  Pdt Ransun berakhir dengan berbagai pegumulan tapi jemaat tetap membuat ibadah pisah sambut pendeta. Kepada generasi berikut di Gunung Hermon ia berpesan dengan dasar di atas, kiranya generasi berikut tetap memelihara persatuan dan kesatuan persaudaraan yang kukuh sesuai nama jemaat. Karena dengan rukun berkat akan mengalir dalam hidup kita dan kita pun akan menjadi berkat bagi orang lain.

III.3.3. Sym. Roy Malamtiga
Pnt. Roy Malamtiga, lahir di  Siau, 13 Oktober 1969. Menikah dengan Elsye Tinungki dan dikarunia dua orang anak yakni Calfin C Malamtiga dan Cindy Malamtiga. Ketika istri terkasih meninggal dunia, ia kembali menikah dengan  Selvi Gampamole.
            Ia dikenal sebagai sosok yang ikut medukung berdirinya kanisah di kolom 19 walaupun pada awalnya belum terlibat aktif bersama para perintis lain. Setelah Bpk Welly Areros mengajaknya bersama-sama dalam perjuangan jemaat beliau langsung mendukung dan bersama-sama dalam membangun kanisah. Ia dikenal sebagai seorang yang rajin dan tak mengenal lelah dalam membangun jemaat. Pada saat jemaat cikal bakal Gunung Hermon bergabung dengan jemaat Getsemani Sumompo, ia terpilih menjadi Syamas kolom 15 jemaat GMIM Getsemani Sumompo.
            Pada saat Jemaat Gunung Hermon menjadi gereja otonom, ia terpilih menjadi sekretaris jemaat periode 2000-2005. Awalnya ia begitu ragu dengan kemampuannya menjadi sekretaris jemaat karena menganggap dirinya masih begitu muda dan belum cukup berpengalaman tapi dukungan keluarga dan Bpk. Welly Areros sebagai ketua dan semangat melayani membuat beliau berusaha dan terus maju dalam melayani.
Ia bersama dengan Bpk. Welly Areros ke rumah Bpk. Welly Sambalao untuk bermohon bantuan lahan pekuburan jemaat Gunung Hermon.
Pada periode 2005-2010 ia terpilih kembali menjadi sekretaris jemaat Gunung Hermon.  Tapi, pada periode ini beliau melaksanakan pelayanannya sebagai sekretaris hanya 5 bulan terhitung Januari-Juni 2010, karena masalah pribadi dan digantikan oleh Sym Marfel Malamtiga. Periode 2010-2014 ia menjadi Penatua di Kolom II, dan dinilai berhasil dalam pelayanannya di kolom II.
Saat di wawancarai Tim Penulis, ia mengungkap kesanya yakni: sangat terkesan dengan kebersamaan jemaat dalam membangun walaupun masih banyak tantangan tapi menurutnya tantangan tidak membuat jemaat patah semangat tetapi tantangan lebih memotifasi jemaat untuk terus berjuang. Kesan pergumulannya yaitu banyak konflik terjadi di antara Pelsus tapi semua membuat kita  lebih dewasa. Pesannya, kerjasama harus terus dipelihara dan lebih meningkatkan kualitas kerja pelayanan.

III.3.4. Pnt. Drs. Welly Lahengking
Pnt. Drs. Welly Lahengking. Lahir di  Alumbanua, 05 September 1954. Menikah dengan Helena Arambau dikaruniai dua orang anak Marcel Michael Lahengking dan Mentari Lahengking.
Beliau adalah Pelsus yang berjuang dalam pengambilan keputusan tahun 1996 untuk lokasi kanisah di kolom 19. Sebagai BPMJ  Nazaret pada waktu itu beliau berada dalam situasi dilematis antara keputusan BPMJ 97 dan keinginan hati yang sangat besar untuk pembagunan di atas bukit. Ia terkadang memilih untuk diam tidak terlalu aktif seperti perintis lain. Tidak menandatangani surat laporan pemotongan gereja dan tidak mengikuti rapat-rapat perintis tapi beliau tetap membantu dalam pembangunan gedung gereja Gunung Hermon. Aktif mengangkat kayu dalam kerja bakti untuk pembangunan Gereja Hermon.
Ia termasuk sosok pelayan yang sangat mengutamakan doa dalam pelayanannya. Dalam pembangunan gereja (kanisah) Hermon pertama beliau menghadirkan Tim Doa Siloam (Tim yang terbentuk dari keluarga besarnya) untuk menopang segala pergumulan jemaa GMIM Gunung Hermon. Memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembelian lahan gereja. Dari jemaat mula-mula sampai sekarang beliau tetap melayani jemaat.
Ketika diwawancarai tim penulis ia mengungkap kesannya yakni ketika membangun kenisah/gereja kecil semangat membangun sangat tinggi terutama ketika memikul kayu kelapa ke atas gunung semua bekerjasama dengan penuh sukacita. Untuk itu ia berpesan dimana Jemaat ini telah dibangun dengan sangat luar biasa bahkan sampai bercucuran air mata. Karena itu generasi yang akan datang harus lebih bersemangat  terutama dalam pembangunan adalah membangun iman jemaat karena ketika iman terbangun gereja juga akan terbangun.

III.3.5. Pnt. Matheos Sasambi
           Pnt. Matheos Sasambi, lahir di Manado, 03 Juni 1950. Menikah dengan Nova Runtuwene dikaruniai dua orang anak Yuman Sasambi dan Leila Sasambi. Pekerjaan kesehariannya adalah tukang. Ia adalah orang yang mengusulkan lokasi kanisah di sekitar kolom 16,17,18,19 dirapat sidi jemaat GMIM Nasareth Tuminting awal Februari 1996 sehubungan dengan rencana pemekaran 4 kolom tersebut menjadi sebuah jemaat otonom.
          Di tengah konflik dalam rencana pemekaran 4 kolom Nazaret menjadi jemaat otonom, ia dengan gigih memperjuangkan jemaat Gunung Hermon. Dalam proses pembangunan kanisah di atas bukit ia tidak kenal lelah membangun jemaat. Sebagai seorang tukang ia mencurahkan seluruh tenaganya untuk pembangunan gedung kanisah. Materi pun disumbangkan untuk keperluan pembangunan. Banyak ide-ide bengunan kanisah yang mula-mula dibuat olehnya.
          Di tengah kepemimpinan Ketua Jemaat pertama Pnt. Welly Areros, Pnt. Matheos Sasambi  dipilih menjadi Penatua Pria Kaum Bapa periode 2000-2005. Namun kurun pelayanannya  hanya menjalankan tugas selama 3 tahun. Hal tersebut disebabkan  karena berbagai konflik yang terjadi terutama selisih paham dengan penatua  A. Pontoh. Demikian juga ketika ia merasa  kecewa dengan Ketua Jemaat pada waktu itu Pdt. Ransun P yang dinilainya tidak dapat menyelesaikan berbagai permasalahan jemaat, beliau keluar dari jemaat GMIM Gunung Hermon dan pindah ke kolom II jemaat GMIM Tunggul Isai.
           Ketika ditemui Tim Penulis di rumahnya, ia mengatakan meski tak lagi di jemaat Gunung Hermon tapi ia bangga dengan semangat jemaat Gunung Hermon yang dari dulu sampai sekarang tetap bersemangat membangun jemaat itu. Ia juga memaparkan penyesalannya dengan segala yang terjadi di masa lalu. Baginya semua itu adalah satu kelemahannya karena tidak dapat melanjutkan dan mempertahankan tanggung jawab pelayanan. Namun ia bersyukur dengan perkembangan jemaat sekarang. Ia pun merasakan sukacita dan merasa diberkati karena pernah berjuang membangun kanisah di atas bukit bersama jemaat Gunung Hermon. Pesannya kepada generasi penerus bekerjalah dengan semangat dan berjuanglah dengan penuh sukacita.

III.3.6. Pnt. Frederik. Wadjah
Pnt. Frederik. Wadjah, lahir di Manado, 28 Desember 1955. Ia adalah salah seorang yang terlibat aktif dalam perintisan berdiri jemaat Gunung Hermon. Bersama dengan Bpk. M. Sasambi, Bpk. A. Adrian, Bpk. W. Areros, Bpk. Sonny Katilik mengadakan rapat untuk pembuatan kanisah pertama di atas bukit, dengan berpartisipasi biaya sensor kayu diladang pekuburan jemaat Nazaret. Ia terbilang giat dalam kegiatan kerja bakti pembuatan Kanisah di atas bukit.
Ketika tim penggembalaan turun meredam konflik peralihan tempat pembangunan kanisah dari atas bukit ke lokasi kolom 16, beliau ikut dalam penggembalaan dan meninggalkan tempat karena marah dan sangat tegas menolak untuk bergabung dengan kanisah di kolom 16. Beliau mengatakan hasil sidang pleno Majelis di Nazaret tahun 1997 tidak sah karena melecehkan hasil sidang pleno majelis tahun 1996.
Beliau juga mengatakan pada waktu acara pisah sambut vikaris Kaparang, Bpk. Pnt. Andries Lutia memimpin aksi 5 menit untuk pembangunan kanisah di kolom 19 tetapi ternyata uang terkumpul tersebut tidak digunakan untuk pembangunan kanisah kolom 19 tapi digunakan untuk pembelian lahan di kolom 16. Menurutnya semua adalah kebohongan dan beliau meninggalkan tim penggembalaan bersama rekan-rekan lainnya.
Ketika terjadi masalah pemotongan tiang-tiang kanisah pertama di atas bukit, ia ikut  menandatangani laporan ke pihak yang berwajib  bersama sejumlah perintis jemaat Gunung Hermon.
Karier pelayanan yang diembannya yakni menjadi Ketua Pria Kaum Bapa jemaat Gunung Hermon periode 2005-2010 dan 2010 -2014.
Kepada Tim Penulis ia memaparkan kesannya di sekitar proses terbentuknya jemaat gereja Gunung Hermon dari tahun 1996 – 2000 yang merupakan sesuatu yang sangat bersejarah bagi dirinya  karena di dalamnnya menuntut perjuangan yang tidak gampang, menyita waktu, perhatian dan pikiran karena harus melewati berbagai peristiwa yang tidak kita inginkan. Didalamnya ada tindakan brutal dari orang yang tidak ingin jemaat Gunung Hermon terbentuk sehingga terjadi kejadian-kejadian yang tidak diingini terjadi yaitu pemotongan, perusakkan bahkan sampai merobohkan gereja.
Sebenarnya katanya,  perusakkan sampai pada perobohan gereja ini, tidak akan terjadi kalau kedua pihak menyadari benar-benar sebagai orang yang percaya dan pengikut Kristus tentu segala sesuatu tindakan harus didasari kasih di dalamnya. Kita duduk musyawarah maka ini akan melahirkan suatu keputusan sesuai dengan yang kita ingin. “Pada saat itu orang-orang yang tidak senang dengan kami berpikir dengan emosi, untungnya kami dari pihak yang dirugikan masih dapat mengendalikan emosi berpikir secara waras, kalau kita juga berpikir secara emosi melayani mereka, maka sudah pasti akan terjadi pertumbahan darah,” ujarnya.
Untuk itu ke depan pesannya, kita semua harus melihat segala sesuatu dengan kacamata iman untuk melakukan, mengajar dan mendidik anak cucu kita dengan baik. Jangan mengikuti apa yang salah tetapi harus kita lakukan dan tunjukkan apa yang baik untuk mereka lakukan atas dasar firman. Kita selalu sampaikan kepada mereka didalamnya mereka akan menjadi orang-orang yang berguna yang terutama pada Tuhan dan segala sesuatu yang mereka lakukkan atas dasar kasih bukan dengan emosi.

III.3.7. Ibu. Lutia Kasehung
Ibu. Lutia Kasehung, lahir  09 Januari 1940. Seorang pensiunan yang dalam pernikahannya dikarunia lima orang anak Dorlinike Lutia, Petruson Lutia, Marlenida Lutia, Adolfina Lutia, Yunima F Lutia.
Sebagai figur perempuan yang ikut merintis berdirinya jemaat Gunung Hermon ia merasakan betapa banyak suka duka ketika itu. Beliau bersama dengan Ibu Lembo D. Pontoh menghadap Bpk. Pdt. Mosal untuk berkonsultasi tentang permasalahan diawal pembangunan kanisah di atas bukit yang tiang-tiangnya dipotong. Lalu untuk kali kedua bersama Ibu Ritna Tahulending dan Bpk. Abram Adrian berjuang mencari kepastian berdirinya jemaat  Gunung Hermon dan berkonsultasi dengan Bpk Pdt. M L Mosal. Beliau selalu hadir dalam rapat-rapat para perintis jemaat.
Ia juga bolak balik kantor polisi karena masalah laporan yang telah ditanda tangani oleh 12 orang lainnya termasuk beliau tentang kasus pemotongan tiang-tiang kanisah di atas bukit.
Manurut memorinya, ketika terjadi pemotongan tiang-tiang bangunan kanisah beliau melerai seraya mendinginkan bapak-bapak yang ingin melawan Bpk H Tondondame agar tidak terjadi pertumpahan darah.
Di tengah badai persoalan yang begitu sengit ia termasuk perintis jemaat yang tidak jerah terus berjuang dalam pembangunan jemaat . Di bidang pelayanan ia  menjadi Pnt. Kaum Ibu Jemaat Gunung Hermon periode 2000-20005.
Ia dikenal rajin dalam tugas pelayanannya. Umurnya yang sudah tua tidak membuat ia lemah dan tak bersemangat tapi beliau tetap melaksanakan tugasnya sampai akhir periode. Periode 2005-2010 atas hasil pemilihan beliau terpilih lagi menjadi Pnt. Kaum Ibu tapi beliau menolaknya.
Tentang kesannya ia mengatakan ketika awal membangun jemaat begitu semangat dan bekerjasama dengan baik begitu rukun sesuai dengan namanya. Untuk itu ia berpesan agar  generasi selanjutnya lebih memahami nama yang diberikan “Gunung Hermon” yang dapat memberikan kesejukkan, kedamaian, sukacita dan berkat.

III.3.8. GA. Ritna Tahulending
Ibu Ritna Tahulending, adalah sosok Guru Agama (GA) yang juga salah seorang perintis jemaat Gunung Hermon. Ibu dari dua anak masing-masing Fiko Adrian dan Brigita Adrian ini sangat berperan dalam pembangunan jemaat Gunung Hermon. Banyak hal yang dilakukkan para perintis sesuai dengan ide-ide beliau.
Selaku guru agama ia selalu menenangkan jemaat agar tidak membalas perilaku oknum yang tidak bertanggun jawab, bahkan ketika bangunan Kanisah pertama dirobohkan pada dini hari beliau mengajak jemaat untuk berdoa melalui pengeras suara agar mengampuni mereka.
Beliau secara tidak langsung ditugaskan Sinode untuk mendamaikan jemaat dan perlahan dapat mengajak jemaat bergabung dengan jemaat kanisah kolom 16 tapi ketika gedung kanisah dirobohkan beliau mengurungkan  niatnya dan bersama dengan perintis lain menandatangani laporan pemotongan  tiang-tiang gedung kanisah pertama. Ia dikenal sebagai sosok yang giat melayani.
Karena permasalah pribadi yang merundung rumah tangganya beliau kini memilih berdomisili di tempat lain dan keluar dari jemaat Gunung Hermon. Kendati demikian banyak anggota jemaat berharap beliau kembali dalam pelayanan di Gunung Hermon.

III.3.9. Pnt. Fentje Kumeka
Fentje Kumeka adalah perintis jemaat Gunung Hermon yang terbilang muda usia. Meski masih muda, ia begitu giat bersama-sama berjuang untuk pembangunan jemaat. Ia dikenal sebagai sosok yang mengusulkan nama Gereja Gunung Hermon.
Dalam serentetan konflik menuju berdirinya jemaat Gunung Hermon otonom, ia bersama-sama dalam suka dan duka membangun jemaat. Banyak materi yang disumbangkannya untuk pembangunan jemaat. Bersama dengan perintis lain memikirkan pembangunan jemaat.
Dia tercatat  yang pertama menikah di gedung kanisah yang baru selesai dibangun. Ia juga  pertama kali menggunakan 133 tangga gereja ketika menikah.
Kesannya di seputar kerja perintisan jemaat Gunung Hermon menurutnya  ketika bekerjasama dalam membangun gereja suka dan duka dihadapi    bersama dengan penuh sukacita. Maka ia amat menyesal dengan para perintis yang keluar dari jemaat. Ia berpesan agar jemaat tetap bersatu dan bekerjasama dalam membangun.
Ia keluar dari jemaat Gunung Hermon ketika ia membeli tanah di Mayondi dan akhirnya menjadi Ketua Jemaat Pertama di jemaat Firdaus Mayondi.

III.3.10. Sym. Marfel Yanis Malamtiga
Marfel Yanis Malamtiga, lahir  di manado  28 Maret 1977. Menikah dengan Stefani Takalamingan dan dikarunia dua orang anak Dewinda Malamtiga dan Israel Malamtiga.
Ia termasuk generasi muda yang ikut dalam kelompok perintis jemaat Gunung Hermon. Ia terlibat aktif berjuang membangun jemaat.
Ketika tiang-tiang kanisah pertama dipotong, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan darah mudanya masih begitu kuat untuk meluapkan kemarahannya dengan memegang sebatang kayu dengan niat untuk melawan, tapi kata hatinya yang diyakini adalah tuntunan Roh Kudus membuat ia mengurungkan niatnya untuk melawan
Cara lain dilakukan yaitu dengan menandatangani laporan yang dibuat bersama dengan perintis lain. Ia mengaku harus menerima kemarahan aparat ketika dipanggil untuk diinterogasi karena laporan yang ditanda tanganinya.
Pada periode 2005-2010 menggantikan Bpk Sym. Roy Malamtiga menjadi sekretaris jemaat dan periode 2010-2014 menjadi bendahara jemaat.
Pesannya sekiranya perjuangan bukan hanya sampai pada apa yang kita capai melainkan perjuangan akan terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi untuk perkembangan dan kemajuan Gunung Hermon.
Ia amat terkesan dengan persaudaraan yang rukun sejak mula-mula jemaat ini dirintis. Untuk itu berharap adanya komitmen iman, seia sekata dalam kebersamaan.
Pergumulan di kurun mula-mula perintisan jemaat yang tak mungkin dilupakannya adalah di kantor polisi ia dibentak-bentak, dimarahi, ditekan, ibarat orang yang melakukan kejahatan seperti pembunuhan berencana.

III.3.11. Otniel Malamtiga
Otniel Malamtiga, lahir di Siau 11 November 1943. Bapak tiga putra ini ( Nova Malamtiga, Marfel Malamgiga, Alfira Malamtiga) dikenal sangat rajin dalam membangun gereja. Sebagai 'bas' (tukang) tenaga dan seluruh keahliannya dipakai untuk membangun gereja.
Dalam periode pemilihan 2005-2010, beliau terpilih menjadi ketua pembangunan gedung gereja permanen.
Dikurun awal perintisan dan pembangunan Kanisah mula-mula ia merasakan kerjasama yang baik bersama jemaat dan Alm Ketua Jemaat Pertama Welly Areros yang penuh semangat dalam membangun gereja, mulai dari mengumpulkan material walaupun uang ditangan bendahara hanya Rp.15.000 namun karena kebersamaan, kami dapat membangun gereja.
Kepada tim penulis ia mengatakan pesannya agar  generasi muda supaya tetap mempertahankan kerjasama yang baik, yang tidak baik ditinggalkan dan tetap menjaga kebersamaan agar jemaat Gunung Hermon selalu diberkati Tuhan.
Selai itu menurutnya, Ketua jemaat pertama Bpk Welly Areros menjadi teladan untuk diikuti oleh penerus selanjutnya karena beliau merupakan pejuang sejati penggagas dalam segala sesuatu rencana atau segala yang ia lakukan untuk membangun kanisah kolom 19 (Jemaat Gunung Hermon).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar